Bab 17: Dua Hati Satu Cinta

10 5 0
                                    

yuk follow dulu....buat author semangat.

Pagi itu, sinar matahari menembus jendela kamar dengan lembut, menyorotkan kehangatan yang menyelimuti suasana di dalamnya. Jam baru menunjukkan pukul 7 pagi di hari Minggu, dan Sarah, yang biasanya sudah bergegas untuk bekerja, memutuskan untuk mengambil cuti hari ini. Dia ingin menikmati momen tenang dan ingin lebih banyak menghabiskan waktu dengan Raka, suaminya. Sudah beberapa hari kemarin dia tidak memiliki waktu bersama Raka, yah..sesekali, rutinitas harus diabaikan, pikir Sarah.

Sarah masih terbaring manja di atas dada bidang Raka yang hangat, merasakan detak jantung suaminya yang stabil, memberikan ketenangan yang tak terlukiskan. Jari-jemari Raka mengelus lembut rambut panjang Sarah, sambil sesekali menyematkan ciuman manis di keningnya. Mereka bercanda dan berbicara tentang rencana masa depan, membicarakan impian dengan anak-anak, dan kehidupan bahagia bersama yang mereka dambakan.

"Kau belum lapar, sayang? Mau kubuatkan sarapan?" tanya Raka lembut, sambil menatap wajah istrinya.

Sarah mendongak, memandang wajah tegas suaminya yang selama ini selalu memberi kenyamanan. Jarinya mengusap lembut rahang Raka, memperhatikan detail setiap lekuk wajah yang sangat dikenalnya.

"Aku ingin nasi goreng... tapi kali ini bisakah kau ajari aku memasak, sayang?" tanyanya dengan senyuman.

Raka tertawa kecil, terkejut dengan permintaan istrinya itu. "Kau mau memasak? Baiklah, kalau begitu." Sebelum bangkit dari tempat tidur, Raka tak bisa menahan diri untuk menciumi pipi dan telinga istrinya dengan gemas.

Di dapur, Sarah berusaha keras mengikuti instruksi suaminya. Meski tak pandai memasak, Raka tak pernah mempermasalahkan hal itu, sudah dua tahun selalu saja Raka yang mempersiapkan makanan untuk mereka.

Diperhatikannya raut wajah istrinya yang teramat serius saat mencoba mengiris bawang. Matanya mulai terlihat sembab, ya dia merasa kesulitan, Raka tersenyum dan mendekatinya dari belakang, memeluk tubuh mungil istrinya itu dan mencium lembut telinganya. Sarah merasakan tubuhnya hangat, namun berusaha tetap fokus.

"Raka... jangan sembarangan. Aku lagi masak, nih! Bikin nggak konsen aja," kata Sarah sambil tertawa.

Raka hanya bisa tertawa lebih keras, semakin mencandai Sarah. "Baiklah, Tuan Putri, sebaiknya tuan putri duduk saja, biar aku yang lanjutkan memasaknya ya."

Sarah, yang tahu bahwa kemampuannya dalam memasak tak akan membawa hasil yang diinginkan, akhirnya menghela napas dan cemberut. "Kenapa kamu begitu sempurna, suamiku? Semua hal bisa kau lakukan dengan baik, lihat aku.... Aku jadi merasa begitu kurang baik buat kamu"

Raka tersenyum, menatapnya dengan tatapan lembut yang membuat hati Sarah berdetak lebih cepat. "Makanya, kamu harus banyak bersyukur punya aku," ledek Raka sambil menyuapkan nasi goreng yang baru selesai dimasak ke mulut Sarah.

Namun, kalimat sederhana itu tiba-tiba terasa sangat berat di hati Sarah. Jantungnya berdetak cepat, bukan hanya karena ledekan Raka, tetapi karena perasaan yang selama ini dia sembunyikan. 'Ya, seharusnya aku bersyukur...' pikir Sarah. Namun, ada sesuatu yang terus menahan hatinya dari sepenuhnya menikmati kebahagiaan ini. Sebagian hatinya masih ditempati oleh seseorang dari masa lalunya-Armand.

'Maafkan aku, Raka... sungguh...' batinnya bergemuruh.

Raka, yang tak menyadari gejolak batin istrinya, tersenyum dan menggoda lagi. "Hei, kenapa malah melamun? Ayo kita makan."

Sarah tersentak, mencoba secepat mungkin kembali ke realitas di hadapannya. Dia tidak ingin momen indah ini rusak karena pikirannya yang melayang ke sosok Armand-cinta pertamanya, pria yang diam-diam selalu menghantui hatinya.

***

Setelah sarapan selesai, Sarah bergegas menuju ruang tamu, mengambil laptopnya. Meskipun sedang libur bekerja, pikirannya tak sepenuhnya bisa beristirahat. Dia duduk di sofa besar kesayangannya, membuka laptop, dan langsung memeriksa berita yang baru saja diterbitkan. Dia ingin memastikan artikel yang telah dia tulis tentang Armand-seorang CEO muda di bidang properti-sudah diterbitkan dan mendapatkan tanggapan dari pembaca.

Raka yang sedang membereskan meja makan, melihat Sarah begitu serius menatap layar laptopnya. Ia menghampiri istrinya, lalu duduk di sampingnya sambil menatap layar.

"Ada masalah, sayang?" tanya Raka dengan lembut.

Sarah tersenyum tipis, meskipun hatinya gelisah.

"Tidak, sayang aku hanya ingin memastikan artikel yang aku tulis sudah terbit. Dan ternyata sudah. Respon pembaca sungguh di luar dugaanku. Banyak yang memberikan dukungan dan pertanyaan."

Mata Raka tak sengaja menangkap gambar di layar laptop, gambar Armand, pria tampan dengan senyum menawan yang sedang menjadi topik artikel Sarah.

"Oh, jadi orang ini yang membuatmu kerja lembur beberapa hari ini?" tanya Raka dengan nada bercanda, namun ada sedikit rasa penasaran di baliknya.

Sarah tersentak sejenak, lalu menjawab dengan nada kaku. "I-yaa, dia orangnya. Tapi semuanya sudah selesai kok sekarang."

Sarah berusaha menyembunyikan kegugupannya, namun pandangan mata Raka yang tajam seperti bisa membaca lebih dari yang dia ungkapkan. Mata Sarah melirik Raka secara sembunyi-sembunyi, dan detik itu juga, rasa bersalah menyelimuti hatinya. Bagaimana mungkin dia menyembunyikan sesuatu yang begitu besar dari pria yang mencintainya tanpa syarat ini?

Pikirannya terus berputar-putar, rasa cinta yang masih ada untuk Armand tak pernah sepenuhnya pudar, meskipun kini Sarah sudah menikah dengan Raka. Armand adalah cinta pertamanya, dan meskipun perasaan itu terlarang, Sarah belum bisa menghilangkannya.

Setelah beberapa saat, suasana di ruang tamu menjadi hening. Sarah berusaha keras menyembunyikan pergolakan batinnya, sementara Raka tampak sibuk dengan berkas- berkas yang menumpuk. Sarah tahu bahwa dia tak bisa terus-terusan menyembunyikan perasaannya seperti ini. Perasaan bersalah itu semakin menumpuk, semakin berat, semakin tak tertahankan.

Sambil menatap layar laptopnya, Sarah membuka email dan membaca pesan dari redaksi. Ternyata, artikel tentang Armand sudah menjadi salah satu artikel yang paling banyak dibaca pagi ini. Sarah merasa lega, namun di sisi lain, ini justru memperdalam kebingungannya.

Seiring waktu berlalu, Sarah memutuskan untuk mengambil napas panjang, mencoba menenangkan hatinya. Namun, tak peduli seberapa keras dia mencoba, pikirannya terus berkelana pada sosok Armand. Betapa dia rindu sosok pria itu. Setiap tatapan, setiap senyuman Armand, meskipun di hadapannya kini berdiri sosok pria tampan yang benar-benar tulus padanya.

Raka tiba-tiba memecah keheningan. "Sayang, masih belum selesaikah kamu terlihat sangat serius. Apa kamu yakin tidak ada yang mengganggu pikiranmu?"

Sarah terdiam. Kali ini, dia tak tahu harus menjawab apa. Kebohongan ini membuatku serasa beku. Apakah aku harus mengakui semuanya pada Raka? Mengakui bahwa separuh hatinya masih terikat pada cinta lama, pada Armand?

Namun, sebelum Sarah bisa berkata apa-apa, sebuah pesan masuk ke ponselnya. Sebuah nama yang sangat dia kenal muncul di layar Armand.

Dengan tangan gemetar, Sarah membuka pesannya. Isi pesan itu singkat, namun sangat jelas:

"Sarah, Aku rindu padamu, tak bisakah kita bertemu sekarang??"

Jantung Sarah berdegup semakin kencang. Pesan itu sepeŕti petir di siang hari. Haruskan aku membalas pesan ini dan membiarkan dirinya terseret lebih dalam ke dalam perasaan terlarangnya? Atau akankah dia memilih untuk setia pada Raka, pria yang tak pernah berhenti mencintainya dengan tulus?

Sarah menatap ponselnya dengan hati yang bimbang, sementara Raka, tanpa curiga, terus duduk di sampingnya.

Di sinilah Sarah berada, di persimpangan antara cinta masa lalu dan masa kini. Apapun pilihannya, Sarah tahu hidupnya tak akan sama lagi.

Kalau kamu jadi Sarah siapa yang bakal kamu pilih...??

Labirin Cinta dan Rahasia [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang