18 - Efek kupu-kupu

89 15 2
                                    

1 tahun sudah berlalu semenjak pertemuan pertamaku dengan Nagi. Kami sudah menjadi sahabat dekat sejak saat itu. Seperti yang sudah kuduga, Nagi dijauhi oleh beberapa temannya karena berteman denganku.

Aku merasa kasihan padanya tapi— Nagi terlihat seperti sama sekali tidak peduli. Dia bahkan nampak tidak sedikit pun terluka atas kepergian mereka.

Karena dia memutuskan untuk tidak memedulikannya, aku perlahan mulai melupakan tentang itu juga.

Meski begitu, aku jadi merasa senang. Begitu menyadari bahwa Nagi memang menghargaiku setinggi itu, ia selalu menempatkanku di atas teman-temannya yang lain.

Ketika pertama kali bertemu dengannya. Kupikir, kita hidup di dua dunia yang berbeda. Namun, lagi-lagi aku salah. Kita... Hidup di dunia yang sama.

Itu sudah jelas kan..?

Aku tertawa canggung, tiba-tiba saja aku merasa geli pada pikiran yang terlintas di kepalaku barusan. "Lupakan, lupakan, lupakan.."

Aku menghela napas.

Aku lalu mengambil syalku yang tergeletak di sofa. Kemudian mengenakan sweater wol tebal untuk membuatku hangat ketika berada di luar rumah.

Besok adalah hari ulang tahun Nagi. Mending dia kuberi hadiah apa ya?

Aku berjalan melewati deretan toko-toko yang dibuka pada musim dingin, toko-toko itu menggunakan lampu berwarna-warni yang memperindah jalan.

Aku kemudian masuk ke dalam berbagai toko. Seperti toko mainan, baju, permen, dan lain-lain. Namun, aku merasa bahwa Nagi mungkin saja kurang suka terhadap hal seperti itu.

Aku kemudian berjalan lebih jauh untuk mencari hadiah ulang tahun yang cocok untuk Nagi.

Pandanganku tertuju pada toko makanan. Nagi sepertinya akan suka jika kubelikan makanan hangat di musim yang seperti ini. Mungkin kupon makan gratis?

Yah, dia selalu bersyukur pada apa pun sih. Jadi, aku tidak begitu tahu tentang hadiah apa yang sebenarnya ia suka.

Aku berpikir untuk masuk, namun berhenti, ketika melihat ada seorang gadis yang nampak melamun di depan pintu masuk dari toko tersebut. Gadis itu duduk di atas tangga dengan wajah muram. Kakinya terlipat ke depan, sementara ia merebahkan kepalanya di antara kedua kakinya.

Kulitnya terlihat pucat, dan bibirnya nampak kering. Sepertinya ia sudah lama berada di luar. Dimana kedua orang tuanya?

Aku mengamatinya dari kejauhan. Entah mengapa ia mengingatkanku pada diriku yang dulu.

Setelah lama berdebat dengan diri sendiri, aku memutuskan untuk menghampirinya.

Gadis itu menatap kehadiranku dengan hampa, tanpa menunjukkan sedikit pun ekspresi bingung padaku yang menghampirinya.

Aku berdiri tepat di hadapannya. Kemudian mengulurkan tanganku ke arahnya. Aku mencoba untuk bersikap keren seperti Nagi, tapi ternyata ini lebih sulit dari yang kupikirkan. "Sa-salam kenal.. Namaku Ueda Yuichi. Kamu..?"

"..."

Jawab dong!

Gadis itu hanya menatapku dengan ekspresi datar selama beberapa detik. Membuat wajahku perlahan memanas karena malu.

"H-hey..!"

"..."

Tanganku perlahan mulai terasa mati rasa, setelah lama berdiri dengan tangan yang terulur. Rasa sakit pada telapak tanganku kembali menyadarkanku mengenai situasi dari gadis ini, mungkin saja lebih serius dari yang kuduga.

Aku baru di luar sebentar saja sudah terasa kedinginan... Bisa-bisanya gadis kecil ini bisa bertahan sambil melamun di cuaca seperti ini.

Aku sudah lama di sini, bahkan sambil berdiri TEPAT di hadapannya, namun aku tidak kunjung mendapat jawaban dari gadis tersebut. Aku hanya menghela napas pelan. Kemudian melepaskan syal yang sedang kukenakan, lalu memakaikannya pada gadis tersebut.

Aku kena GenBen?! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang