Never Ending
by Poetry Lune
Matahari perlahan naik membius jendela kamar. Mengusik tidur lelap laki-laki satu ini. Ia mengerjap saat matanya terbuka merasa sedikit perih akibat cahaya yang menusuk. Marshel berdeham menyahut ketukan pada pintu kamarnya. Tanpa berpikir kalau mungkin suaranya tidak terdengar keluar.
"Bang, jadi ngampus nggak? Temen lo dateng nih!" Airin, gadis itu sudah mengenakan seragam sekolahnya rapi. Hanya tinggal berangkat ke sekolah bersama Akang.
Helaan napas kesal ia hembuskan. Berjalan lunglai menuju ke arah pintu dan membukanya. Menatap Airin dengan muka mengantuk. "Lo mau pergi sekarang?" Suara serak nan dalam menyapu indera pendengaran Airin, kemudian mengangguk. "Ya udah, gue siap-siap dulu." Belum sempat gadis muda menjawab, Marshel kembali menutup pintunya. Dengan malas ia melangkah ke kamar mandi.
Airin memutuskan untuk turun ke bawah. Matanya menyapu seluruh ruangan, sampai menemukan sekumpulan laki-laki duduk di sofa seraya bermain ponsel.
"Mau berangkat, Rin?"
Airin memalingkan wajah ke arah orang yang melemparinya pertanyaan, Aksa. "Iya. Bang Marshel lagi siap-siap katanya. Gue luan ya, Kak!" Melambaikan tangannya kemudian berlalu pergi dari sana.
Tak berselang lama selepas gadis muda itu pergi, Marshel datang menghampiri. Ia memakai sweater polos abu-abu dan celana hitam dipadu sneakers putih. Sepasang manik yang mengarah pada mereka sekilas.
"Lemes amat muka lo! Napa sih?" Aiden berdiri di sebelah Marshel. Mereka berjalan beriringan keluar dari rumah.
Marshel bersuara tanpa minat. "Males gue."
"Bolos aja?" celetuk Aksa tanpa beban membuatnya mendapatkan pukulan telak dari Bara. Aksa meringis pelan, menatap Bara kesal.
Ketika di luar rumah, Marshel naik ke atas motor sport hitam Yamaha YZF R25 ABS. Aiden dan Aksa menaiki motor sport mereka sendiri, sementara Bara berangkat menggunakan mobil.
Motor dan mobil itu memasuki pekarangan Universitas Bumi Aksara. Keduanya parkir di gedung Fakultas Seni Rupa dan Desain, sementara Aksa dan Aiden yang berpisah dengan mereka tadi memasuki parkiran Fakultas Teknik. Kedatangan Marshel bersama Bara menyita perhatian mahasiswa dan mahasiswi di sana. Laki-laki yang mendapat perhatian itu sama sekali tidak peduli pada sekitarnya. Ia hanya mengikuti Bara dari belakang.
"Mereka di mana?"
"Siapa?" Bara menoleh sekilas.
"Aksa sama Aiden."
"Oh, arsitektur."
Keduanya tak lagi mengobrol setelah masuk ke dalam kelas. Bara menunjuk kursi pojok paling sudut di belakang dekat jendela, mengisyaratkan untuk duduk di sana. Marshel menurut tanpa bertanya lebih lanjut. Bara sendiri duduk tepat di depan Marshel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Ending
Ficção Adolescente"Kiss me." Arora menggeleng. "No." "Why?" "Karna..." Arora menggantung ucapannya, membuat Marshel mati penasaran. "Pipi kamu bekas bibir cewek lain." Arora Elania, remaja SMA tingkat akhir itu tidak pernah menyangka takdir akan mempertemukannya kemb...