Dekapénte

5 1 0
                                    

Vote and comment babe💋

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vote and comment babe💋

HAPPY READING!!ᯓ ✈︎
──────────────────────────────

Beneath Broken Lies
[Chapter 15 | Velyn Family]

Sabtu pagi yang cerah itu, Naya bersiap-siap untuk pergi ke rumah Velyn. Setelah mengenakan pakaian yang nyaman, ia mendatangi ibunya yang sedang sibuk menyiapkan dagangan di dapur.

"Bu, aku pamit ya. Mau ke rumah Velyn, dia syukuran soalnya ayahnya naik jabatan," ujar Naya dengan lembut.

Ibunya tersenyum hangat meski wajahnya sedikit lelah. "Iya, hati-hati di jalan ya, Nak. Kalau sudah selesai, cepat pulang. Bantu Ibu lagi nanti, ya?"

Naya mengangguk dan mencium tangan ibunya sebelum berangkat. "Pasti, Bu. Naya gak bakal lama kok."

Sesampainya di rumah Velyn, Naya disambut dengan hangat oleh keluarga sahabatnya itu. Velyn sendiri bukan berasal dari keluarga yang sangat kaya, tapi terlihat jelas bahwa kehidupan mereka stabil dan bahagia. Kehangatan yang memancar dari rumah itu membuat hati Naya merasa sedikit tersentuh, mungkin juga sedikit iri. Ayah Velyn terlihat sangat perhatian, bercanda dengan istri dan anak-anaknya, menunjukkan kasih sayang yang tulus.

"Nay, akhirnya lo datengg, kapan lagi main ke rumah gue! Ayo masuk!" seru Velyn dengan antusias sambil menarik tangan Naya masuk ke dalam rumah.

Ibunya Velyn pun tak kalah ramah, menyambut mereka dengan senyuman. "Ayo, Naya, langsung makan aja. Tadi Ibu udah siapin banyak makanan. Kamu pasti lapar kan?"

Naya mengangguk sopan sambil tersenyum. "Makasih, Tante."

Saat makan bersama keluarga Velyn, Naya merasa hatinya bergetar. Keharmonisan yang ia lihat di hadapannya membuat ia tak kuasa menahan rasa sedih di dalam hati. Ia teringat keluarganya di rumah, terutama ayahnya yang selalu penuh emosi dan amarah. Berbeda sekali dengan ayah Velyn yang penuh kasih sayang. Meski ekonomi keluarga Velyn tidak terlalu mewah, mereka tetap stabil dan damai, sesuatu yang bagi Naya tampak seperti impian yang jauh.

Setelah makan-makan selesai, Velyn mengajak Naya dan teman-teman yang lain-Celli dan Ratri-ke kamarnya untuk menikmati waktu "girls time."

"Yuk, kita masuk kamar! Mau nonton drama bareng gak? Atau skincare-an aja?" tanya Velyn dengan semangat.

Mereka semua tertawa setuju dan segera menuju kamar Velyn. Di sana, mereka memasang film dan menyiapkan skincare masing-masing. Sambil tertawa-tawa dan mengobrol ringan, suasana di kamar itu terasa begitu hangat dan penuh kebahagiaan.

Namun di tengah keseruan itu, Naya tak sengaja terdiam, terhanyut dalam pikirannya sendiri. Ia merasa terharu sekaligus sedih. Ada rasa syukur karena memiliki teman-teman yang begitu baik, tapi di sisi lain, ia juga merasakan perbedaan besar antara hidupnya dan kehidupan Velyn yang penuh kedamaian. Tanpa sadar, air matanya mulai menetes.

"Nay, lo kenapa?" tanya Celli yang pertama kali menyadari perubahan ekspresi Naya.

Ratri dan Velyn juga langsung menoleh ke arah Naya, khawatir. "Nay, lo nangis? Ada apa?"

Naya tersadar dan buru-buru menghapus air matanya. "Gak apa-apa kok, sumpah. Gue gak kenapa-kenapa," jawabnya dengan senyuman yang dipaksakan.

Namun, teman-temannya tidak mudah percaya. "Kalo lo gak apa-apa, lo gak mungkin nangis, Nay. Cerita aja, kita di sini buat lo," kata Velyn sambil menatap Naya dengan penuh perhatian.

Setelah terus-menerus didesak, akhirnya Naya menghela napas panjang dan memutuskan untuk membuka diri. "Gue cuma... Gue cuman lagi mikir soal keluarga gue aja. Kalian tau kan, bokap gue itu temperamen banget. Rumah gue gak pernah tenang. Setiap hari selalu ada aja yang bikin ribut. Kadang gue merasa semua orang mandang gue sebelah mata gara-gara itu."

Teman-temannya mendengarkan dengan serius, memberikan ruang untuk Naya melanjutkan.

"Dan kalian tahu? Gue bersyukur banget bisa punya temen kayak kalian. Kalian selalu ada buat gue, dan gue gak tau harus gimana kalo gak ada kalian di hidup gue," lanjut Naya, suaranya mulai bergetar. "Gue cuma pengen bilang makasih. Kalian itu penting banget buat gue."

Mendengar itu, Ratri, Celli, dan Velyn langsung menghampiri Naya dan memeluknya erat. "Kita selalu ada buat lo, Nay. Jangan pernah ngerasa sendiri, ya," kata Velyn lembut.

"Lo gak usah takut, Nay. Lo kuat, dan kita di sini selalu dukung lo," tambah Celli sambil mengusap punggung Naya. Mereka pun saling berpelukan, menguatkan satu sama lain. Kehangatan persahabatan itu benar-benar membuat Naya merasa sedikit lebih ringan.

****

Menjelang sore, Naya akhirnya berpamitan untuk pulang. Sesampainya di rumah, seperti biasa, ia langsung membantu ibunya berjualan. Hatinya terasa lebih tenang setelah menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Tapi meski begitu, rasa cemas dan lelah tetap tak bisa sepenuhnya hilang.

Di malam hari, Naya duduk di kamarnya, merenung tentang hidupnya. Keluarganya, persahabatannya, dan masa depannya. Ia tahu satu hal pasti: dia harus berusaha lebih keras. Ia tak bisa terus-menerus hidup dalam keadaan seperti ini. Ia ingin membantu ibunya, ingin meringankan beban keluarga.

"Kayaknya gue harus mulai cari kerja part-time," gumam Naya pada dirinya sendiri. "Gue harus bantu ekonomi keluarga. Gue gak bisa diem doang."

Keputusan itu membuat Naya merasa sedikit lebih baik. Setidaknya, ia punya rencana untuk melakukan sesuatu yang positif.

Malam itu Sambil memikirkan niatnya,
Malam itu, Naya segera beranjak ke tempat tidur. Namun, tidak seperti biasanya, ia tidak langsung tidur. Ia masih terjaga, merenungkan niatnya untuk mencari kerja part-time. Minggu besok, ia berencana untuk mulai mencari informasi lowongan di sekitar tempat tinggalnya.

"Besok kan minggu, waktunya tepat buat mulai cari kerja, siapa tau ada kerjaan buat shift malam" gumam Naya sambil menatap langit-langit kamarnya. Ia sudah bertekad akan membantu ibunya dengan cara apa pun. Pikiran itu membuat hatinya sedikit tenang.

Akhirnya, setelah merasa lebih lega, Naya berbaring di tempat tidur dan memejamkan mata. Meski banyak yang terjadi hari ini, ia merasa sedikit lebih kuat. 'Gue pasti bisa keluar dari semua ini. Suatu hari nanti, gue bakal sukses dan bantu ibu. Semua bakal lebih baik.'

Dengan pikiran itu, Naya pun akhirnya tertidur, siap menghadapi hari esok yang penuh rencana dan harapan.














TBC







Tandai jika ada typo

Beneath Broken Lies (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang