ㅡ O6. Too Late to Say.

217 74 36
                                    

Jam 7 malam, Jayen baru saja pulang dari kampus dan sempat mampir ke warung nasi goreng favoritnya untuk membeli makan malam sesuai titipan Rasen tadi.

Dia melangkah masuk kedalam kos dengan agak lesu, tangan kanannya memegang plastik kresek berisi tujuh bungkus nasi goreng.

Di ruang tengah, Maven, Rasen, serta Jaival sedang fokus bermain game bersama, mereka langsung menengok. Melihat siapa yang datang.

"Eh, si bongsor pulang." ucap Jaival yang menbuat Jayen mendengus geli lalu meletakan plastik kresek tersebut di atas meja ruang tengah.

"Nih, buat makan malam."

Maven segera menyambar plastik kresek tersebut dan mengambil satu bungkus. "Pas banget gue laper, lo langsung pulang bawa makanan. Jadi tambah sayang, deh" godanya.

Jayendra langsung menunjukkan wajah julidnya, "Gue beli tujuh porsi. Siapa tau bang Jaemin, bang Hiran sama Chandra belun sempet makan."

"Yaudah, punya mereka bisa dipanasin ntar. Val, ambil piring sana," suruh Rasen sambil mengibaskan tangannya. Jaival sempat mengeluh, namun ia tetap beranjak mengambil piring untuk alas bungkusan nasi goreng tersebut.

Sementara itu, Jayen lebih dulu pergi mandi. Badannya terasa lengket dan berkeringat setelah seharian di kampus, ditambah lagi dengan cuaca yang panas pake banget.

Meski sudah sangat lapar, ketiga abang tertua itu setia menunggu Jayen selesai mandi agar bisa makan bersama. Bagaimanapun, Jayen yang membelikan makan malam, jadi mereka merasa harus menghargai.

Sambil menunggu Jayen selesai mandi, ketiga abang itu kembali main game.

"Lah, belum dimakan?"

Mereka bertiga kembali menengok ke Jayen yang sedang mengusak rambutnya yang basah. Pemuda itu duduk dikarpet dan menatap ketiga abangnya itu.

"Nunggun lo, lah."

Jayen hanya ber'oh'ria kemudian mengambil porsinya dan membukanya, "Nah, ayo mamam!"

"Yey! Mamam!" imbuh Maven dan Jaival, sedangkan Rasen hanya mengangguk pelan.

Mereka berempat pun memakan nasi goreng itu dengan lahap, sesekali mengobrol.

"Tadi gimana presentasinya? Lancar?" tanya Rasen pada Jayen.

Yang ditanya menganggukkan kepalanya, "Lancar sih, cuma ya gue gugup aja. Dosennya juga bilang tinggal dikembangin lagi aja."

"Gugup itu manusiawi, cuma kita-nya aja bisa ngendaliinnya atau nggak," kata Maven di sela-sela mengunyahnya. Mendengar itu, Rasen, Jaival serta Jayendra mengangguk setuju.

"Terus presentasi lo tadi gimana? Lo bilang di grup kalau lo gantiin lead marketing secara mendadak," tanya Jaival penasaran. Soalnya tadi di grup chat mereka, Maven menge-spam sampai-sampai Nartha menyalakan pesan yang hanya boleh dikirim oleh admin. Yup, adminnya Rasen, Hiran, dan Nartha.

Maven terkekeh kecil, "Sumpah deh, gue gugup setengah mati, anjir! Gue lagi santai-santainya makan mie, eh manajer marketing nyamperin gue buat gantiin presentasi. Gue langsung nggak mood buat makan!"

"Lo pada kalau liat ekspresi dia, pasti bakalan ketawa pake banget! Gue aja sampai perut sama pinggung ngilu, njir!" imbuh Rasen sambil tertawa kecil mengingat ekspresi Maven yang sangatlah kocak.

"Lo harusnya foto tadi, bang!" ucap Jayen sambil membayangkan bagaimana ekspresi Maven tadi.

"Oh! Gue foto! Nih!" Rasen langsung menyalakan ponselnya dan mencari foto Maven yang ia ambil tadi lalu menunjukkannya pada Jaival dan Jayendra.

[i] bimantara [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang