ㅡ O8. Day by Day.

225 65 20
                                    

Ini adalah hal yang sangat langka dalam dunia!

Dengan melihat pakai mata kepala sendiri dan indra pengecapannya, Chandra masih sangat tidak percaya apa yang barusan ia lihat dan rasakan.

Seorang Mavendra Abimanyu yang dikenal sangat payah dalam urusan dapur itu sedang bereksperimen menggoreng telur ceplok dan menyuruh Chandra untuk mencobanya.

Lumayan, tidak terlalu asin juga walau bentuknya sudah kayak scramble egg.

"Apakah ini termasuk tujuh keajaiban on the spot?" gumam Chandra yang masih terkejut.

Maven hanya tertawa kecil, “Gue udah bilang, gue bisa improve. Lo semua aja yang underestimate."

“Nggak, lo emang payah, bang.” Chandra menjawab jujur sambil menambahkan saus sambal ke telurnya. "Tapi gue kasih pujian lah, setidaknya makanan lo kali ini nggak bikin gue sakit perut sama demam."

Maven menyengir kesenangan, “Thank, beb. Lo selalu jujur banget. Makanya gue nyuruh lo doang buat feedback.”

"Yoi, brodi."

Tak lama, Hiran masuk ke dapur dengan bersiul kemudian ia tersentak saat melihat Maven sedang berusaha membalikkan telurnya. “Woi! Anjir! Chandra, ngape lo diem doang, tong?! Ntar dapur bisa keba--"

Chandra langsung menjejelkan telur yang setengah hancur di piringnya itu, "Gimana?"

Hiran menguyah dengan pelan dan ekspresi yang dibuat dramatis, "Anjir? Lo yang buat bang? Serius? Boong banget! Pasti Nartha 'kan?"

Maven menggeleng sambil senyum masam, “Gue yang buat, njir! Kagak percayaan banget lo.”

Hiran tertawa kecil, “Yaudah, gue kasih tiga dari lima bintang. Not bad for a rookie."

Jayen yang baru keluar dari kamar mandi melihat ke arah mereka dengan bingung, "Ada apa-- Bang Maven?! Lo masak?!"

Chandra langsung menjawab, “Sini kalau lo mau coba, tapi jangan berharap banyak.”

Jayen menatap isi piring itu ragu-ragu, “Gue nggak tau apa gue harus bersyukur atau takut.”

"Coba dulu makanya, bambang!" kata Hiran yang hendak menyuapi Jayen.

"Bang? Gue baru aja berak, jangan buat gue balik ke kamar mandi lagi."

"Ish! Cobain dulu! Ini yang baru, masih anget." Hiran langsung menjejelkan telur itu sampai Jayen tersedak.

"KOK MANIS SIH, ANJIR??!!"

"Oh, gue kebanyakan ngasih gula berarti..."

"SEJAK KAPAN TELUR CEPLOK PAKE GULA, MAVENDRA SUMANTOOO??!!"

bimantara.

Di ruang tengah. Rasen, Jaival dan Nartha yang paling damai. Duduk santai dengan memainkan ponsel masing-masing. Sampai pada akhirnya mereka bertiga menoleh secara bersamaan ke arah dapur saat mendengar teriakan yang membahana.

"Ribut mulu," kata Rasen sambil melihat ke arah Maven yang kabur dari amukan massal.

"Kayak nggak biasanya aja," balas Jaival.

"Tapi 'kan udah jarang," ucap Rasen dengan nada santainya namun Jaival dan Nartha yang mendengarnya tertohok.

"Yaudah sih, ah! Gue 'kan nggak tau!"

Nartha hanya bisa menggeleng kecil dan menghela nafasnya pasrah saat Maven mengumpat dibelakang punggungnya.

"Pantesan anjir! Enak tapi kok mandan manis. Ternyata..." Chandra menggeleng kecil, mengingat rasa telur tadi yang ia makan.

"Dikasih gula?" tanya Jaival. Hiran, Chandra dan Jayen kompak mengangguk.

“Bego, anying!” Rasen tertawa dan memukul pelan pundak Maven.

“Bang, kalau lo mau telur yang manis. Liat gue aja! Hahaha!” Jaival tertawa sendiri, sedangkan yang lain hanya saling pandang dengan ekspresi datar

“Nggak ada yang bilang lo lucu, bang,” Ini Jayen yang mengatakan. Agaknya, karena dekat dengan Chandra terus. Ia jadi blak-blakan.

"Awas aja lo, kagak gue pinjemin playstation lagi," ancam Jaival yang langsung membuat Jayen menciut.

"Canda, bang!"

"Omong-omong, enakan telur ceplok atau dadar?" Nartha mengintrupsi, ia tidak mau ada peperangan antara Jaival dan Jayendra.

“Telur ceplok lah! Klasik itu!” Hiran menjawab.

Classic but boring. Mending telur dadar yang fluffy!” Rasen menyela.

"Omelette, sih! Terkenal diluar negeri itu! Enak banget!" imbuh Jaival.

"Eh, di luar negeri, telur ceplok juga terkenal! Apalagi yang sunny side up," kata Hiran menambahkan, tidak mau kalah.

“Enak itu relatif, yang penting rasanya!” balas Rasen.

“Ya nggak lah! rasa dan penampilan itu penting! Emang l o mau makan telur dadar enak tapi gosong?”

"Enggak , lah! Yakali gue makan makanan gosong."

"Yaudah!"

“Tapi, gue tetep tim dadar!” lanjut Rasen bersikukuh.

“Jelas tim ceplok!"

"Ugh, gausah debat yang nggak penting! Tambah stress gue!" Nartha menggerutu sambil memijit keningnya.

"Iya! Mending kita bicarain tentang berita alien yang keliatan di australia kemarin!" celetuk Jayen sambil tersenyum senang, namun keenam abangnya malah menatapnya sangat datar.

"Lo asik, Yen. Asik sendiri."

"Kasian Jayen anjir dikacangin, mending kita pergi aja."

"Tega bener lo semua, bang!"

Keenam abang Jayen itu tertawa, meski perdebatan itu sepertinya tidak ada habisnya. Suasana menjadi ceria meskipun Jayen bercerita tentang alien membuat mereka stress.

Namun, di balik senyuman dan keributan itu. Tak ada yang menyadari bahwa keretakan kecil mulai menggerogoti persahabatan mereka.

bimantara.
chapter O8; to be continued.

[i] bimantara [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang