Bab 24: Rahasia dan Cinta

16 9 2
                                    

Sarah menghela napas panjang sambil melirik jam di dashboard mobil. Sudah hampir pukul tujuh malam ketika ia memutuskan untuk mampir ke kantor suaminya, Raka, sebelum pulang ke rumah, tadi siang Raka memberitahunya bahwa akan pulang terlambat.

Setelah seharian bekerja, Sarah merasa lelah, namun ia tahu bahwa pembicaraan yang mereka lakukan semalam mengenai dirinya dan Armand adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari lagi. Meski sudah selesai, ada rasa gelisah yang masih tersisa di hatinya.

Sarah mencoba memfokuskan diri. Ia membawa kotak makan malam yang tadi sempat dibelinya dalam perjalanan. Raka pasti senang dengan ini, pikirnya. Selama ini ia memang tidak terlalu sering melakukan hal-hal manis seperti ini untuk suaminya. Mungkin karena perasaan bersalah, mungkin juga sebagai upaya menutupi semua rahasia yang ia simpan rapat-rapat.

Begitu tiba di kantor Raka, Sarah disambut oleh senyuman hangat dari suaminya yang langsung membuat hatinya berdebar. Raka, seperti biasanya, tampak tenang dan penuh kasih. Dengan cepat ia menghampiri Sarah dan mengecup pipinya.

"Kamu bawa makanan?" tanya Raka, matanya berbinar senang melihat kotak makanan yang Sarah bawa.

Sarah tersenyum lembut. "Iya, aku pikir kamu pasti belum sempat makan banyak karena sibuk. Jadi aku bawakan sesuatu yang enak, kamu pasti suka"

Raka tertawa kecil, lalu meraih tangan Sarah dengan lembut dan memeluknya. "Terima kasih, Sayang. Kamu perhatian sekali."

Sarah menunduk sedikit, menyembunyikan rasa bersalah yang tiba-tiba datang menghantui.

"Sayang maafkan aku ya kalau selama ini aku kurang memperhatikanmu."

Raka, yang juga merasa sedikit bersalah pada istrinya karena sempat meragukan cintanya terkejut dengan permintaan maaf itu, ia sontak menarik tangan Sarah lebih erat, membawanya ke pangkuannya.

"Apa maksudmu, Sayang? Kamu sudah cukup baik untukku, justru aku yang minta maaf karena sempat meragukan ketulusanmu" Ucap Raka dengan nada hangat dan tulus. Sarah menatap mata suaminya yang tampak begitu jujur dan penuh cinta, rasa bersalah di dalam dirinya kini semakin dalam.

Untuk meredakan kekacauan di hatinya, Sarah pun mendekatkan wajahnya pada Raka. Tanpa ragu, ia menempelkan bibirnya pada bibir suaminya itu, mencium penuh hasrat. Raka terkejut sesaat, tapi kemudian ia merespon dengan antusias, menarik tubuh Sarah lebih dekat ke arahnya. Ciuman itu penuh dengan gairah, sekejap mereka menikmatinya.
Raka memutuskan untuk pulang lebih awal. Ia tahu ada hal yang belum selesai antara mereka.

Malam itu, di rumah mereka, suasana berubah menjadi lebih mesra. Sarah dan Raka melanjutkan apa yang mereka mulai di kantor, keduanya semakin tenggelam dalam kehangatan satu sama lain. Meski di dalam hati Sarah masih ada kebingungan yang terpendam, ia mencoba untuk menepisnya, setidaknya untuk malam itu. Di hadapan Raka, Sarah berusaha menjadi istri yang sempurna, membenamkan rasa bersalah dan perasaan yang ia simpan untuk Armand jauh-jauh.

****

Keesokan paginya, Sarah terbangun dengan aroma harum kopi dan roti panggang. Di meja samping ranjang, ia melihat Raka datang dengan nampan berisi sarapan yang sudah disiapkannya. Raka menyuapinya dengan lembut, membuat Sarah tersenyum meski di dalam hatinya masih tersisa kekacauan.

"Selamat pagi, Cantik," ucap Raka lembut.

"Selamat pagi, sayang" jawab Sarah pelan, menatap mata suaminya. Raka terlihat begitu bahagia. Namun, di balik kebahagiaan itu, Sarah menyembunyikan perasaan bersalahnya. Dalam benaknya, bayangan Armand seolah-olah tidak mau pergi. Walaupun ia mencintai Raka, Sarah tahu ada sesuatu di antara dirinya dan Armand yang tidak bisa ia lepaskan begitu saja.

"Aku berpikir, sudah lama kita tidak mengunjungi orangtuaku," kata Raka tiba-tiba, memecah kebisuan. "Aku ingin kita berkunjung ke sana, apalagi setelah berita tentang kamu dan Armand. Lebih baik kita memberikan penjelasan langsung kepada mereka, terutama untuk menenangkan ibu."

Sarah tersenyum lembut. "Tentu, sayang. Aku setuju. Kita memang harus kesana."

Tanpa menunda, Sarah mulai menyiapkan barang-barang yang akan mereka bawa. Di sela-sela persiapan, pikirannya melayang kembali pada Armand. Ia merasa gelisah. Bagaimana jika Armand tiba-tiba menghubunginya saat ia bersama Raka? Sarah tahu ia harus menghindari situasi seperti itu. Maka, dengan diam-diam, ia mengirim pesan singkat kepada Armand: "Jangan hubungi aku dulu. Aku akan menghubungimu nanti."

Armand membalas singkat: "Aku mengerti, Sarah. Aku akan menunggu."

Sarah menatap pesan itu lama. Di satu sisi, ia lega karena Armand berusaha memahami keadaannya, namun di sisi lain, rasa bersalah terus menghantui pikirannya. Meskipun Armand sudah cukup lama menjadi bagian dari hidupnya sebagai orang kedua, Sarah tahu betul bahwa apa yang ia lakukan adalah salah. Tapi mengapa begitu sulit untuk melepaskan Armand dari pikirannya? Bagaimana mungkin ia bisa begitu rakus, padahal hidupnya bersama Raka sudah hampir sempurna?

Ketika mereka tiba di rumah orang tua Raka, suasana hangat langsung menyambut mereka. Ibu Raka yang memang sangat dekat dengan Sarah langsung memeluknya erat, seolah tidak ada jarak di antara mereka.

"Kami sudah mendengar tentang gosip itu, Nak," ucap ibu Raka dengan nada lembut namun penuh perhatian. "Tapi kami tahu siapa kamu, Sarah. Kami tidak percaya pada berita semacam itu."

Sarah tersenyum, meski di dalam hatinya terasa perih. Ia tidak ingin mengecewakan ibu mertuanya yang sudah menganggapnya seperti anak sendiri. Sementara itu, Raka menatap Sarah dengan tatapan penuh kasih, memberi isyarat bahwa ia juga percaya pada istrinya.

"Terima kasih, Bu. Aku akan berusaha menjaga keluarga ini sebaik mungkin," ucap Sarah, mencoba menenangkan dirinya.

Namun, ibu Raka tidak berhenti di situ. "Lalu kapan kalian akan memberikan cucu untuk kami? Ibu sudah tidak sabar ingin menimang cucu."

Sarah menoleh pada Raka, yang tersenyum lembut kepadanya. Pertanyaan tentang momongan selalu menjadi topik yang mereka hindari. Bukan karena mereka tidak menginginkannya, tetapi karena Sarah sendiri merasa ada sesuatu yang mengganjal. Sebuah perasaan bahwa jika ia dan Raka memiliki anak, semuanya akan menjadi lebih rumit.

"Kita lihat saja nanti, Bu," jawab Raka dengan lembut, sementara Sarah hanya tersenyum samar.

Malam itu, setelah pulang dari rumah orang tua Raka, Sarah duduk di kamar sambil menatap jendela yang gelap. Segalanya terasa begitu sempurna di luar, tetapi di dalam dirinya, Sarah merasa seperti terperangkap dalam kebohongan yang ia ciptakan sendiri.

Raka masuk ke kamar, memeluknya dari belakang dengan lembut. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya, suaranya penuh perhatian.

Sarah mengangguk, menutup matanya sejenak untuk mengusir rasa bersalah yang semakin menyesakkan. "Iya, sayang aku baik-baik saja, aku hanya merasa agak lelah." Sambil tersenyum dan melingkarkan kedua tangannya di leher suaminya, ia memandangi wajah suaminya yang tampak sempurna.

" Baiklah...kau harus beristirahat" sambil menggendong Sarah ke arah tempat tidur. " Tidurlah sayang, aku akan selalu ada di sini"

Sarah mengangguk, lalu mengecup bibir Raka.

Tapi dalam hati, ia tahu ia harus segera membuat keputusan. Rahasia ini tidak mungkin disimpan selamanya. Hubungannya dengan Armand semakin membuatnya terjebak dalam dilema, dan ia tidak tahu sampai kapan ia bisa terus hidup seperti ini.

Dan yang paling menakutkan bagi Sarah adalah, jika suatu saat Raka tahu tentang kebenaran hubungannya dengan Armand, akankah ia masih bisa memandangnya dengan tatapan penuh cinta seperti sekarang?

Kehidupan Sarah yang penuh kebohongan dan dilema. Seiring berjalannya waktu, rahasia yang ia simpan semakin membebani hatinya. Akankah Sarah tetap setia pada Raka, ataukah perasaannya kepada Armand akan mengubah segalanya? Bagaimana keputusan yang akan Sarah ambil selanjutnya? Apakah keluarganya akan tetap utuh, ataukah semua yang sempurna ini akan hancur di hadapannya?

Labirin Cinta dan Rahasia [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang