Pagi itu setelah sarapan, Chandra kembali ke kamarnya. Ia merasa hatinya berat, seperti ada sesuatu yang tak bisa diungkapkan.
Ketika pintu tertutup rapat, ia membenamkan wajahnya di bantal, merasakan kesedihan yang tak terdefinisi. Kenangan masa kecilnya kembali menghantuinya, mengingat betapa sulitnya ia bertahan tanpa perhatian dan kasih sayang orang tuanya.
"Chandra! Ayo main basket!"
"Iya, kita mau main basket, nih!"
Suara Jaival dan Hiran terdengar keras di luar kamarnya. Chandra hanya menjawab dengan ketidakpedulian. "Gue capek, bang! Banyak tugas! Lagian, gue nggak ada niat main!"
"Come on! Karena dari itu lo harus refreshing!" bujuk Hiran. "Lagian lo 'kan udah lama nggak main!"
Chandra menggerutu, "Ah, nggak mau ya nggak mau, bang!"
Mendengar jawaban itu, diluar kamarJaival dan Hiran saling pandang. Mereka tidak akan membiarkannya begitu saja.
Senyum jahil Hiran terbit.
"AAAA!! ABANGGG!! LEPASIN GUE!! GUE KAGAK MINAT!!"
Kini mereka sudah ada di lapangan belakang kos mereka. Jaival dan Hiran berhasil memaksa Chandra keluar dari kamarnya. Di lapangan, suasana terasa lebih ceria. Anak kos lainnya juga ikut menonton.
Jaival dan Hiran berusaha membuat Chandra terhibur.
"Kalo diliat-liat, bang Jaival sama bang Hiran yang bakal menang," celetuk Jayen sambil melihat pertandingan basket itu. Jaival Hiran melawan Chandra. Yup, 2 vs 1.
"Taruhan 50 ribu?" Rasen tersenyum miring. Maven, Nartha dan Jayen berpikir sejenak sebelum mengangguk setuju.
"Chandra bakal menang," lanjut Rasen.
"Jaival, Hiran, sih," imbuh Nartha. Maven dan Jayen mengangguk.
"Oke, kita liat aja."
10 menit berlalu, pertandingan itu belum berakhir. Tubuh mereka dibanjiri keringat, energi mereka terlalu penuh sampai membeludak. Skor saat ini dipimpin oleh Chandra dengan skor 9 dan Jaival Hiran mendapat skor 8. Satu skor lagi, maka Chandra akan menang.
Chandra berusaha melakukan lay up. Percobaan pertama gagal karena Jaival mengambil alih bola basketnya. Namun di percobaan kedua, Chandra berhasil melakukan lay up dan memasukan bola itu dengan kasar.
Bukan semangat yang ada di dalam diri Chandra. Namun, amarah yang tiba-tiba membara.
"Oke, duit mana?" Rasen mengadahkan tangannya, meminta uang taruhan karena pilihannya; Chandra menang. Dengan sangat terpaksa, Maven, Nartha dan Jayen memberi selembar uang limapuluh ribu rupiah.
"Lo bener-bener keren, Chandra!" puji Jaival sambil ngos-ngosan.
"Iya! Gue suka sama percaya diri lo! Apalagi lo lawan dua orang!" tambah Hiran dengan semangat meskipun ngos-ngosan juga.
Chandra hanya tersenyum tipis, tidak sepenuhnya tertarik pada pujian mereka.
"Woi! Sini minum dulu!" Teriakan Maven mengintrupsi. Akhirnya mereka bertiga menghampiri dan meminum sebotol air mineral sampai tandas. Setelah itu, mereka mengobrol banyak hal, dari yang nggak penting sampai nggak penting juga.
Disitu Chandra mulai merasa lebih santai dan tertawa lebih banyak walau ada sedikit paksaan. Jaival dan Hiran terlihat senang karena berhasil membuat Chandra sedikit ceria, meski ia tetap tidak sepenuhnya terbuka.
bimantara.
Malam harinya, sesudah mengerjakan tugas menganalisis keuangan negara. Chandra beranjak ke dapur untuk mengambil segelas air untuk melepaskan dahaga.
Namun, ia terkejut melihat Jayen sedang fokus bermain ponsel di meja makan. Chandra berusaha tidak peduli dan langsung membuka kulkas. Ia mengambil sebotol air mineral dan berencana untuk segera kembali ke kamarnya.
"Lo ngehindarin gue?"
Chandra berhenti melangkah dan diam sejenak.
"Nggak," jawabnya dengan singkat, berusaha untuk terlihat santai.
Jayen mengangkat alisnya, tampak tidak yakin. "Iya, lo ngehindarin gue sama abang-abang. Gue nggak ngerti kenapa menjauh dari kita."
Chandra sedikit menengokan kepalanya dengan lirikan yang... sinis (?). "Nggak ada apa-apa, Jayen. Gue cuma pengen sendiri. Itu aja."
"Cuma pengen sendiri atau lo ada masalah? Ceritalah, gue bakal dengerin dan sebisanya gue kasih solusi. Bukan kayak gini caranya, Chandra," ucap Jayen dengan suara lembutnya.
Chandra merasa tersentuh oleh kata-kata Jayen, tetapi ia berusaha tetap membatasi. Ia hanya diam sambil melihat ke depan kembali. Jayen mengangguk perlahan, seolah mengerti apa yang Chandra rasakan.
"Oke, kalau lo masih butuh waktu buat cerita. Tapi ingat, kita semua disini untuk saling mendukung, Chandra. Lo nggak sendirian," kata Jayen, mencoba memberikan semangat.
Chandra merasa terjebak antara ingin berbagi dan takut terbuka. Ia merasa bersalah, namun di satu sisi, ia sangat membutuhkan pengertian. "Ya, makasih."
"Iya, jangan merasa sendiri lagi, oke?" jawab Jayen dengan senyuman hangat walau Chandra tidak akan melihatnya.
Setelah percakapan itu, Chandra kembali ke kamarnya dengan pikiran yang berkecamuk. Ia merenungkan semua hal yang terjadi, rasa iri yang membebaninya dan betapa sulitnya untuk membiarkan orang lain masuk ke dalam hidupnya.
Chandra terbaring di tempat tidur, dia merenung. Apakah semua ini berharga? Apakah pertemanan dan rasa saling memahami dapat menyembuhkan luka-lukanya yang dalam? Dia merasa sedikit lebih baik, tetapi tetap ada rasa berat di hatinya.
"Masalahnya itu ada di lo, Jayen."
"Hah... Maaf..."
bimantara.
chapter 20; to be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
[i] bimantara [SEGERA TERBIT]
Teen Fiction[ END; friendship, comedy ] NCT'Universe : 01【 위대한 영혼 】. 🎬 ft. NCT Dream. ── ❝ Dari awal tujuh, selamanya juga harus tujuh. Nggak boleh kurang atau nambah!❞ ✧ . . . 7 Pemuda dengan latar belakang yang berbeda tinggal bersama di salah satu kos-ko...