Chapter 52

50 12 2
                                    

Warning!

Suicide attempt scene
Ini cuma buat kepentingan cerita
Gak boleh ditiru atau dicoba
Ambil maknanya aja
Bijak-bijak dalam membaca

Happy reading my dears...

_____________________________________

"Why him?" Tanya Hala pada Diederrick setelah perjamuan.

Diederrick, "Gutama's the best choise that I can trust you with. Their son was really head over heels for you."

"You did know about what had happend before, right? And you still want me to get engage with him?" Hala kembali mengingatkan.

"Think about it as a bussiness engagement. Forget about the past and try to get along with Vincent soon," Diederrick.

Hala berteriak, "No! He was a scum! Rapist bastard! And that trash would never change!"

"No can do. The engagement will be held after your surgery. And the marriage a year after that. Thats final."

"You are sick!" Desis Hala setelah Diederrick meninggalkan kamarnya.

Hala memuntahkan seluruh isi perutnya yang tidak seberapa. Merasa begitu jijik dengan ayahnya, Vincent, juga dirinya sendiri. Kenapa harus Vincent? Menyebut namanya saja membuat Hala marah dan mual. Apalagi harus menjalin hubungan dengan si brengsek itu. Hala berpikir gila dengan melenyapkan Vincent di hari pertunangan mereka. Oh! Atau biar dirinya saja yang lenyap? Tidakkah itu akan lebih baik untuk semua?

Pemilik surai kecoklatan itu merendam tubuhnya dalam bak mandi. Mencoba menenangkan diri dan menata ulang pikirannya, mencari solusi.

Bara jujur sangat terkejut dengan keputusan ayahnya. Itu seperti Diederrick telah menjual Hala kepada Gutama untuk kepantingan bisnis mereka. Benar-benar tidak bermoral. Shafira juga sependapat. Wanita itu bahkan tidak mengetahui rencana gila apa yang telah disusun suaminya dengan mengorbankan Hala.

Tengah malam, Bara tidak dapat menahan diri untuk tidak menengok Hala. Jika itu dua atau tiga tahun lalu, adiknya pasti akan tantrum jika diperlakukan seperti ini. Sekarang jelasnya berbeda. Lebih tenang. Tapi Bara tidak tahu harus merasa senang atau takut karenanya.

Kamar Hala terbuka lebar untuk siapapun dapat memasukinya. Bara segera masuk untuk mendapati kekosongan di sana. Memeriksa kamar mandi, hanya bak penuh air meluber yang meyapanya. Mengamati lebih lama, jejak-jejak air yang menetes berceceran di karpet lantai menuju keluar. Bara mengikuti jejak tetesan air yang membawanya ke atap tertinggi kediaman Arden. Hala ada di sana, duduk di tepi dengan kedua kakinya bergoyang seirama dengan musik yang dibuat oleh hembusan angin tengah malam.

Bara memanggil Hala, meminta pemuda itu untuk segera kembali ke kamarnya. Atau setidaknya menjauh dari tepi yang berbahaya. Firasatnya tidak baik tentang tingkah adiknya. Hala menoleh dan tersenyum padanya. Itu adalah senyuman termanis yang Hala berikan padanya, tapi alih-alih senang, hati Bara sakit melihatnya.

"Gue udah mikir sampai kepala gue rasanya mau pecah," ucap Hala memulai, "tapi gue enggak nemuin solusi apapun."

Bara tidak tahu harus bagaimana menaggapi Hala. Ia hanya ingin menarik pemuda itu dari sana dan memeluknya. Tapi kakinya terpaku di tempat. Tidak mengizinkannya bergerak barang sedikitpun. Hala menopang tubuhnya untuk berdiri di tepian. Menatap langit gelap tanpa satupun bintang.

"Gue harus gimana, kak?" Tanya Hala pelan.

Bara sungguh tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan Hala. Tapi ia harus memgatakan sesuatu untuk membuat Hala menjauh dari sana, "kita bisa cari solusinya sama-sama, seperti sebelumnya."

Eyes that Only Looking at You [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang