Chapter 54 🔞🔞🔞

113 11 0
                                    

Warning!
Adegan dewasa 18+++
Adek-adek yang masih di bawah itu, minggir dulu ya...

_____________________________________

Gavin dan Hala menikmati waktu mereka di Pulau Dewata dengan sempurna. Gavin meminta cuti tambahan pada Celine selama tiga hari, agar dapat menikmati waktu bersama Hala lebih lama. Ibu dari dua anak itu mengumpat sepanjang berlangsungnya panggilan. Namun dengan sangat cekatan, surat cuti untuk Gavin langsung dibuatkan. Pencerminan sejati dari perkataan yang tidak sesuai dengan perbuatan, lain di mulut lain di hati.

Di pagi hari selama di Pulau Dewata, sepasang kekasih itu akan duduk bersama Gianna dan Marvel untuk menikmati sarapan. Setelahnya mereka akan pergi untuk berjalan-jalan, mengeksplorasi setiap keindahan yang dapat mereka temukan. Berbaur dengan penduduk lokal agar lebih mengenal budaya dan belajar tentang perbedaaan.

Bara bergabung dengan mereka dua hari setelah kedatangan Gavin. Pria itu datang dengan persiapan penuh untuk membawa Gianna dan Marvel bersamanya. Nampaknya, urusan keluarga Arden di Ibukota sebagian besar telah terselesaikan. Jika tidak, mana mungkin Bara akan bersama mereka sekarang? Menikmati sarapan bersama sebagai satu keluarga di meja makan, dengan pemandangan air laut yang berkilauan.

"Penerbangan jam berapa, dek?" Tanya Gianna sambil menuang air pada gelas putra dan mantan suaminya.

Hala menjawab di sela kunyahannya, "jam tiga, kak. Biar malam masih bisa istirahat. Gavin besok langsung kerja. Aku juga."

Bara menimpali, menatap Hala dengan serius, "Lo jangan lupa apa yang gue minta pas sampai di Ibukota."

"Hmm. Gue tau," jawab Hala.

Gavin menatap Hala dengan mimik bertanya dan pemilik surai panjang itu hanya memberikan senyuman, mengatakan dengan pelan, "nanti aku kasih tau."

Pria Diratja itu mengangguk mengerti kemudian melanjutkan memakan sarapannya. Hala dan semua yang ada di meja makan melakukan hal yang sama. Setelah sarapan, Gavin dan Hala menghabiskan waktu mereka di kamar. Mengobrol sambil membereskan barang bawaan. Membahas ini dan itu secara acak.

"Tadi di meja makan, apa yang Bara minta kamu lakukan?" Tanya Gavin setelah menutup resleting koper dan menguncinya.

Hala merebahkan dirinya di atas tempat tidur, bermalas-malasan sambil menjawab, "dia minta aku buat bantu nge-handle salah satu bisnis papa yang lagi krisis. Kamu tau DeArds Corp., kan?"

Gavin mengangguk, merasa cukup familiar dengan nama perusahaan itu. "Sebelum papa meninggal, perusahaan itu rencananya mau diakuisisi sama Gutama. Tapi Bara enggak rela, jadi sebisanya dia mau pertahanin DeArds."

Gavin, "Gutama? Gutama yang itu?"

Hala, "Yang itu."

Tsk. Lagi-lagi Gutama. Baik dulu maupun sekarang, Gavin merasa hidupnya tidak jauh-jauh dari Gutama. Apakah seperti dirinya dan Hala yang terikat oleh benang merah cinta pertama, ia juga terikat dengan Gutama? Jika iya, maka bisa jadi yang mengikat mereka bukan benang merah cinta pertama, melainkan tali tambang penuh dendam.

Hala menengok kekasihnya yang tiba-tiba saja terdiam. Alisnya tampak menukik tidak senang. Pria bersurai panjang itu tahu pasti alasannya.

"Kamu enggak perlu khawatir. Gutama, lima tahun terakhir ini bukan lagi penguasa pasar kayak dulu. Kalau dibandingin sama Diratja, mereka bukan apa-apa," ucap Hala.

Gavin, "Kamu tau bukan itu yang bikin aku enggak senang."

Hala, "I know. You wonder why our fate are revolving around them, am I right? Aku juga mikir gitu. Tapi balik lagi, dunia itu luas, tapi bagi sebagian orang juga enggak seluas itu. You know what I mean."

Eyes that Only Looking at You [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang