Bab 23: Di Balik Layar

13 8 0
                                    

Setelah percakapan yang tegang dengan Raka dan pertengkaran yang tidak bisa dihindari, Sarah merasa hidupnya mulai berantakan. Pikirannya kacau, dan rasa bersalah yang selama ini ia coba tekan mulai menguap ke permukaan. Namun, masalah itu belum selesai.

Keesokan harinya, saat Sarah tiba di kantornya, Bu Dina, atasan Sarah, memanggilnya ke ruang rapat. Sarah sudah menduga bahwa ini pasti terkait dengan artikel yang sedang heboh di luar sana. Langkahnya terasa berat saat dia menuju ke ruangan itu. Di dalam, Bu Dina sudah menunggunya dengan ekspresi serius.

"Sarah, duduklah," kata Bu Dina, nada suaranya tegas namun tidak terdengar marah. "Aku sudah melihat berita tentangmu dan Armand. Media lain sedang menyorotnya. Kita harus segera mengklarifikasi ini sebelum spekulasi semakin meluas."

Sarah duduk dengan gelisah. "Bu, ini hanya kesalahpahaman. Tidak ada hubungan lebih dari pekerjaan antara saya dan Armand."

Bu Dina menghela napas panjang dan melipat tangan di depan meja. "Kau tahu, Sarah, sebagai jurnalis, reputasimu adalah hal yang paling penting. Dan sekarang, orang-orang melihat kau tidak hanya sebagai jurnalis, tapi sebagai wanita yang mungkin terlibat dalam hubungan yang lebih dari sekadar profesional. Kita harus segera menyelesaikan ini, atau kariermu bisa hancur."

Sarah terdiam. Dalam hatinya, dia tahu bahwa situasinya lebih rumit dari sekadar salah paham. Ada perasaan yang terlibat, perasaan yang selama ini ia sembunyikan. "Saya akan bicara dengan Armand dan menyelesaikan ini secepat mungkin," jawabnya pelan.

Bu Dina menatapnya dalam-dalam, seolah bisa membaca pikiran Sarah. "Pastikan semuanya jelas, Sarah. Kalau tidak, kau tahu dampaknya. Aku tak bisa melindungimu selamanya jika masalah ini semakin besar."

Setelah pertemuan itu, Sarah merasa lebih tertekan. Dia tahu dia harus segera bicara dengan Armand untuk menjernihkan semuanya, tapi juga ada ketakutan besar. Ketakutan bahwa perasaannya sendiri akan membuatnya terseret lebih dalam ke dalam situasi ini. Meski dia sudah menikah dengan Raka, hubungan yang pernah dia miliki dengan Armand masih kuat, seperti api yang belum padam.

Malam itu, dengan hati-hati, Sarah pergi ke rumah Armand. Dia memarkir mobilnya agak jauh dari rumah Armand untuk menghindari perhatian yang tidak diinginkan. Dia sudah cukup khawatir dengan paparazzi yang mungkin masih mengawasi setiap gerakannya.

Setelah memastikan sekeliling aman, Sarah berjalan menuju rumah Armand, petugas yang berjaga segera membuka gerbang untuk Sarah. Kali ini Sarah sengaja mengetuk pintu rumah Armand. Tak lama, pintu terbuka dan Armand berdiri di sana, menatapnya dengan senyum tipis, meskipun matanya menunjukkan kelelahan. "Aku sudah menunggumu," katanya.

Sarah masuk, dan mereka berdua berjalan menuju ruang tengah. Perasaan canggung memenuhi udara. Mereka berdua tahu bahwa pembicaraan ini akan menjadi pembicaraan yang sangat penting, dan mungkin juga sulit.

Armand duduk di kursi, sementara Sarah memilih duduk di sofa. Armand segera mendekati Sarah dan duduk di sebelahnya, tangannya membetulkan rambut Sarah yang menutupi sebagian pipinya. Setelah beberapa detik hening, Sarah akhirnya bicara.

"Aku datang untuk membicarakan semua ini, Armand. Berita itu sudah tersebar ke mana-mana. Ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut."

Armand menatapnya dengan tenang. "Aku tahu. Maafkan aku, aku tidak pernah bermaksud membuat semuanya menjadi lebih rumit, Sarah. Lihat aku percayalah padaku semua akan baik-baik saja ya..." Sambil terus mengelus pipi Sarah.

Jantung Sarah berdebar kencang. Selalu ada ketegangan setiap kali ia harus berhadapan dengan Armand. Sosok yang dominan dan pandai dalam segala hal.

Sarah menggigit bibirnya. Ada banyak hal yang ingin ia katakan, tapi yang terpenting malam itu adalah soal klarifikasi.

Labirin Cinta dan Rahasia [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang