33 - Titik balik

31 7 1
                                    

Aku selalu memimpikan diriku sebagai seorang putri yang diselamatkan oleh ksatria dengan kudanya, ia menatapku dengan lembut sambil mengulurkan tangannya yang gagah. Dengan tekadnya, ia membebaskanku dari rantai yang mengikatku, dan menunjukkannya padaku apa arti dari kebebasan.

Namun, aku sudah menyerah pada mimpi itu. Karena aku tahu, bahwa itu hanya sekedar sebuah cerita fantasi.

Aku menyerah pada "kebebasanku".

NAMUN, jika aku membayangkannya bahwa ksatria itu akan datang suatu hari nanti untuk menjemputku... Dengan tekadnya yang kuat— jika seseorang sehebat itu muncul, mungkin saja... Takdirku bisa berubah..?

Aku membuka pintunya secara perlahan, dan melihat Yuichi berdiri dengan tegak tepat di depan pintu kamarku. Kedua sisi matanya menampilkan setetes air yang bisa jatuh kapan saja, namun sorot matanya begitu tajam, seolah ia tidak akan menyerah bahkan jika takdir berkata lain.

"Akane-san..." Yuichi memanggil namaku pelan. Ia menggenggam kedua tanganku, genggamannya begitu lemah dan jari-jemarinya bergerak dengan gemetar.

Aku mengalihkan pandanganku sesaat, dan menemukan Nagi berdiri tepat di sampingnya.

Ia menyadari perhatianku, dan langsung memberiku senyum tipis sambil menghela napas lega.

Bahkan Nagi juga..?

"Yuichi-san, Nagi-kun, ayo masuk ke dalam kamarku. Ada hal penting yang harus kubicarakan dengan kalian."

"A-ah! Ayo..!" Yuichi dengan sigap menjawab. Namun, Nagi hanya menggelengkan kepalanya pelan.

Ia dengan diam hanya memberiku sebuah kode menggunakan gerakan jari-jarinya, aku menangkapnya berkata, "ini masalah yang cuma bisa kalian selesaikan berdua."

Aku mengangguk paham pada pernyataannya, kemudian membawa Yuichi masuk tanpa bertanya lebih jauh.

Aku belum sempat membereskan kamarku setelah kehadiran Rion di sekolahku hari itu, aku juga tidak membiarkan satupun pelayanku masuk, jadi ruanganku nampak begitu berantakan dengan pakaian yang berserakan dimana-mana.

"Maaf ya, Yuichi-san. Kalo ruangannya kelihatan agak kacau.."

Yuichi hanya tersenyum kecil. Tanpa membalas perkataanku, ia membereskan beberapa pakaianku yang berserakan di lantai, kemudian duduk di sana.

Dia terlihat menggaruk pipinya beberapa kali dengan tawa canggung. "Ahaha.. Santai saja Akane-san, ini penampilan kamar yang normal kok. Setidaknya— untukku..." ucapnya sambil mengalihkan pandangannya.

"Pfft..!" Aku melepaskan tawa kecil saat melihat sikap Yuichi yang begitu kikuk. Sementara wajah Yuichi nampak agak memerah saat melihatku menertawainya.

Situasi lucu ini membuatku kembali teringat, sudah berapa lama ya aku tidak melepaskan tawaku yang asli?

Terima kasih, Yuichi...

Aku kemudian mengambil sebuah dokumen di atas meja, Yuichi masih duduk tenang sambil melihatku dengan bingung. Aku tanpa bicara apapun, kemudian menyerahkan surat itu padanya.

Mata Yuichi seketika terbuka dengan lebar, begitu ia memberikan perhatiannya pada isi dari surat tersebut.

Kurang lebih, isi dari dokumen itu adalah sebuah pernyataan formal mengenai perjodohanku dengan Rion. Selain itu, surat ini juga mencantumkan banyak syarat dan ketentuan rumit, yang ditentukan setelah kesepakatan antar kedua pihak.

"Jika salah satu pihak menolak perjodohan ini tanpa suatu alasan yang JELAS, maka pihak tersebut akan dikenakan sebuah denda."

Aku tidak tahu sampai mana batas dari kata "JELAS" di sini. Namun aku tahu pasti, kalau aku hanya sekedar merajuk saja, itu tidak akan memenuhi batas dari alasan tersebut.

Aku kena GenBen?! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang