Hari hari berlalu, kini tingkah Naret semakin menjadi jadi, ia jadi sangat tempramental dan sering kali emosi tanpa sebab pada Tin, sebenarnya semua itu ada sebabnya, itu semua karena ia ingin secepatnya Tin menyerah untuk hidup bersamanya dan memutuskan untuk berpisah, setelah itu Naret akan menikahi Sarah kekasihnya, tak ayal Naret selalu pulang terlambat, bahkan tidak pulang, ia akan membuang semua masakan yang di masak oleh Tin setiap harinya dan juga ia selalu memancing keributan setiap harinya, dan di akhir keributan terus menerus ia meminta Tin untuk menyerah dan memberi ide untuk berpisah saja.
Suatu hari, setelah pertikaian yang cukup panjang semalam, Naret terbangun dari tidurnya. Ia mengucek matanya untuk mengembalikan pengelihatan nya yang sedikit buram.
Perasaan aneh muncul dalam benaknya saat melihat gantungan pakaian yang kosong, biasanya ia selalu melihat pakaian yang sudah Tin siapkan untuk nya, walaupun Naret tidak akan pernah memakainya Tin selalu saja menyiapkannya, namun tidak untuk kali ini.Tanpa berpikir lebih lanjut, Naret beranjak dari tempat tidur nya menuju kamar mandi. Setelah selesai mandi dan berganti pakaian ia pun turun. Sesaat hidungnya kembang kempis, mencari aroma familiar yang tidak lagi ia cium.
Tidak ada bau masakan??!
Melihat Tin yang sedang duduk di sofa, Naret memalingkan wajahnya dan sesegera mungkin memakai sepatu dan beranjak pergi.
"Phi" Panggil Tin pelan tanpa melihat ke arah Naret.
"... " Mendengar itu Naret hanya bisa menghentikan langkah nya tanpa menjawab.
"Tunggu, kemari dan duduklah, ada sesuatu yang perlu kita bicarakan" Panggil Tin masih tidak melihat ke arah Naret.
"Tidak perlu" Jawab Naret acuh
"Ini penting, aku mohon" Dengan perlahan Tin memutarkan kepalanya untuk melihat ke arah Naret yang masih saja diam tidak bergeming
"Apa? " Jawabnya ketus sambil duduk di samping Tin
"Apa kau benar-benar ingin berpisah denganku?" Ucapnya pelan, sambil menatap ke arah Naret dengan dingin.
"... " Mendengar pertanyaan itu membuat Naret tercekat, padahal ia sangat ingin mendengar kata kata ini dari Tin, namun entah kenapa saat mendengar nya secara langsung ini terasa menyakitkan.
"Apa bersamaku hanya akan membuat hidupmu menderita? Apakah sebegitu menyakitkan nya hidup bersamaku??" Ucap Tin lirih, dengan terus menatap Naret.
"..." Melihat Naret yang sama sekali tidak memberikan respon membuat Tin menghela nafas panjang, lelah ia sudah sangat lelah dengan semua ini.
"Baiklah kalau kau sangat ingin berpisah, maka mari kita berpisah, aku akan mengurus surat perceraian kita secepatnya" Ucapnya dengan pelan, dan bangkit dari duduknya.
"..." Naret hanya bisa terdiam seribu bahasa, ia tidak tau harus bereaksi seperti apa, senang?? Harusnya seperti itu, tapi tidak sebaliknya ia malah merasa sakit dan sedih mendengar penuturan Tin.
"Maafkan aku, jika selama ini aku sudah membuatmu tertekan dan menderita, kau bisa tinggal di sini aku sudah mengubah surat kepemilikan apartemen ini atas namamu"
"..." Naret tertunduk, hatinya terasa sakit, bulir bening mengembun di pelupuk matanya.
"Aku mencintaimu phi, dan akan selalu mencintaimu, aku pergi" Ucap Tin beranjak pergi sambil membawa koper yang sudah ia Siapkan sebelumnya
Perasaan apa ini? Kenapa hatiku terasa sakit, padahal memang ini yang aku inginkan bukan?? Batin Naret.
Embun bening itu akhirnya menetes sesaat setelah Tin benar-benar hilang dari pandangan matanya hatinya hancur.
KAMU SEDANG MEMBACA
EVERYTHING ABOUT POOHPAVEL (SHORT STORY)
Historia Cortakumpulan cerita pendek tentang PoohPavel 🐶🐱