Chapter 11

164 10 0
                                    

Tidak ada yang membuat Gavin ingin meledak lagi selain melihat Vincent dan Hala yang semakin hari semakin dekat seperti perangko dan surat. Ini menyebalkan. Gavin tau dirinya bukan siapa-siapa untuk Hala, tapi tetap saja, setelah apa yang mereka lakukan waktu itu. Aargghh Jangan ingatkan Gavin lagi, atau bisa-bisa pemuda itu jadi gila.

"Vinc, lo sama Hala jadian aja, udah! Engap gue liatin kalian bikin momen terus tapi enggak official-official!" Celetuk Carla, salah satu gadis di kelas Gavin, yang ia tahu cukup dekat dengan lingkaran pertemanan Hala.

"Kalau kalian official, sekolah pasti gempar," sahut Diandra, gadis lainnya.

"Iya, bener. Ayo dong, jadian aja," dukung Ragil.

"Kalian yang pdkt, gue yang gemes tau, enggak?!" Sahut Ellise

"Gimana Hala? Rakyat lo minta kita official. Mau, enggak?!" Goda Vincent. Tangannya memeluk pinggang ramping Hala dengan protektif. Senyuman nakal terpatri di wajah tampan kapten basket yang sebentar lagi akan digantikan itu.

"Enggak," tolak Hala tegas. Pemuda itu bergeser sedikit dan bergerak untuk menyingkirkan tangan Vincent dari pinggangnya.

"Laaahhh kok gituuu??" Keluh Diandra.

"Iih, Hala enggak seru, deh!" Tambah Ellise

"Tau, nih!" Sahut Carla.

"Haha... Hala sok nolak, paling di hati dia teriak-teriak," ucap Beni. Sebenarnya dia hanya tidak mau suasana hati Vincent menjadi buruk karena candaan remeh seperti ini. Apalagi Hala jelas menolaknya tadi dan Beni tahu Hala serius.

"Udah-udah. Ganti topik aja, deh!" Kali ini Vincent yang mengalihkan. Suasana hatinya buruk. Hala menolaknya meski hanya bercanda dan pemuda itu tidak suka.

Gavin tidak ingin mendengar candaan sampah seperti itu lagi. Benar-benar merusak suasana hatinya. Ini baru hari pertamanya sebagai murid kelas XII. Namun sudah disuguhi pemandangan dan suara yang akan merusak harinya.

Pemuda berkacamata itu berdiri dan meninggalkan kelas dengan membawa buku latihan. Belajar akan membuatnya lebih tenang.

Itu yang Gavin pikirkan. Tapi pemuda itu justru berakhir di salah satu bilik toilet yang tidak terpakai. Letaknya antara perpustakaan dan gudang belakang. Siapa lagi pelaku yang membawanya ke tempat seperti ini jika bukan Hala. Sumber dari kegundahannya.

Gavin berniat untuk ke perpustakaan sampai bel masuk berbunyi. Namun baru saja ia akan menunjukkan kartu pelajarnya pada petugas perpustakaan, sebuah tangan menariknya keluar menuju toilet di pojok samping perpustakaan yang hampir tidak terlihat dari depan. Pemuda itu menutup pintu toilet, menguncinga dari dalam dan membawa Gavin memasuki sebuah bilik di paling ujung.

"What's with that face, Picasso?" Tanya Hala dengan suara sedikit serak. Terdengar seksi di telinga Gavin yang sedikit memerah. Hala menggukung Gavin dengan kedua tangannya. Membuat pemuda itu tidak bisa lari ke mana-mana.

"Wha-what face?" Tanya Gavin pura-pura tidak tahu.

"You know what I mean. Tapi kalau memang lo enggak mau cerita, ya udah," katanya sambil menyingkirkan rambut yang menutupi mata Gavin. Hala mengelus sedikit pipi pemuda itu sebelum membuka bilik dan berniat pergi.

Tapi Gavin lebih cepat. Ia menahan pintu bilik dan membawa Hala ke dalam kukungannya. Merubah posisi mereka. Kali ini Gavin menatap netra coklat Hala dengan sedikit frustasi.

Katakanlah Gavin itu sedikit 'problematik' jika menyangkut tentang Hala. Di satu sisi dia sangat menginginkan pemuda itu. Di sisi lain dirinya merasa tidak layak bahkan untuk sehelai rambut kecoklatan itu. Terlebih setelah penolakannya terhadap ajakan Hala di kamar pemuda itu dua minggu yang lalu.

Eyes that Only Looking at You [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang