Chapter 45

60 9 0
                                    

Ingatan Hala begitu buram dan acak saat Gavin menggendongnya menuju ke rumah sakit, sesuai permintaanya. Yang pemuda itu tangkap hanya waktu itu ia sangat menginginkan Gavin untuk menyentuhnya. Namun sepersekian detik kesadarannya kembali, ia menolak setiap ide itu dan memilih ke rumah sakit.

Satu hal yang Hala syukuri dengan terlahir sebagai putra seorang jaksa adalah, tentang bagaimana mengubah setiap situasi menjadi sebuah bukti yang dapat menguntungkannya. Saat mengalami pelecehan dan kekerasan seperti ini, Hala berpikir cepat untuk meminta visum pada dokter yang memeriksanya waktu itu.

"They gave me aphrodisiac." Hanya berbekal satu kalimat itu, dokter yang memeriksanya mengerti apa yang harus dilakukan.

Hala tidak lagi bisa peduli dengan Gavin yang menunggunya dengan cemas. Untuk dirinya sendiri saja Hala sudah sangat kesulitan.

Rasa sakit di beberapa bagian tubuh membuat Hala terbangun dari tidur singkatnya. Merasakan tangannya digenggam erat oleh seseorang, Hala sedikit menoleh untuk mendapati pemuda berkacamata tengah tertidur cukup lelap di samping ranjangnya. Pemilik surai kecoklatan perlahan membawa tubuhnya dalam posisi duduk. Memperhatikan wajah tertidur Gavin lamat-lamat.

Dahi dan kedua alis pemuda itu nampak berkerut. Seperti tengah bermimpi buruk. Mungkin juga terlalu khawatir dan terkejut atas apa yang baru disaksikannya. Hala juga cukup merasa bersalah, karena Gavin tidak seharusnya berada di sana.

Hala telah memiliki rencana sejak Vincent menawarinya sebuah kesepakatan saat di gudang belakang gedung olahraga. Ia memperhitungkan setiap kemungkinan yang akan terjadi setelahnya. Menjebak Vincent dengan jebakannya sendiri. Namun kehadiran Gavin di luar rencana. Benar-benar tidak terduga.

Dulu Hala pernah memberitahu Gavin di awal mereka melakukan pertemuan rahasia, jika salah satu terlambat atau tidak datang lebih dari tiga puluh menit waktu janjian, itu artinya pertemuan dibatalkan. Hala mengatakan itu untuk berjaga-jaga. Barangkali salah satu dari mereka memiliki urusan penting secara tiba-tiba dan tidak dapat menghubungi pihak lainnya. Meski kecil kemungkinan terjadinya, bukan berati faktor itu tidak ada.

Jadi untuk menemukan Gavin yang berada di Gedung X untuk menolongnya, Hala tidak tahu harus berkata apa. Senang, tentu saja. Siapa yang tidak senang jika pemuda yang disukai menolongnya. Namun ia khawatir akan menempatkan Gavin dalam posisi sulit di kemudian hari. Vincent hanya sampah bagi Hala. Namun keluarga Gutama beda cerita.

"I'm really in a big problem this time."

Hala menarik pelan tangannya yang digenggam Gavin, membawanya untuk mengusap dahi berkerut pemuda itu. Pemilik surai hitam yang tengah tertidur merasakan usapan lembut di dahinya, dan genggamannya kosong. Segera membuka mata untuk menemukan Hala duduk sambil memandanginya.

"It's almost midnight. You have to go home," ucap Hala lembut.

"Tapi lo gi-gimana?" Tanya Gavin cemas.

"I'll call my brother to pick me up."

Gavin masih terdiam seperti tidak rela meninggalkan Hala sendirian di rumah sakit. Hala menyadari hal itu dan meminta pemuda itu untuk menuruti perintahnya. Pemuda berkacamata itu tentu tidak akan bisa menang melawan permintaan Hala. Jadi dengan berat hati ia bersedia pulang.

"You really dig your own grave right now, you know that?" Ucap Bara yang baru saja memasuki unit brangkar sang adik.

Hala tengah bersiap untuk keluar dari rumah sakit saat pria itu tiba-tiba datang. Saat mengatakan pada Gavin bahwa ia akan menghubungi kakaknya, Hala hanya berbohong dengan maksud mengurangi kekhawatiran pemuda berkacamata. Namun tidak disangka Bara benar-benar ada di hadapannya sekarang.

Eyes that Only Looking at You [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang