Bab 15: Hati yang mulai bimbang

10 5 0
                                    

Follow dulu yuks.....😉

Sarah duduk di meja kerjanya, jemarinya menari lincah di atas keyboard. Waktu terus berjalan, artikel tentang Armand, CEO muda yang kini memimpin perusahaan properti besar, harus rampung sebelum Minggu pagi. Bukan sembarang artikel, ini akan menjadi headline utama di edisi Minggu. Namun, bagi Sarah, Armand bukan hanya seorang CEO yang saat ini banyak orang penasaran dengannya, namun Ia adalah seseorang yang dulu pernah mengisi hatinya-cinta pertama yang begitu membekas.

Masa-masa SMA mereka berdua terlintas di benak Sarah. Armand, dengan senyumnya yang hangat dan tutur katanya yang lembut, pernah menjadi dunia bagi Sarah. Mereka saling berbagi mimpi, cita-cita, dan percaya bahwa masa depan adalah milik mereka. Namun ternyata takdir membawa mereka ke jalan yang berbeda, dan hubungan itu harus berakhir karena sebuah restu yang tak mengizinkan Sarah bersama. Kini setelah bertahun-tahun lamanya Sarah mencoba benar-benar menepis segala perasaannya pada sosok Armand justru takdir seolah bermain disini, aku kembali bertemu dengannya dalam situasi yang tak terduga-melalui pekerjaanku sebagai jurnalis.

Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 4 sore, dan rasa cemas mulai menjalari Sarah. Ia telah mengirim revisi terakhir artikelnya kepada Armand beberapa jam yang lalu, tapi belum juga ada tanggapan. Jika ia tidak segera mendapat persetujuan, artikel itu mungkin tidak bisa masuk edisi Minggu. Sarah menghela napas dalam, pikirannya dipenuhi kecemasan.

"Bagaimana kalau masih ada yang perlu diperbaiki?" pikirnya.

Dengan ragu, Sarah meraih ponselnya, di putar-putarnya ponsel itu, matanya lama menatap nama kontak Armand di layar. Jari-jarinya ragu-ragu di atas tombol panggil. Ini akan menjadi pertama kalinya ia menelepon Armand meskipun untuk urusan pekerjaan sejak pertemuan tak terduga itu. Jantungnya berdebar kencang saat ia memutuskan untuk menekan tombol hijau.

"Tut... tut..." Nada sambung terdengar, tapi tidak ada jawaban. Sarah merasa napasnya tertahan ketika panggilan dialihkan ke pesan suara. Cepat-cepat ia memutus panggilan, tak ingin meninggalkan pesan. "Mungkin dia sedang sibuk," gumamnya, mencoba menenangkan diri.

Dengan gelisah, Sarah berdiri dari kursinya dan berjalan menuju dapur kecil di kantor. Suara mesin kopi yang berderu menjadi pengiring saat ia membuat secangkir kopi, berharap kafein dapat menenangkan pikirannya. Sambil mengaduk kopi perlahan, pikirannya mulai mengembara, kembali pada sosok Armand.

Ia teringat akan pertemuan terakhir mereka. Senyum Armand, cara ia bicara dengan santai namun penuh perhatian, dan-entah bagaimana-semua itu memunculkan kembali perasaan yang telah lama terkubur. Sarah mendesah. Pikirannya seharusnya fokus pada Raka, suaminya yang penuh pengertian dan selalu mendukungnya. Tapi entah kenapa, bayangan Armand terus muncul di benaknya.

"Apa yang aku pikirkan ini?" gumamnya pelan. "Aku sudah menikah sekarang."

Namun, separuh hatinya tak bisa berbohong. Ada sesuatu dalam dirinya yang merasa lebih hidup setiap kali Armand hadir dalam pikirannya. Ia mencoba mengabaikan perasaan itu, menyesap kopinya dengan gelisah, dan tiba-tiba, ponselnya berdering.

Armand.

Sarah cepat-cepat menjawab, "Halo?"

"Sarah," suara Armand terdengar di seberang. "Kau tadi meneleponku? Maaf, aku baru selesai bertemu dengan klien penting."

"Oh... tidak apa-apa," jawab Sarah kaku, berusaha terdengar santai meski hatinya masih berdebar. "Aku hanya ingin menanyakan soal artikel yang sudah aku kirimkan padamu tadi. Itu rencananya akan jadi headline hari Minggu, jadi aku ingin memastikan apakah ada yang perlu diperbaiki lagi atau tidak."

Armand tertawa kecil, suaranya terdengar hangat, "Baiklah, Aku akan memeriksanya sekarang. Tapi aku punya satu permintaan kecil untukmu."

"Permintaan?" Sarah sedikit terkejut. "Apa itu?"

Labirin Cinta dan Rahasia [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang