Never Ending
by Poetry Lune
Di salah satu ruang perawatan rumah sakit Jakarta, ada gadis muda membereskan barang milik sang kakak. Ini hari terakhir laki-laki itu menginap. Dokter Anindya memperbolehkannya pulang setelah melakukan terapi pagi ini.
Kelihatannya laki-laki bermata cokelat muda hendak mengatakan sesuatu. Ia berdeham canggung. "Airin." Pergerakan gadis muda itu terhenti, menoleh ke arah sang kakak. "Sorry soal kemarin."
Airin tersenyum tipis. "Nggak apa-apa kok Bang, gue ngerti." Selesai dengan tugasnya, lalu duduk di kursi sebelah ranjang pasien. "Hari ini temen-temen lo mau dateng."
Dahi Marshel berkerut. "Temen?" Airin mengangguk.
Bunyi ketukan pintu mengalihkan perhatian mereka. Tiga orang laki-laki masuk ke dalam. Marshel memperhatikan mereka serius. Wajah-wajah asing yang sedikit pun tak dikenalnya.
"Takut banget diliatin Marshel." Aksa, laki-laki tengil itu bersembunyi dibalik pundak Aiden.
"Apasih anjir! Sana lo anak alay!" Aiden, laki-laki sinis dan pemarah itu bergidik ngeri, berjalan menjauh dari Aksa.
Bara, laki-laki pendiam yang tak ingin ikut campur kegilaan mereka berdiri di sebelah Marshel. "Gimana keadaan lo?" Marshel terdiam sesaat, lalu mengangguk. Namun ia belum melepaskan tatapan penuh tanya pada ketiga orang itu. "Bara," ujarnya tahu maksud dari kebingungan Marshel.
"Gue Aksa, calon suami Airin." Menyugar rambutnya ke belakang. Airin menggeleng cepat saat Marshel menatap ke arahnya curiga.
Tatapan Marshel beralih pada laki-laki jutek di depannya. "Aiden."
Airin menatap mereka bertiga bergantian. "Kalian ke sini emang nggak ngampus?"
"Gue sama Aiden dosennya nggak masuk." Aksa mengedikkan bahunya menatap Bara. "Nggak tau kalo Bara."
Bara menyahut enteng. "Bolos."
Aksa menggerakkan jari telunjuknya ke kanan dan ke kiri sambil berujar. "Tidak patut untuk ditiru ya teman-teman." Tidak bertahan lama wajah sok polos itu dihantam oleh telapak tangan besar Aiden.
"Bacot!"
"Besok lo udah bisa ke kampus." Bara berujar pada Marshel tanpa peduli dengan pertikaian dua laki-laki itu. Marshel termenung, ucapan Bara menjadikan banyak hal bersarang di kepalanya. Kuliah? Seperti apa ia akan menjalaninya tanpa ingatan sedikit pun?
Airin memperhatikan gerak gerik kakak laki-lakinya itu lalu bersuara pelan. "Bang, lo masih mau istirahat dulu?" Laki-laki itu menggeleng menjawab Airin. Hanya duduk diam tanpa melakukan apapun juga membosankan baginya. Mungkin lebih baik ia menghadapi apa yang akan terjadi nanti.
***
Gadis itu melangkah masuk ke dalam sebuah kafe bernama Coffee Cozy. Sesuai dengan namanya, kafe ini terletak di kawasan perumahan, dipenuhi pepohonan dan taman hijau, kafenya tidak terlalu besar, namun di dalam terlihat sangat tenang dan nyaman bernuansa retro. Dan biasanya banyak anak muda yang sering mampir ke tempat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Ending
Novela Juvenil"Kiss me." Arora menggeleng. "No." "Why?" "Karna..." Arora menggantung ucapannya, membuat Marshel mati penasaran. "Pipi kamu bekas bibir cewek lain." Arora Elania, remaja SMA tingkat akhir itu tidak pernah menyangka takdir akan mempertemukannya kemb...