ㅡ 12. If We Could Turn Back Time.

168 46 21
                                    

"Kalian telat setengah jam, lho! Ingat! Kalian ini karyawan bukan atasan!"

"Yang bilang atasan siapa, bego."

Agaknya Rasen masih kesal dengan tegura yang diberikan oleh asistennya si manajer marketing. Iya, dirinya dan Maven memang salah. Tapi, kata-kata teguran yang diucapkan lebih salah. Wanita itu malah bawa-bawa pribadi mereka berdua dan meremehkannya sampai tadi Rasen hampir saja meninju kalau ia tidak ingat kalau asisten itu adalah seorang wanita.

Hal itu juga membuat Rasen tidak mood dalam mengerjakan desain flyer yang akan disebarkan minggu depan. Namun, karena ini menjadi tanggung jawabnya. Mau nggak mau, Rasen mengerjakannya dengan setengah hati.

"Rasendriya." Panjang umur ㅡtapi Rasen pengennya pendek umurㅡ Wanita yang menjabat asisten manajer itu datang dengan beberapa lembar kertas. Tangan lentiknya menaruh lembaran kertas itu diatas meja kerja Rasen.

"Pak Jo ingin kamu membuat desain sesuai sketsa itu untuk iklan produk minuman terbaru. Kamu bisa mengerjakannya setelah desain flyer-nya selesai," jelas wanita itu sambil memperhatikan Rasen yang fokus meneliti sketsa itu.

"Oke," balas Rasen singkat lalu memutar kembali kursinya menjadikannya memunggungi wanita itu. Tanpa peduli wanita itu sudah meliriknya sinis dan pergi dari sana.

Pemuda itu kembali mencoba fokus membuat desain flyer-nya. Namun, fokusnya kembali terganggu saat ponselnya bergetar, menandakan ada panggilan masuk.

"Tumben," gumamnya saat melihat nama Chandra terpampang dilayar ponselnya. Segera ia menjawab panggilan tersebut.

"Halo, Chandra. Kenapa?"

Kening Rasen tampak mengernyit saat mendengar nafas Chandra yang tersenggal, langkah kaki yang cepat, serta suara sesuatu benda berat yang sedang didorong.

"Chandra?" ulang Rasen. Entah kenapa perasaannya jadi tidak enak.

"Abang! Bang! Jayen!"

"Iya, Jayen kenapa? Ketemu alien kah?"

"Jayen kecelakaan, bang!"

"Oh... HAH??!!"

bimantara.

Maven, Rasen serta Jaival berlari cepat saat sesampainya di rumah sakit. Mereka bertiga tidak peduli dengan pegawai atau pasien yang terganggu oleh suara langkah mereka. Yang terpenting, mereka ingin mendengar dan melihat kondisi adik mereka.

Laju lari mereka melambat dan berhenti ditengah jalan saat melihat Chandra yang duduk dengan tatapan kosong serta... Hiran dan Nartha yang beradu mulut.

"Kalau lo nggak nolak buat anter Jayen, dia nggak bakal kecelakaan, Na!"

"Gue udah bilang! Gue nolak karena gue lagi bikin video!"

"Banyak alasan lo, bangsat!"

Nartha mendekat dan mencengkram kerah baju Hiran, "Ya terus apa bedanya sama lo, hah?! Gue tau lo tadi cuma males-malesan di kamar ya, anjing!"

"Sok tau lo! Gue lagi ngerjain tugas!!" Hiran berteriak tepat didepan muka Nartha persis.

"Bacot anjing!" Satu pukulan berhasil Hiran dapatkan di sudut bibirnya dan mengeluarkan darah segar. Tak terima, Hiran pun membalasnya dengan meninju kuat tulang pipi Nartha sampai terdapat goresan karena terkena cincin yang Hiran pakai.

Cincin persahabatan mereka bertujuh.

"Bangsat lo!"

"Ngaca, anjing!"

[i] bimantara [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang