Chapter 33

81 8 0
                                    

Hala mengeluarkan kepalanya dari air dalam bak mandi. Mengambil napas dan menyugar rambut basahnya. Ia meringis merasakan perih di telapak tangan kirinya. Dilihatnya luka goresan di sana dengan pipi bersemu merah jambu.

"You do know how to be sensual, Picasso," ucapnya dengan seringai.

Ingatan tentang kejadian sore tadi tidak bisa hilang dari dalam kepalanya.

Itu adalah waktu pertemuannya dengan Gavin di gedung kosong dua blok dari halte dekat sekolah, seperti kesepakatan yang telah mereka buat. Hala datang lebih dulu kemudian disusul oleh Gavin dengan membawa beberapa camilan dan minuman.

Namun kali ini agaknya mereka kedatangan tamu istimewa. Seekor kucing dewasa berbulu putih yang sangat menempel pada Hala.

Pemuda bersurai kecoklatan itu tidak begitu mengerti bagaimana kucing itu bisa sangat menepel padanya. Seingatnya, ia hanya memberi kucing itu makanan dan sisa susu strowberrynya, kemudian mengelus dagu si kecil itu.

Hanya karena hal kecil itu, membuat si kucing sangat protektif terhadap Hala. Hingga saat Gavin mendekat ia menancapkan cakarnya pada pemuda berkacamata dan menerjang penuh semangat ke arah Hala. Membuat pemuda bernetra coklat terjatuh.

Karenanya Hala dan Gavin berakhir dengan luka cakar dan gores di salah satu bagian tubuh mereka. Awalnya Hala tidak menyadari luka gores di telapak tangannya. Ia terlalu fokus membersihkan luka Gavin di bagian pipi dekat mata pemuda itu.

Gavin yang menyadari luka di telapak Hala. Dan meminta agar dia yang membersihkan luka tersebut. Namun yang terjadi berikutnya di luar dugaan Hala. Gavin menatap Hala dengan memohon. Namun ada sesuatu pada netra hitam itu yang membuat Hala menyeringai dalam hatinya. Hasrat. Pemuda tinggi itu menginginkan Hala.

Hala tentu ingin tahu seberapa besar Gavin menginginkannya. Jadi ia membiarkan pemuda tinggi itu melakukan apa yang dia inginkan. Gavin menuang air di telapak tangan Hala yang tergores dan mendekatkan wajahnya di sana. Mata pemuda itu menatap lekat netra coklat pemilik tangan.

Perlahan bibir Gavin mulai menyentuh telapak tangan Hala. Dari sentuhan, bibirnya berpindah memberikan kecupan-kecupan ringan dan kemudian berkembang menjadi jilatan. Hala merasakan jantungnya yang berdebar seperti kerasukan.

Rasa perih mulai menjalar ketika Gavin tidak lagi menjilatnya dengan lembut. Tangan pemuda tinggi itu juga mulai merambat ke lengan atasnya. Ia tampak sangat menikmati kegiatannya, melupakan semua yang ada di sekitarnya.

Hala memanggil Gavin, berharap pemuda itu berhenti sejenak. Karena jujur saja, pertahanan Hala mulai goyah. Itu tentu akan sangat buruk untuk Gavin. Karena itu Hala menghentikannya. Gavin nampak ketakutan dengan nafsu yang menguasainya, namun Hala juga melihat ada kekecewaan di sana.

Apa Gavin sangat menginginkannya? Apa pemuda itu benar sangat menyukainya?

"Kenapa lo enggak nembak gue, brengseeeekkk??" Teriak Hala di kamar mandi.

Pemuda bersurai kecoklatan itu kembali menenggelamkan dirinya dalam bak mandi. Dia tidak akan keluar dari kamar mandi sampai pikiran kotornya tentang pemuda tinggi berkacamata itu lenyap.

TOK

TOK

TOK

"Tuan muda, anda sudah berendam selama satu jam lebih. Apa anda-baik saja?!" Tanya Dirga dari luar kamar mandi.

Hala mendengarnya namun pemuda itu enggan untuk menjawab. Masih memilih untuk menenggelamkan tubuhnya.

"Kalau sampai lulus si brengsek itu enggak minta gue jadi pacarnya, awas aja! Gue yang bakal ngelamar lo, Gavin!! Lihat aja!"

BRAAKK

"WHAT THE-?!"

"Anda tidak apa-apa?!" Tanya Dirga cepat. Kekhawatiran tercetak jelas di wajah pria itu.

Dirga telah memanggil Hala beberapa kali namun karena tidak mendapat jawaban dari pemuda itu, sang supir merangkap asisten ayahnya itu berinisiatif untuk membuka paksa pintu kamar mandi. Hanya untuk mendapati wajah terkejut dan kesal dari tuan mudanya.

"Maaf, saya kira terjadi sesuatu-" belum selesai Dirga berkata, Hala dengan dingin menyela, "Keluar."

Dirga menurut, segera keluar dan menutup kembali pintu yang telah ia rusak itu.

"Brengsek!"

Lima belas menit setelahnya, Hala keluar dengan rambut dan tubuh yang masih basah. Pemuda itu mendecih melihat Dirga yang masih berdiri di depan kamar mandinya seperti seorang pelayan yang setia. Jika saja pria itu bukan orang suruhan ayah dan kakaknya, Hala mungkin akan sangat menyukai totalitas pria itu dalam bekerja.

"Lo ngapain masih di sini?! Keluar sana!" Ucap Hala dingin.

Dirga tidak menurut kali ini. Pria itu mendekat pada Hala dan memakaikan jubah mandi pada tubuh polos tuan mudanya.

"Anda bisa sakit jika berendam terlalu lama dalam air dingin," kata Dirga sembari mengeringkan rambut Hala dengan handuk. Pemuda bernetra coklat itu hanya membiarkan Dirga melakukan tugasnya. Dilarang juga percuma.

"Supir. Lo pernah enggak, tegang waktu mikirin seseorang?" Tanya Hala tiba-tiba.

Dirga berhenti dari kegiatang mengeringkan rambut karena terkejut. Matanya sedikit melotot dan rasanya ia juga tersedak udara. Pertanyaan macam apa yang baru saja tuan mudanya itu tanyakan?

Oh. Apakah pemuda rupawan itu lama di dalam kamar mandi karena-

"No. I wasn't touch myself," ucap Hala berkilah.

"Saya tidak mengatakan itu," jawab Dirga datar.

"Tapi lo mikir gitu, kan?"

"Tidak."

"Jadi lo pernah apa enggak?"

"Apa?"

"Sange!"

"Itu privasi."

"Anjing! Keluar sana!"

"Anda belum memakai baju."

"Gue bisa pakai sendiri!"

Setelahnya Hala mendorong tubuh besar Dirga keluar dari kamarnya. Menutup pintu itu dengan sangat keras. Tanpa Hala sadari, Dirga tersenyum melihat tingkahnya. Ah, tuan mudanya sudah dalam fase itu ternyata. Waktu cepat sekali berlalu.

Di dalam kamar, Hala yang telah memakai kaos dan celana, merebahkan dirinya di tempat tidur. Mencoba mengalihkan perhatian pada percakapan di grup pertemanan.

Ding

Hingga satu notifikasi pesan dari seseorang yang Hala tidak inginkan, masuk.

From BroShit
Dr. Ferdy just gave me a new prescription for you.

To BroShit
I don't care

From BroShit
I'm trying to help you, asshole!

To BroShit
I don't need your help

From BroShit
Then should I tell father about this?
You know what he'll do to you.

To BroShit
Just send them here

Hala melempar ponselnya ke atas nakas. Bara benar-benar menghancurkan suasana hatinya. Pemuda itu menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya. Dingin. Hala merasakan dingin yang tiba-tiba menjalar ke seluruh tubuh. Membuatnya meringkuk memeluk dirinya sendiri di dalam selimut.

"I'll be fine, mom. I promise."

***

Haii...
Apakah ceritanya makin ke sini makin ke sana?

Kalau ada yang mau dikeluhkan silahkan ya, dears...
Mungkin dari bahasanya yang agak kasar, atau typo, atau apa gitu...

Ya aku gak bisa perbaiki di cerita ini, karena draftnya udah rampung...
Tapi bisa itu bisa jadi masukan buat cerita-cerita selanjutnya...

See you in 'Chappter 34"

Eyes that Only Looking at You [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang