Extra 05. How It End

29 4 0
                                    

Ketika memutuskan untuk menikah dengan Gavin, Hala paham dan mengerti tentang segala konsekwensi yang akan mereka hadapi di depan. Selama dua tahun berlangsungnya masa pernikahan, semua berjalan baik-baik saja. Setidaknya sebelum pembahasan tentang 'anak' ada di antara mereka.

Hala bukannya tidak memiliki ide dalam kepalanya mengenai penambahan anggota muda dalam keluarga kecilnya. Namun memikirkan dan benar-benar melakukan adalah dua hal yang sangat berbeda.

Jika bukan karena acara pertemuan keluarga besar Diratja beberapa minggu lalu, Hala dan Gavin mungkin tidak akan terlibat dalam obrolan panas tentang anak. Membuat hubungan keduanya merenggang untuk sesaat.

"Aku berangkat dulu, ada kelas pagi," ucap Hala pada Gavin yang baru keluar dari kamar mandi.

Gavin menjawab singkat, "hmm," tanpa menoleh ataupun mengantar Hala seperti yang biasa dilakukannya.

Hala menghela napas, merasa perlakuan dingin Gavin padanya tidak akan berakhir dengan cepat. Pemilik surai panjang itu memeluk Gavin dari belakang sebelum benar-benar berangkat. Ia ingin suaminya tahu bahwa meski mereka sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja, mereka tetaplah sepasang suami yang saling mencinta.

"Muka lo kenapa ditekuk mulu dari tadi, Hal?" Tanya Saras, dosen di fakultas yang sama dengannya.

Hala menatap Saras sekilas kemudian menghela napasnya, "don't mind me. I shouldn't talk about it to anyone."

Saras mengedikan bahu, "ya udah kalau enggak mau cerita." Ia paham meskipun Hala mudah bergaul namun pria tampan itu tidak terlalu suka menceritakan urusan pribadinya pada siapapun. Tapi mungkin hari ini ada sekidit pengecualian.

"Ras," panggil Hala.

Saras menoleh dan Hala melanjutkan, "Boleh gue tanya?"

Wanita itu mengangguk, "tanya aja."

Hala, "gue ada temen. Dia udah nikah, jalan dua tahun. Beberapa minggu lalu mereka ada acara keluarga gitu. I don't know how it started but they end up in a heated conversation about having children. The one really wanted to have one. But the other was too afraid even just thinking about it. Gimana menurut lo?"

Saras berpikir sejenak, mencoba mencerna apa yang baru Hala utarakan padanya. "Jujur, itu sulit kalau baru diobrolin setelah nikah. Di satu sisi ada yang pengen punya anak, sementara lainnya enggak. Nanti kasian anaknya juga kalau salah satu orang tuanya enggak siap. Jadi menurut gue, sih, obrolin bener-bener dulu," jawab Saras.

Hala mengangguk. Itu adalah hal yang juga ia pikirkan. "Lo punya anak tiga, gimana rasanya?" Tanya Hala lagi.

Saras menghela napas, "capek banget," namun berikutnya matanya berbinar saat melanjutkan, "tapi capek itu selalu tergantikan sama rasa bahagia tiap liat perkembangan mereka. Apalagi itu pilihan gue sama suami sebelum kami nikah. Dan buat kami, anak-anak itu hadiah terindah yang Tuhan kasih buat melengkapi keluarga kecil kami."

Hala melihat bagaimana Saras terlihat begitu bahagia ketika membicarakan ketiga buah hatinya. Membuat iamerasa sedikit sakit di dada.

Dan seperti yang Saras sarankan, Hala akan mencoba untuk berbicara dengan Gavin tentang hal ini. Mungkin juga ia akan kembali mengalah seperti yang sudah-sudah.

Ya, itu jika Gavin mudah untuk diajak bicara.

Sudah lima hari Hala mengajak Gavin bicara namun pria Diratja itu selalu menghindar dengan berbagai cara. Dua hari terakhir Gavin bahkan menginap di kantor dengan alasan menyelesaikan pekerjaan. Membuat Hala sedikit kesal dibuatnya.

To Hubby:

Kamu pulang jam berapa?  Read

Eyes that Only Looking at You [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang