29 - Antara Rion & Akane

76 9 6
                                    

Dua hari telah berlalu semenjak Akane meninggalkan sekolah dengan hujan mengiringinya. Sejak saat itu, aku belum bertemu lagi dengannya, apalagi dia juga tidak masuk ke sekolah akhir-akhir ini.

Pagi ini, cuaca sudah kembali cerah. Setiap pagi, aku selalu berangkat lebih awal dari biasanya, menunggu kehadiran Akane di kelas. Namun, ia tak kunjung datang.

Aku ingin sekali untuk meminta maaf padanya jika seandainya kami bertemu lagi, tapi- aku takut kalau dia akan membenciku setelah pernyataan itu. Apakah aku harus menghubunginya terlebih dahulu? Tidak... Mungkin saja Akane memang sedang membutuhkan ruang untuk sendirian sekarang.

Sementara itu, Rion semakin akrab dengan murid-murid dari sekolah ini. Terutama para gadis, mereka nampaknya dengan senang hati mengikutinya begitu saja.

Namun, sebuah pertanyaan mengganggu pikiranku; apa yang sebenarnya ia bisikkan pada telinga Akane hari itu?

Aku ingin sekali menghadapinya langsung, untuk mengatakan sesuatu pada orang itu, namun gadis-gadis itu bersikap seperti tameng manusia. Mereka membentuk formasi phalanx di sekitarnya, sampai tidak memberiku sedikitpun tempat untuk masuk...

Aku menghela napas panjang.

Saat ini aku dan Nagi sedang duduk di atap sekolah, sambil menyantap bekal pagi kami, sekaligus membicarakan berbagai hal tentang konflik Akane. Namun, entah mengapa si botak ini malah ikut-ikut...

Aku tidak paham mengapa Nagi membiarkannya mengikuti pembicaraan kami. Meskipun dia temannya, tetap saja, dia masih orang luar. Sementara yang akan kami bicarakan adalah masalah pribadi Akane, bahaya kalau bocor.

Aku menatap Nagi dengan sorot tajam, rahangku mengeras, sementara urat-urat mulai menonjol di sekitar dahiku. "NAGI..." Aku mengecilkan suaraku hingga serendah mungkin, namun tetap memberikan tekanan padanya.

"Di-dia yang maksa ikut!!" Nagi buru-buru menjawab, ekspresi panik tergambar jelas di wajahnya saat merasakan tatapan menusuk dariku.

"Yo! Kenapa ekspresi kalian begitu? Apa kalian berdua meragukan kemampuanku? Hmph. Gini-gini, aku juga bisa berguna tahu, " ucap Kaito dengan ekspresi kecewa. Dia menggaruk kepalanya, seolah berusaha mencari cara untuk membuktikan bahwa dia bukan sekedar pengganggu.

"Berguna? Nagi, kamu yakin kalo kita bisa percaya sama orang ini?" Aku menyipitkan mataku tak percaya.

"Enggak sih, " jawab Nagi singkat, tanpa ragu.

"HAH?! SEGITU NGGAK PERCAYANYA KAH KALIAN SAMA AKU?!" teriak Kaito frustasi, suara nyaringnya memecah keheningan atap.

Aku dan Nagi mengangguk dengan kompak.

Melihat reaksi kami, Kaito menghela napas kesal. Matanya nampak seolah akan menangis. "Huhuhu.. Kalian jahat banget. Aku mungkin emang orang luar, tapi aku serius ingin membantu."

"Lagipula, perusahaan ayahnya Akane-san pernah membantu adikku dulu. Aku cuma pengen membalas budi pada putrinya, " jelas Kaito dengan putus asa.

...

Aku jadi kasihan padanya.

"Oke, Takeda-kun. Coba buktiin kalo kamu bisa berguna."

Mata Kaito seketika berbinar begitu mendengarku mulai mempercayainya. "Oke! Langsung aja kalo begitu, aku dapetin informasi ini dari Chiharu."

"Katanya, Akane-san nggak bisa masuk sekolah karena tekanan keluarga. Semua ini terjadi karena orang tua Rion-san, mereka terus-menerus menekan Akane-san untuk segera memulai pernikahannya, " lanjut Kaito.

Chiharu? Nama itu mengingatkanku pada seseorang. Kalau tidak salah, Nagi juga pernah menceritakan padaku tentangnya kan? Adik perempuan Kaito.

"Informasimu valid nggak nih?" tanyaku ragu.

Aku kena GenBen?! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang