Never Ending
by Poetry Lune
"Ra, lo mau ke tempat Marshel?" Gadis berambut panjang bertanya seraya keluar dari kelas beriringan bersama sang sahabat.
Arora melirik jam di ponsel menunjukkan pukul sepuluh pagi. Mereka sedang melaksanakan UTS, oleh sebab itu dipulangkan lebih cepat dari pada hari biasa. "Iya, Kak Marshel kayaknya udah pulang juga."
"Kenapa nggak dia aja yang ke sini?"
"Gue pengen ke sana sekali-kali."
Mata Kayza menangkap seorang laki-laki bertengger manis di atas motor sport Kawasaki Ninja 250R berwarna hitam. "Kak Aiden jemput gue. Luan ya, Ra!"
Belum sempat Arora menyahut, gadis itu berlari ke arah sang pacar. Sementara yang ditinggalkan hanya mampu menggeleng tak heran. Ia juga segera pergi begitu mendapatkan taksi.
Kaki jenjangnya melangkah memasuki pekarangan Universitas Bumi Aksara. Matanya meninjau seluruh tempat yang luas ini. Senyumnya terbit tatkala melihat seseorang. Ia berlari pelan hendak menghampiri. Namun, langkahnya memberat seiring kejadian tak terduga terjadi.
Lauren mengerutkan dahi melihat Marshel diam tak merespon. Padahal ia sudah bicara sampai mulutnya terasa berbuih. "Marshel lo dengerin gue nggak?"
Marshel berdeham singkat. Kekesalan Lauren meningkat. Sesuatu menghasutnya melakukan hal gila. Ia berjinjit, mengecup pipi Marshel dalam sekejap. Sama sekali tak merasa bersalah, ia justru menyengir. "Hehe, abisnya lo ngeselin!"
Laki-laki bermanik cokelat memandang jijik Lauren. Menghempas kasar perempuan yang sejak tadi mengusiknya.
"Akh!" Perempuan tersebut meringis. Tangannya terasa perih akibat bergesekan dengan keramik kasar. Marshel tak tanggung-tanggung mendorongnya sampai ia jatuh terduduk.
"Murahan!" Tatapan bengis yang dilayangkan Marshel membuat Lauren tersentak.
Kedua orang itu menyadari seseorang mendekat. Tatapan mereka teralihkan pada seorang gadis. Gadis berambut sebahu terdiam, sedikit emosi terkejut terlintas di matanya. Lauren menoleh ke arah Marshel, sadar akan garis wajah laki-laki itu yang melembut.
"Arora." Ia berlari kecil menghampiri gadisnya tanpa peduli pada Lauren.
Arora tersenyum kaku. Melirik ke balik punggung Marshel. "Aku nggak ganggu, 'kan?"
Dahinya berkerut tak suka. "Pertanyaan kamu, ganti." Tahu Arora tak mendengarnya dan justru melirik ke belakang, ia mendorong gadis itu menjauh dari Lauren.
Sementara Lauren, mengepalkan tangannya emosi, kepalanya tertunduk dalam. Setelah dipermalukan seperti ini, berani-beraninya ia ditinggalkan begitu saja. Kebenciannya meluap kala mengingat wajah Marshel berubah ketika melihat Arora. "Fuck!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Ending
Teen Fiction"Kiss me." Arora menggeleng. "No." "Why?" "Karna..." Arora menggantung ucapannya, membuat Marshel mati penasaran. "Pipi kamu bekas bibir cewek lain." Arora Elania, remaja SMA tingkat akhir itu tidak pernah menyangka takdir akan mempertemukannya kemb...