Chapter 19

115 9 0
                                    

Sekali lagi Gavin dapat membuktikan, bahwa dirinya memang layak menyandang posisi sebagai Chief Executive Officer. Masalah pelik yang baru-baru ini menimpa perusahaannya telah berhasil ia atasi. Meski dalam prosesnya ada beberapa yang harus dikorbankan, tapi seluruh rencananya berhasil membawa anak perusahaan Diratja Grup ini keluar dari krisis.

"You and your damn plan. Sekarang kita kayak balik ke dua tahun yang lalu. Mulai dari awal lagi," keluh Celine.

"Tidak terlalu awal. Dan untuk pulih tidak akan memakan banyak waktu. Karena yang tersisa di dalam masihlah yang terbaik," jawab Gavin.

Menyingkirkan tikus-tikus yang menggerogoti hasil panennya memang pekerjaan yang sulit. Ia juga harus menyingkirkan hasil panen yang telah digigit. Menyisakan yang masih baik dan menanam bibit baru.

Apa kita sedang berkebun sekarang?

"How's Miranda?" Tanya Celine keluar dari topik utama.

"She's good. I like her personalities," jawab Gavin santai. Itu memang benar. Bicara dengan Miranda tidak pernah membosankan, karena wanita itu pandai membawa suasana.

"You like her?"

"Yeah."

"Siap move on?"

"I haven't told you yet, right?"

"Told me what?"

Gavin menceritakan tentang Hala dan beberapa orang lainnya yang sekarang menjadi tetangganya. Bagaimana pertemuan mereka, apa yang mereka bicarakan, apa yang Gavin pikirkan, dan percakapannya dengan Miranda.

"I'm not surprised anymore. You two like the couple made in heaven," ucap Celine menerawang sesuatu yang entah apa.

"Lo bilang kebalikannya 15 years ago. Something like we didn't made for each other."

"Really?! Gue dan ingatan gue. The're against each other," jawab Celine dengan senyum konyol.

Kemudian wanita itu berubah menjadi serius lagi dan melanjutkan, "Gue bilang gitu, bukan berati gue setuju lo balikan sama Hala. He's so ignorant toward your feelings."

"Karena gue enggak pernah bilang apa-apa."

"Tapi lo rela ngelakuin apa yang dia mau. Jadi babunya! And your first kiss! Lo serahin sesuatu seberharga itu buat dia. Itu, kan, jelas banget!"

Itu benar. Dengan menyerahkan dirinya untuk melakukan setiap permintaan Hala, itu artinya Gavin sangat menyukainya. Namun pemuda bersurai kecoklatan itu tidak menyadarinya. Mungkin pemilik netra coklat itu sadar, hanya saja tidak ingin membahas atau menerimanya. Siapa Gavin waktu itu? Hanya seseorang yang berada di bawah kakinya.

*****

Hari di mana Hala menjalani masa skorsnya adalah yang terberat untuk Gavin. Bukan karena pria berkacamata itu terus merindukannya, -itu juga benar, sih- tapi lebih kepada penindasan terhadap dirinya yang baru saja dimulai.

Pagi ini, ia mendapati tempat duduknya penuh dengan sampah basah. Sangat menjijikkan sampai-sampai ia memuntahkan isi peerutnya setelah membersihkan.

Saat makan siang sendiri di tempat persembunyian, gudang belakang gedung olahraga, seseorang sengaja melemparinya bangkai tikus dari dari balik jendela gedung. Baunya membuat Gavin tidak tahan dan muntah untuk kedua kalinya.

Baru saja ia selesai memuntahkan isi perutnya, pintu bilik kamar mandi yang ditempatinya dikunci dari luar dengan ganjalan entah sapu atau pel. Sulit sekali dibuka. Gavin berpikir untuk keluar lewat atas saja. Ia cukup tinggi. Dengan menaiki toilet duduk, memanjat sedikit dan melompat turun tidak akan terlalu menyakitinya. Ia hanya perlu menunggu para perundungnya keluar.

Eyes that Only Looking at You [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang