Bab 8

39.5K 2.1K 96
                                    

"Saya terima nikah dan kawinnya Nafisah Alya Putri binti bapak Anhar dengan mahar lima puluh gram emas dan uang tunai sepuluh juta rupiah dibayar tunai."

"Bagaimana saksi?"

"SAH."

Tangisan Fisah langsung memenuhi seluruh ruangan. Kata sah sudah disebut. Itu artinya ia telah sah menikah. Itupun dengan dosennya sendiri. Sekarang bagaimana ia menjalani hidup?

Rista segera menenangkan putrinya."Jangan menangis lagi, Fisah. Malu sama keluarga suamimu."

Namun Fisah sama sekali tak peduli. Ia terus saja menangis tak peduli jika saat ini semua orang tengah menatapnya.

"Namanya juga ibu hamil. Pasti lebih sensitif, apalagi ada dua bayi."ucap Sinta menjelaskan pada keluarga yang lain.

Tangisan Fisah langsung mengeras saat mendengar kata hamil. Sekarang ia sangat membenci kata itu.

Rasti segera mencubit lengan putrinya."Diam atau mama akan lebih marah."ancam Rasti. Ia belum membuat perhitungan yang jelas pada putrinya. Rasa marahnya belum tersalurkan. Jangan sampai karena kesal, ia malah kelepasan memukul Fisah yang sedang hamil itu.

Laks hanya bisa menghela napas lalu berdiri kemudian mendekati gadis yang baru saja dia nikahi itu.

"Pak Laks.."cicit Fisah pelan membuat Rista segera menjauh. Membiarkan menantunya membujuk Nafisah.

Laks duduk di sofa samping istrinya lalu menghapus air mata gadis itu dengan saput tangannya.

"Jangan menangis lagi."bujuk Laks lembut. Namun bukannya berhenti menangis, Fisah malah melanjutkan tangisannya. Kali ini air matanya lebih berderai dari sebelumnya.

Laks melirik keluarganya dan keluarga Fisah yang turut hadir. Jika terus seperti ini, Laks takut orang-orang akan salah paham. Mengira dia bukan pria baik hingga Fisah terus menangis karena enggan dinikahi.

"Terus saja menangis jika ingin dapat nilai D di semester ini."bisik Laks mengancam membuat tangis Fisah langsung berhenti. Matanya yang semula berair kini langsung kering.

"Wah kakak ipar langsung berhenti menangis. Apa kak Laks baru saja membisikkan kata cinta?"goda Juhi membuat semua orang tertawa. Sedang Fisah hanya tersenyum paksa.

'Kata cinta apanya?' batin Fisah lalu melirik sang dosen yang kini sudah resmi jadi suaminya.

"Karena sudah menikah, kalian berdua harus akur dan saling menyayangi. Ingat! Ada dua anak yang harus kalian rawat dan didik."ucap Sinta lembut.

"Benar. Katakan saja jika Laks menganggumu. Bibi dan keluarga lain akan siap membelamu."ucap bibi Nining tulus.

"Karena sudah seperti ini, ingat untuk tidak menyesali apapun dan fokus saja menebus kesalahan kalian. Kami para orang tua hanya berharap kalian menjadi pasangan yang bahagia."ucap Bahrul yang diangguki keluarga lain.

Fisah hanya diam. Kesalahan apa yang harus ditebus? Ia kan tidak hamil.

"Kami titip Fisah, nak Laks. Tolong jaga putri kami dengan baik."ucap Rista serak. Ia ingin menangis tapi ditahan. Sedang Anhar hanya diam. Setelah menikahkan putrinya, dia hanya menunduk tak bisa mengatakan apapun.

Laks tersenyum menanggapi perkataan para orang tua. Tentu saja karena sudah menikah, tanggungjawab ini akan dia terima. Meski alasan pernikahan terjadi pun benar-benar tak masuk akal.

"Fisah, jangan sedih lagi. Ini kan hari bahagia kalian."ucap seorang wanita yang tidak Fisah ketahui namun jelas itu pasti keluarga dari pihak sang dosen.

"Bersikaplah dengan benar! Jangan bertingkah kekanakan."bisik Laks dan sukses membuat Fisah melotot. Antara kesal dan marah, keduanya bercampur menjadi satu.

Kekanakan? Memangnya siapa yang bisa tertawa di situasi seperti ini.

'Baiklah. Aku akan bertingkah dewasa.' batin Fisah lalu dengan cepat merangkul lengan sang suami.

Laks melotot kaget. Namun tidak sampai di sana, Fisah juga menjatuhkan kepala di pundaknya. Ini benar-benar terlalu intim.

"Fisah!"tegur Laks tanpa suara.

"Kenapa? Kata bapak kan harus bertingkah dewasa. Apa ini kurang dewasa?"tanya Fisah sambil meraba dada sang suami.

Laks segera menangkap tangan istrinya.

"Bukan dewasa seperti ini."bisik Laks geram.

Fisah tersenyum tipis."Lalu yang seperti apa?"

Laks menggeram marah."Jangan sampai kamu saya kasih nilai E."

"Apa?"kaget Fisah membuat anggota keluarga kaget.

"Ada apa, sayang?"tanya Sinta cemas. Ia sudah senang karena melihat anak dan menantunya romantis tapi malah dibuat kaget.

Fisah segera berdiri lalu menyentuh perutnya."Pak Laks ancam Fisah, mah."adu Fisah membuat Laks melotot. Apa-apaan?

Sedang semua keluarga langsung ikut bereaksi.

"Laks, kalian itu baru menikah. Kenapa berani mengancam istrimu bahkan disaat kami ada di sini."

Sedang Anhar dan Rista langsung menggeleng kecewa. Dari reaksi putrinya tadi yang terus menangis sudah membuktikan jika ada sesuatu yang tidak beres. Ternyata benar? Putrinya pasti akan ditindas. Jika seperti ini lebih baik dibawa pulang saja.

Sinta berdecak lalu segera memeluk menantunya."Laks ancam kamu apa, sayang? Bilang sama mama."bujuk Sinta dengan mata melotot tajam ke arah putranya.

Fisah menatap sang dosen dengan senyum mengejek membuat Laks memberikan tatapan super tajam pada mahasiswi yang kini sudah resmi jadi istrinya itu.

"Laks! Jangan menatap istrimu seperti ini. Kamu mau mama pukul hah? Usia saja yang tua tapi kelakuan benar-benar kekanakan."omel Sinta membuat Laks menghela napas lalu memalingkan wajahnya. Bisa gila dia lama-lama jika terus seperti ini.

Bersambung

Dilamar Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang