Hari-hari setelah Jayen pulang dari rumah sakit diwarnai dengan kebahagiaan yang menyelimuti keenam sahabat. Namun, di balik senyuman dan tawa mereka, ada satu sosok yang semakin menjauh dalam keributan-- Chandra. Sejak Jayen sadar, ia mulai menarik diri dari lingkungan yang dulu begitu akrab baginya.
"Eh, Chandra! Sini makan martabak! Ada rasa kesukaan lo, lho!" seru Nartha dengan senyum yang merekah. Namun, Chandra hanya tersenyum tipis dan menggelengkan kepala.
"Gue ada tugas, bang. Makasih tawarannya," jawabnya pelan sebelum melangkah menuju kamarnya, meninggalkan keenam sahabatnya yang saling pandang dengan kebingungan.
Mereka mencoba mengabaikannya, tetapi rasa curiga terus mengusik pikiran mereka. Semenjak itu, Chandra berangkat kampus naik motor sendiri dan pasti berangkatnya lebih awal. Hiran, yang biasanya berkerjasama menjahili yang lain dengan Chandra, merasa ada yang aneh.
Chandra tidak hanya menghindar, tetapi juga tampak berbeda, matanya kurang bersinar dan senyuman manisnya semakin jarang muncul.
Setiap kali mereka berkumpul, Chandra lebih memilih menyendiri. Ketika Jaival dan Hiran berusaha mengajaknya bermain game, ia hanya beralasan ada tugas lagi.
Dalam pikirannya, rasa iri dan kesepian menyelubungi jiwanya. Bagaimana tidak? Semua orang tampak berfokus pada Jayen dan perhatian itu mengalihkan perhatian mereka darinya.
Iya tau, Jayen belum sembuh total dan masih membutuhkan perawatan. Tapi, tetap saja.
Pagi kemarin, saat mereka berkumpul untuk sarapan, suasana terasa hampa bagi Chandra. Jayen duduk di tengah dengan senyuman cerah, sementara kelima lainnya mengobrol dengan riang.
Namun, Chandra hanya diam. Menguyah makanannya dengan tatapan
kosong. Hiran yang duduk di sampingnya merasakan kekosongan itu."Chandra, lo nggak mau ngobrolin tentang film yang kita tonton kemarin?" tanya Hiran, mencoba menghidupkan suasana.
Namun, tidak ada jawaban dari Chandra. Ia hanya menggeleng lemah dan melanjutkan makannya, seolah tidak mendengar.
Orang Chandra aja nggak ngeliat film-nya karena arah mata dia tertuju pada Jayen yang disuapi cemilan oleh Nartha.
Keheningan mengisi meja makan dan Maven, yang merasa tidak nyaman, mencoba menanyakan suasana hati Chandra. "Lo baik-baik aja, 'kan?" tanyanya, namun lagi-lagi tidak ada jawaban.
Rasen greget sekaligus sangatlah penasaran ikut bertanya, "Chandra, lo kenapa sih? Nggak ada suara sama sekali, biasanya lo cerewet."
"Iya, gue tau lo sebenernya pengen--"
Tring!
Garpu dilempar dengan kasar dan hampir mengenai tangan Jaival. Disitulah tapan kosong Chandra berubah menjadi dingin dan tajam, menjurus kearah tengah ujung meja makan-- Jayendra Saptana.
"Tau bacot nggak? Itu kalian. Bikin gue nggak mood makan, bangsat."
Derit kursi terdengar. Chandra mendorong kursi yang ia duduki dengan kasar. Kemudian pergi dari sana, meninggalkan ketegangan di meja makan.
"Abang... Chandra kenapa kayak gitu?"
bimantara.
Chandra menutup dan mengunci pintu kamarnya. Badannya meluruh ke lantai yang dingin, didetik itu juga air matanya mengalir.
Dia tidak ingin mereka tahu mengapa dirinya merasa terasing. Dia takut jika mereka tahu, persahabatan yang telah terjalin bisa hancur. Rasa iri dan kesedihan itu membuatnya terperangkap dalam kesunyian.
Selama 19 tahun hidupnya, ia merasakan kesepian yang mendalam. Meskipun semua fasilitas dan kebutuhan materialnya terpenuhi, cinta dan perhatian orangtuanya seolah-olah selalu menjauh darinya. Mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan dan ambisi masing-masing, meninggalkan anak tunggal mereka dalam kesepian yang mendalam
Dibalik kebisingan dunia luar, rasa kesepian itu terus menggerogoti pikirannya. Ia ingat bagaimana orangtuanya selalu absen dalam momen-momen penting dalam hidupnya. Setiap kali ia membutuhkan dukungan, mereka lebih memilih tenggelam dalam pekerjaan atau urusan masing-masing. Kasih sayang yang ia dambakan terasa jauh sekali.
Dalam benaknya, ia bertanya-tanya. Bagaimana bisa mereka merasa dicintai ketika dia sendiri merasa sendiri? Ia menginginkan perhatian dan kasih sayang yang sama, tetapi tidak tau bagaimana cara mengungkapkannya tanpa merusak suasana yang sudah ada. Tanpa merusak persahabatan mereka yang sudah terjalin satu tahun lebih.
Bagi Chandra, kesunyian adalah tempat pelarian, tetapi juga mengingatkannya akan ketidakmampuannya untuk mengungkapkan apa yang dirasakannya. Rasa takut kehilangan sahabat-sahabatnya semakin menambah beban di hatinya dan ia tidak tau bagaimana cara keluar dari kegelapan yang mengelilinginya.
Namun, didalam hati kecilnya, Chandra tau bahwa dia tidak bisa terus-menerus seperti ini. Suatu saat, dia harus berbicara-- bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk sahabat-sahabat yang selalu berjuang bersamanya.
bimantara.
chapter 18; to be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
[i] bimantara [SEGERA TERBIT]
Fiksi Remaja[ END; friendship, comedy ] NCT'Universe : 01【 위대한 영혼 】. 🎬 ft. NCT Dream. ── ❝ Dari awal tujuh, selamanya juga harus tujuh. Nggak boleh kurang atau nambah!❞ ✧ . . . 7 Pemuda dengan latar belakang yang berbeda tinggal bersama di salah satu kos-ko...