3. Someone Who Help You

11 3 0
                                    

Never Ending

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Never Ending

by Poetry Lune

Setiap detik yang berlalu tanpa disadari memupuk harapan setinggi angan. Setiap harinya ia selalu datang untuk menjenguk laki-laki itu. Hampir setiap malam, hanya berbekal harapan bahwa suatu saat nanti mata itu akan terbuka. Di sini, gadis itu sedang memandangi seseorang yang terbaring di atas ranjang pasien.

"Udah seminggu, kapan lo mau bangun? Jangan bilang jiwa lo mau kabur juga dari gue." Arora menghela napas panjang, kepalanya tertunduk seraya memejamkan mata. "Please...."

Arora kembali membuka matanya. Perhatian gadis itu teralihkan menyadari ada sesuatu yang bergerak. Ia berdiri dari duduknya, semakin mendekat kepada laki-laki itu.

Kelopak mata tersebut perlahan terbuka. Pusing mendera kepalanya begitu hebat. Penglihatannya yang buram membuat ia kesulitan melihat dengan jelas. Bahkan suara-suara di sekitarnya masih tidak mampu ia cerna dengan benar.

"Marshel...."

"Kak Marshel...."

Airin yang baru kembali dari kantin rumah sakit mendekati mereka dengan tergesa-gesa. "Bang Marshel!"

Kedua gadis itu saling menatap, melihat tidak ada respon yang keluar dari Marshel. Laki-laki itu hanya memandangi mereka dengan mata lemah. Airin menyentuh pelan tangan Marshel.

"Bang?...."

"S-siapa?...." Perlahan menjauhkan tangannya dari Airin. Menatap bingung gadis yang terlihat asing di depannya saat ini.

Seolah pisau baru saja menikam dadanya. Airin tertegun, menggigit bibir bawahnya dan kepalanya tertunduk. "Gue Airin, adek lo Bang...." Kembali melihat Marshel dengan senyuman pedih. Tetap saja, tidak ada respon yang keluar dari laki-laki itu.

Sementara Arora? Gadis itu berjalan mundur ke belakang, menutup mulutnya tidak percaya. Benar, seharusnya ia tidak perlu terkejut, tapi kenapa--hatinya bisa sesakit ini mendengar ucapan Marshel tadi. Siapa? Kak Marshel, ini aku Arora.... Tidak, tidak mungkin ia berkata seperti itu.

"Abang nggak ingat gue?" Tungkai kakinya terasa lemas, membuat ia tidak mampu menopang tubuhnya untuk berdiri. Airin berlutut dengan kepalanya yang tertunduk semakin dalam.

"Airin!" Arora membantu gadis itu untuk berdiri. Airin menggeleng sambil tersenyum pada Arora. Menolak gadis itu yang hendak membantunya. Ragu-ragu Arora menjauhkan tangannya dari Airin. Gadis berambut sebahu lantas menekan tombol merah yang berada di dekat ranjang pasien.

Tidak butuh waktu lama, dokter masuk ke dalam bersama para perawat. Mereka berdua dipersilakan untuk keluar sebentar selagi dokter memeriksa. Airin yang duduk di sebelah Arora hanya termenung sejak tadi. Arora sendiri juga tidak bisa berbuat apa-apa. Bisa saja gadis muda disebelahnya ini tidak suka diganggu saat suasana hatinya sedang tidak baik.

Never EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang