Never Ending
by Poetry Lune
Laki-laki bermata cokelat muda menarik kursi dan duduk di sebelah Aiden. Tak pernah lepas memandangi gadis yang sibuk bekerja. Pikirannya kosong. Bahkan hatinya ikut merasa kosong. Tapi kenapa? Apa yang harus ia lakukan untuk mengisi kekosongan ini?
"Lo mikirin apa?"
Marshel menggeleng menjawab Aiden. "Nggak ada."
"Udah nganterin Arora pulang, dateng ke tempat dia kerja, masih juga lo kek orang lesu gitu!" celetuk Aksa. Airin menoleh ke arahnya mendengar kabar terbaru.
"Bang Marshel jemput Kak Rora? Emang sekolahnya di mana?"
"Bumi Aksara, deket sama kampus."
Lagi dan lagi, Airin dibuat terkejut dengan fakta kali ini. Ia tertawa pelan. Yang benar saja? Mereka sungguh sedekat itu dengan Arora. Apa takdir memang sengaja mempertemukan mereka begini? Kalau dipikir-pikir, sejak awal mengenal tak ada satu pun yang tahu bagaimana wajah masing-masing. Mungkin, itu sebabnya Marshel dan yang lain tidak pernah bertemu Arora atau--pernah bertemu tapi tidak tahu.
"Monyet! Minum gue napa lo yang abisin!" Aiden menampar pipi Aksa kesal. Jengkel setengah mati melihat gelas miliknya sudah kosong.
Aksa mendelik sinis. "Alah kek bayar aja lo di sini!"
"Gue bayar ya!" sentak Aiden marah.
"Kan lo yang punya, ngapain bayar?"
Kalimat barusan memicu amarah Aiden sampai meluap-luap. "Bapak gue yang punya!" Mengapit leher Aksa kuat di antara lengannya.
"Adoh! Iya-iya sorry! Ampun! Woi!"
Airin melirik Marshel yang hanya diam saja. "Bang, temen lo, tuh!"
Marshel menatap ke arah keduanya tanpa minat. "Bukan."
"Nggak malu diliatin orang? Berantem di luar aja, sana! Kek bocah!" sindir Airin membuat Aiden sadar dan melepaskan Aksa kasar.
"Airin cantik nggak boleh marah-marah!" Aksa tersenyum menggoda.
"Idih najis!" Gadis itu memutar bola matanya malas meladeni gombalan Aksa yang tidak ada habisnya.
Arora melihat jam dinding yang menunjukkan pukul lima sore. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Ia lantas menghampiri meja Marshel dan teman-temannya.
"Kak Marshel, masih sore gini nggak mau balik aja?"
Sebelah alis laki-laki itu terangkat. "Ngusir?"
"Enggak sih, tapi ngapain kamu di sini lama-lama?"
"Aku males di rumah." Mengalihkan atensinya pada sang adik. "Rin, kalo mau pulang bilang biar gue anter." Airin mengangguk.
Aksa menyindir mereka dengan halus. "Panggilannya udah berubah jadi aku-kamu, toh!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Ending
Ficção Adolescente"Kiss me." Arora menggeleng. "No." "Why?" "Karna..." Arora menggantung ucapannya, membuat Marshel mati penasaran. "Pipi kamu bekas bibir cewek lain." Arora Elania, remaja SMA tingkat akhir itu tidak pernah menyangka takdir akan mempertemukannya kemb...