"Jadi siapa nama gadis eh maksud mama wanita itu? Karena tidak mungkin ia masih gadis padahal sudah hamil."tanya Sinta. Setelah tahu putranya menghamili seorang wanita. Ia langsung mengajak suami dan anaknya itu pulang untuk bicara di rumah.
"Namanya tidak penting, mah. Ini cuma salah paham. Laks yakin ada__"
"Jangan mengelak lagi. Kamu itu sudah bikin dosa dengan menghamili anak orang. Jangan nambah dosa lagi karena tidak bertanggungjawab."omel Sinta membuat Laks mengusap wajahnya kasar. Sejak dari rumah sakit, mobil dan sekarang di rumah, ia sudah ratusan kali menyangkal bahwa tak menghamili wanita manapun. Tapi kenapa orang tuanya sama sekali tak mau percaya.
"Mah, ini cuma salah paham. Aku tidak menghamili siapapun."jelas Laks sekali lagi.
"Mama tanya siapa namanya. Sebut saja namanya!"desak Sinta.
"Ini salah paham, mah. Salah paham."tekan Laks putus asa.
"Namanya, Laks. Mama ingin tahu namanya!"teriak Sinta habis kesabaran.
"Tidak ada namanya. Ini cuma salah paham."
Sinta mendengus keras lalu menatap sang suami yang sedari tadi diam."Mas, cepat katakan sesuatu! Anakmu ini loh kekeh banget padahal sudah jelas salah."
"Ya Tuhan."keluh Laks kemudian duduk di sofa.
"Sebutkan namanya, siapa orang tuanya dan di mana wanita itu tinggal!"titah Bahrul pada putranya.
Laks menggeleng."Pah__"
"Namanya! Kami ingin tahu nama wanita itu?"desak Bahrul dengan tatapan tajam.
"Tidak__"
"Sekali lagi mama tanya, siapa nama wanita yang mengandung anakmu itu?"tanya Sinta berusaha bersabar.
Laks langsung istigfar. Sudah dia katakan ini salah paham. Lalu kenapa orang tuanya begitu kekeh.
"Laks!"desak Sinta.
"Katakan atau kamu pergi dari rumah ini. Papa tidak sudi punya anak yang tidak mau mempertanggungjawabkan perbuatannya."ucap Bahrul tegas membuat Laks menggeleng frustasi.
"Sebut namanya atau angkat kaki dari rumah ini."ancam Sinta tegas.
"Mah__"Laks menatap kedua orang tuanya lalu menggeleng pelan. Harus bagaimana lagi dia jelaskan masalah ini. Bagaimana bisa menghamili seseorang jika dia saja masih perjaka.
"Mama hitung sampai tiga. Kalau tidak kamu sebut namanya. Silahkan pergi dari rumah ini. Satu, dua, tig__"
"Nafisah."ucap Laks terpaksa.
Sinta langsung berseri."Nafisah? Bagus juga nama calon mantu kita, pah."ucap Sinta pada suaminya.
"Iya, mah. Ini harus segera kita lamar. Takut keburu besar perutnya."sahut Bahrul.
Laks segera berdiri."Tolong dengarkan aku sekali saja. Tolong!"pinta Laks memaksa membuat Sinta dan Bahrul saling pandang kemudian mengangguk.
"Baiklah, mau mengatakan apa?"tanya Sinta.
Laks menghela napas lega. Akhirnya dia diberi kesempatan untuk bicara.
"Jadi begini, Nafisah adalah mahasiswi di kampus tem__"
Drttt
"Sebentar."potong Sinta. Karena yang menelpon adalah adik iparnya yang saat ini masih di rumah sakit.
"Loudspeakers, mah!"pinta Bahrul.
"Cepat ke rumah sakit sekarang, mbak!"
"Ada Apa Lis? Papa baik-baik saja kan?"tanya Sinta cemas. Takutnya keadaan ayah mertuanya memburuk disaat mereka pulang tadi.
"Baik mbak. Sangat baik malah."
"Hah? Yang benar kamu Lis?"kaget Sinta. Namun tentu saja ia senang jika keadaan ayah mertuanya membaik.
"Iya, mbak. Tadikan dokter bilang kalau papa cuma nutup mata tapi telinganya dengar. Jadi tadi saat kalian pulang aku bisikin papa kalau Laks mau nikah eh tangan papa malah gerak dan tadi aku bisikin lagi kalau calon istri Laks sedang hamil eh papa malah buka mata."
"Apa?"kaget Sinta dan Bahrul. Ini sebuah keajaiban. Padahal dokter sudah bilang tidak ada harapan lagi. Tapi sekarang malah membuka mata setelah hampir satu minggu tidak sadar.
"Iya mbak, masa aku bohong sih. Makanya cepat ke sini. Kalau bisa minta Laks bawa calon istrinya, siapa tahu papa setelah ini langsung bisa jalan."
"Iya. Iya. Mbak segera ke rumah sakit."ucap Sinta lalu mengakhiri panggilan.
Laks langsung menggeleng saat ditatap oleh kedua orang tuanya. Dia senang kakeknya sembuh tapi kenapa harus ini alasannya.
"Kamu dengar ini kan? Jadi sebaiknya bawa Nafisah ke rumah sakit dan kenalkan pada kami semua!"titah Sinta tegas.
Laks hanya diam.
"Atau begini saja, saat kami pulang, papa ingin alamat Nafisah. Harus alamat lengkapnya."ucap Bahrul tak mau dibantah.
"Untuk apa alamatnya, pah?"tanya Laks bingung.
"Tentu saja kita harus melamar Nafisah secepat nya. Kalau bisa malam ini juga."
Hah?
Bersambung

KAMU SEDANG MEMBACA
Dilamar Pak Dosen
RomanceAku hamil. Dua kata yang Nafisah ketik di ponselnya kemudian ia kirim ke nomer teman masa kecilnya. Tapi kenapa setelah itu keluarga dosennya malah datang melamar.