Never Ending
by Poetry Lune
Kakak beradik itu sedang dalam perjalanan pulang ke rumah menggunakan mobil mewah Toyota Alphard yang dikendarai oleh sopir mereka. Mobil itu memasuki pekarangan rumah putih bertingkat dua. Airin keluar lebih dulu bersama Marshel.
"Kang, barangnya tolong dibawa ke dalem." Akang mengangguk, mengeluarkan barang-barang dari bagasi mobil dan membawanya masuk.
Marshel, laki-laki itu melihat sekeliling kawasan rumah. Terasa sepi dan teduh. Tubuhnya terhuyung ke depan saat Airin tanpa aba-aba menariknya.
"Ayo!"
Di dalam, tatapan Marshel tertuju pada sebuah foto keluarga besar yang terpajang di dinding ruang tamu. "Orang gila kerja." Satu kalimat yang meluncur dari bibirnya tanpa bisa ia tahan.
"Bang?" Ada ekspresi terkejut dari Airin mendengar ucapan Marshel barusan. Laki-laki itu berdeham canggung, menghindari kontak mata dengan Airin.
"Mereka siapa?" tanya Marshel mengalihkan topik. Tanpa dijawab pun ia sudah tahu, siapa orang dibalik foto itu.
"Mama sama Papa." Airin tersenyum miris, melipat tangannya di depan dada. "Kayak yang lo bilang, mereka gila kerja. Papa nggak pernah pulang dari bulan kemarin. Mama pulang sebentar waktu denger lo kecelakaan. Abis itu pergi lagi, padahal anaknya belum sadar."
"Ke mana?"
"Nggak tau." Suasana hatinya jadi buruk membahas tentang orang yang disebut-sebut sebagai orang tua itu. Ia berbalik, melihat Marshel dari samping. "Kita sebagai anak aja nggak tau mereka kerja di mana."
Marshel terdiam. Gejolak aneh yang timbul perlahan memenuhi dadanya. Rasa amarah dan kebencian yang tidak bisa dimengerti.
"Kamar kita di atas, kamar lo di sebelah kamar gue. Oh iya, Papa udah beliin hp baru, katanya ditaruh di kamar, motor lo juga udah diganti."
"Oke, gue ke atas dulu."
"Kalo ada apa-apa panggil gue ya, Bang."
Marshel mengangguk. Menepuk kepala Airin pelan lalu pergi ke atas menuju kamarnya. Gadis muda itu tersenyum samar atas perlakuan Marshel yang sedikit demi sedikit mulai terbuka. Berharap suatu hari nanti hubungannya dengan Marshel bisa kembali seperti dulu.
Sementara itu di dalam kamar, Marshel menatap ruangan bernuansa putih biru. Begitu banyak lukisan dan gambar abstrak yang terpajang di dinding. Ia berjalan pelan menuju balkon. Ada bahan dan peralatan melukis tersusun rapi di atas meja gantung, juga sebuah kanvas kosong terpajang di sudut balkon.
Laki-laki itu menunduk, termenung melihat kedua tangannya. Keterikatan yang kuat akan lukisan itu seolah memintanya untuk kembali bermain dengan mereka. Pikirannya terputus sejenak selagi matanya menangkap kotak ponsel dia atas meja. Marshel lantas membukanya dan menyetel ponsel Samsung S23 Ultra 5G berwarna hitam tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Ending
Teen Fiction"Kiss me." Arora menggeleng. "No." "Why?" "Karna..." Arora menggantung ucapannya, membuat Marshel mati penasaran. "Pipi kamu bekas bibir cewek lain." Arora Elania, remaja SMA tingkat akhir itu tidak pernah menyangka takdir akan mempertemukannya kemb...