Fisah melempar tasnya dan langsung naik ke atas tempat tidur. Ia dan orang tuanya baru saja kembali dari restoran tempat pertemuan keluarga dilakukan. Dan di sana, sudah diputuskan bahwa resepsi akan diadakan tanggal tujuh bulan depan. Waktunya masih satu bulan lagi tapi bagi Fisah itu terlalu cepat, terutama bagi dirinya yang memang malas berumah tangga.
Untungnya malam ini ia bisa beristirahat dengan nyaman karena suaminya tidak akan datang. Fisah benar-benar senang mendengarnya. Pokoknya malam ini ia akan tidur sepuasnya.
"Tubuhku rasanya sakit semua."keluh Fisah sambil menarik selimut. Kalau tubuhnya rakitan, pasti sudah lepas semua.
Pagi harinya, Fisah bangun dalam keadaan segar bugar. Akhirnya ia punya tidur yang bekualitas.
"Selamat pagi."
Eh?
Fisah melotot lalu segera membenarkan pakaiannya. Jangan sampai karena melihat ini, suaminya malah ngajak main pagi-pagi.
"Abang kok di sini?"tanya Fisah bingung.
"Kenapa? Tidak boleh?"
Fisah menggeleng lalu segera keluar dari tempat tidur."Abang sudah mandi?"tanya Fisah tanpa menoleh sedang Laks langsung diam.
'Apa Fisah mau ngajak mandi bareng?' batin Laks. Pasalnya wanita itu minta jatah tiap hari dan tadi malam dia tidak datang. Tapi seingin apapun juga harusnya tidak di kamar mandi rumah mertua.
"Tidak. Kamu saja. Abang sudah mandi."sahut Laks membuat Fisah yang sudah selesai merapikan tempat tidurnya bergegas mengambil handuk dan baju ganti.
Beberapa menit kemudian.
Fisah kembali dibuat kaget, karena begitu selesai mandi. Tubuhnya tiba-tiba ditarik lalu dipeluk.
"Abang, aku sudah mandi."cicit Fisah pelan. Tak enak rasanya kalau harus mandi lagi.
Laks hanya diam. Dia memejamkan mata dan menikmati aroma wangi yang menguar dari tubuh istrinya yang baru mandi.
Ternyata begini rasanya punya istri? Dulu Laks pikir punya pasangan akan sangat merepotkan. Nyatanya tidak juga. Dia cukup nyaman dan sedikit senang.
Cupp
Laks mengecup kening istrinya dengan lembut."Kita sarapan di luar saja."
Fisah hanya diam dengan wajah memerah. Apa ini? Adegan seperti ini hanya pernah ia lihat di televisi.
Laks membelai wajah istrinya yang sedari tadi hanya diam. Perlahan tapi pasti, dia memajukan wajahnya dan_
Cupp
Awalnya hanya menyatukan bibir tapi setelah beberapa detik, Laks memberanikan diri melumat bibir istrinya.
Tubuh keduanya yang semula duduk, segera berubah. Kini Fisah sudah berbaring dengan Laks yang berada di atas.
Ceklek
"Fis__ehmm"
Laks dan Fisah segera bangun dan menatap ke arah pintu dengan wajah malu. Sedang Rista hanya menggeleng pelan. Kapan menantunya datang? Dan ini masih pagi, di rumah mertua pula. Kalau di rumah sendiri mah bebas kapan saja.
"Sarapan sudah siap."ucap Rista berusaha melupakan apa yang ia lihat tadi.
"Oh.. Mama masak ya eh maksudnya mama masak apa?"tanya Fisah linglung. Ia segera turun dari tempat tidur dan merapikan spreinya lagi.
"Masak telur."sahut Rista lalu bersiap pergi namun ternyata putrinya masih menyahut.
"Telur apa, mah? Telur biawak atau__"
"Fisah!"tegur Rista lalu menggeleng pelan lalu pergi dari sana.
Fisah langsung menutup wajahnya. Ia malu sekali. Sedang Laks hanya diam, nyatanya dia juga malu. Hanya saja mungkin karena sudah lebih dewasa, dia tak begitu peduli.
Setelah sarapan, Laks segera mengajak Fisah pergi. Mereka hari ini akan membeli cincin dan setelah itu akan langsung ke kampus.
"Nilai UTS aku kemarin gimana? Hasilnya bagus kan?"tanya Fisah penuh harap.
Laks menggeleng. Kertas UTS istrinya adalah yang pertama dia periksa, hanya saja nilainya benar-benar mengecewakan.
"Lain kali belajar lebih rajin."
"Aku rajin kok."
Laks melirik istrinya sekilas."Kalau nilai saat kamu rajin saja segitu, lalu bagaimana saat malas?"
Fisah langsung melotot."Jadi maksud abang aku ini bodoh."
"Abang tidak bilang begitu."bantah Laks cepat.
"Tapi maksud abang begitu kan?"tanya Fisah ngotot.
"Tidak. Jangan menyimpulkan sendiri."tegur Laks membuat Fisah menghela napas kesal.
Begitu tiba di toko cincin, Fisah langsung saja menyeringai. 'Aku memang bodoh urusan belajar, tapi urusan bikin orang kesal mah paling pintar.' batin Fisah lalu segera menggandeng lengan suaminya.
Pegawai toko segera menunjukkan dua pasang cincin yang ditunjuk oleh Fisah.
"Aku masih bingung antara ini atau ini, menurut abang bagusan yang mana?"tanya Fisah membuat Laks menatap dua pasang cincin yang sebelumnya telah dipilih oleh istrinya.
"Yang ini bagus."tunjuk Laks. Namun Fisah malah menggeleng.
"Tapi menurutku ini lebih oke."tunjuk Fisah pada cincin yang satunya.
"Ya sudah, itu saja."ucap Laks akhirnya. Sebenarnya dia terserah istrinya saja.
"Tapi yang ini juga bagus banget."ucap Fisah lalu kembali berpikir.
"Pilih saja yang paling kamu suka."ucap Laks mulai lelah.
"Tapi aku suka keduanya."sahut Fisah dengan wajah polos.
Laks menggeleng pelan."Ya sudah. Kamu pilih dulu, abang tunggu di sana."
Fisah segera mencubit lengan suaminya."Abang suruh aku pilih sendiri? Ini kan buat kita pakai berdua."
Laks menatap pengawai toko lalu menghela napas pelan. Dia segera menoleh ke arah istrinya dengan senyum lembut.
"Baiklah. Abang lebih suka yang ini karena lebih sederhana. Kalau adek lebih suka yang mana?"tanya Laks pelan.
"Yang ini."tunjuk Fisah pada cincin yang tidak dipilih oleh suaminya.
"Ya sudah kita beli yang itu saja, kalau adek suka."putus Laks. Namun Fisah malah kembali menggeleng.
"Tapi aku juga suka yang itu."rengek Fisah membuat Laks kehabisan kata.
"Baiklah. Lima menit, putuskan setelah lima menit."ucap Laks tegas.
"Dua jam. Aku akan putuskan setelah dua jam, jadi abang sabar ya. Ini kan cincin nikah untuk dipakai berdua. Aku tidak mau salah pilih."balas Fisah seolah tak takut dengan nada tegas suaminya.
Laks segera berkacak pinggang. Kesabarannya benar-benar diuji sekarang. Ini baru cincin, bagaimana dengan persiapan pernikahan lainnya.
Melihat suaminya sudah kesal, Fisah hanya menahan senyum dan terus terlihat bingung diantara dua cincin.
"Abang beri nilai tinggi untuk UTS kemarin."bisik Laks membuat Fisah melotot lalu segera menunjuk satu cincin.
"Yang ini saja, kak. Tolong bungkus segera, terima kasih."ucap Fisah cepat.
Laks hanya melongo, tak bisa berkata-kata lagi.
"Cepat bayar, abang. Kita kan mau ke kampus."ucap Fisah dengan senyum kemenangan lalu melangkah menjauh. Ia ingin tertawa tapi jangan sampai suaminya tahu.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilamar Pak Dosen
RomanceAku hamil. Dua kata yang Nafisah ketik di ponselnya kemudian ia kirim ke nomer teman masa kecilnya. Tapi kenapa setelah itu keluarga dosennya malah datang melamar.