Never Ending
by Poetry Lune
Gadis itu menutup pintu cafe dan menguncinya. Berjalan sendirian di jalanan malam yang dingin saat ini. Suasana yang sepi membuat bulu kuduknya berdiri. Berharap ia segera sampai di rumah. Arora Elania, gadis berumur 18 tahun itu tampaknya tidak dibiarkan untuk tenang. Sebuah mobil dan motor yang berlawanan melaju kencang di depannya. Arora terperanjat kaget dengan mata terpejam erat. Bunyi dentuman keras memekakkan telinga. Membuat detak jantungnya berdebar sangat cepat. Gadis itu kembali membuka matanya.
Arora terdiam di tempat. Melihat mobil hitam yang menabrak tadi melaju pergi begitu saja tanpa rasa bersalah sedikit pun. Ia segera berlari menuju seseorang yang tergeletak di aspal dengan kondisi motor hancur. Sial, Arora merinding melihat darah yang mengalir dari kepala laki-laki itu.
"Akh kok jadi gini sih? Mau pulang juga susah banget ya Allah! Ini gimana?"
Menatap sekeliling jalanan sepi tanpa adanya orang yang lewat. Arora lantas membuka ponsel dengan tangan dingin gemetar. Menghubungi nomor darurat ambulan.
"Ada kecelakaan di Jalan Merpati No. XII. Bisa tolong cepat? Saya cuma sendiri di sini, luka korban kayaknya juga parah. Tolong cepet ya!"
"Telponnya jangan dimatikan mbak, kami segera ke sana!
Arora tanpa sadar mengangguk. Gadis itu terus-terusan melihat sekelilingnya cemas. Ia tidak berani mendekati laki-laki asing itu. Saat ini ketakutan menyebar di seluruh sel-sel darahnya.
Tak berselang lama, bunyi sirine ambulan yang mendekat membuat Arora bisa kembali bernapas lega. Dan ia lantas mematikan panggilan tersebut. Para medis itu segera membawa sang korban masuk ke dalam ambulan. Seorang polisi pria menghampiri Arora.
"Anda keluarganya?"
Arora menggeleng. "Bukan, saya cuma kebetulan lewat."
"Apa anda mengingat nomor plat motor pelaku?"
Arora lagi-lagi menggeleng. "Saya nggak ingat, jalanannya juga lumayan gelap, jadi nggak kelihatan jelas. Tapi dia pake mobil avanza hitam. Saya juga nggak ingat siapa yang nabrak duluan. Mereka bawa motornya kenceng. Cuma itu yang saya tau."
Polisi itu mengangguk. "Baik, anda boleh ikut saya untuk laporan kejadian saat ini."
Arora mengerjap. "Nggak bisa saya langsung pulang Pak? Nanti saya dimarahin belum pulang ke rumah."
"Mohon untuk kerja samanya."
Arora menghela napas pasrah. Gadis itu akhirnya ikut pergi menggunakan mobil polisi. Ia berdoa semoga saat pulang nanti pintu rumah belum dikunci.
Setelah menghabiskan waktu lumayan lama, Arora keluar dari kantor polisi. Matanya melihat sebuah rumah sakit yang berada diseberang jalan. Ia tampak berpikir. Haruskah ke sana untuk melihat kondisi orang yang ia tolong tadi? Atau haruskah ia memutar arah untuk pulang?
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Ending
Teen Fiction"Kiss me." Arora menggeleng. "No." "Why?" "Karna..." Arora menggantung ucapannya, membuat Marshel mati penasaran. "Pipi kamu bekas bibir cewek lain." Arora Elania, remaja SMA tingkat akhir itu tidak pernah menyangka takdir akan mempertemukannya kemb...