Ending

4 1 0
                                    

Suatu hari, setelah semua yang terjadi, Robert mengundang Hans untuk berbincang serius. Robert, yang telah banyak membantu Hans, merasa bahwa mereka bisa tinggal bersama, apalagi mengingat semua yang telah mereka lalui. Namun, Hans menolak dengan sopan. Dia merasa bahwa ini saatnya untuk menjalani hidup mandiri, berani menentukan arah hidupnya sendiri tanpa terlalu bergantung pada siapa pun.

Mendengar itu, Robert tidak memaksa. Sebaliknya, sebagai bentuk penghargaan atas tekad dan keberanian Hans, Robert dengan tulus menawarkan bantuan berupa menanggung biaya pendidikannya. Hans sangat bersyukur atas bantuan tersebut. Setelah berpikir matang, dia memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di SMA Arafuru, sekolah yang terkenal dan dianggap sebagai salah satu langkah penting menuju masa depannya.

Di sana, Hans siap untuk memulai kehidupan barunya, bertekad menjadi pribadi yang lebih kuat dan lebih bijaksana, sambil menjaga semangat perjuangan yang diwarisi dari keluarganya.

Hans mengenakan jaket kulit kesayangannya, yang terasa sangat pas di tubuhnya. Setelah menyematkan helm dan merasakan hembusan angin saat menghidupkan mesin motornya, dia melajukan motor kesayangannya menuju pusat kota. Deru mesin yang kuat memberi Hans perasaan bebas, seolah seluruh dunia ada di bawah kendali roda motornya.

Saat tiba di tengah kota, suasana berbeda menyambutnya. Di sebuah sudut jalan, sekelompok berandalan tampak sedang membuat keributan, mengganggu pejalan kaki dan menyebabkan kekacauan. Hans meminggirkan motornya dengan tenang, memandang mereka sejenak. Mereka, yang tampaknya tidak menyadari kehadirannya, terus berbuat onar.

Hans melangkah mendekat dengan penuh ketenangan, dan salah satu berandalan menyadari keberadaannya. "Hei, ada masalah, kawan?" ujar salah satu dari mereka dengan nada menantang.

Hans, dengan tatapan dingin dan tanpa banyak bicara, hanya melirik sekilas. "Kalian mengganggu banyak orang di sini. Hentikan," katanya singkat, namun tegas.

Berandalan itu tertawa, mengira Hans hanya omong kosong. Mereka mencoba mendekat dan memprovokasi, tapi sebelum mereka bisa bertindak lebih jauh, Hans bergerak cepat. Dengan tinju yang kuat, dia melumpuhkan satu persatu berandalan dengan gerakan yang terampil dan efisien. Mereka tidak menyangka Hans memiliki kekuatan dan kecepatan yang tak terduga.

Setelah beberapa saat, para berandalan itu terkapar dan tidak lagi berani melawan. Hans, yang tetap tenang sepanjang pertarungan singkat itu, hanya membetulkan kerah jaketnya. Ia menatap mereka sejenak, memberi peringatan terakhir, "Berhenti buat masalah."

Kemudian, tanpa banyak kata lagi, Hans kembali ke motornya, menyalakan mesinnya, dan melaju meninggalkan keributan itu. Dia merasa tak perlu memamerkan kekuatan atau mendapatkan pujian. Baginya, apa yang dia lakukan adalah bagian dari komitmen untuk menjadi pribadi yang lebih baik, seseorang yang tak akan membiarkan ketidakadilan terjadi di sekitarnya.

Setelah kejadian di pusat kota, Hans terus melaju di atas motornya hingga ia tiba di sebuah lingkungan yang tenang. Di salah satu sudut jalan, ia melihat rumah dengan papan "Disewakan" yang menarik perhatiannya. Rumah itu tidak terlalu besar, tetapi cukup nyaman untuknya yang ingin hidup mandiri. Hans memutuskan untuk berhenti dan melihat lebih dekat.

Seorang pria paruh baya, pemilik rumah, sedang duduk di beranda depan, memperhatikan Hans dengan tatapan penasaran. Hans berjalan mendekat dan memperkenalkan diri dengan sopan, menjelaskan niatnya untuk menyewa rumah itu.

"Nama saya Hans. Saya masih sekolah, tapi saya sedang mencari tempat tinggal sendiri. Saya suka suasana rumah ini. Saya sadar mungkin saya belum bisa membayar penuh sekarang, tapi saya janji bisa membayarnya secara bertahap," ujar Hans dengan nada serius namun penuh keyakinan.

Pria pemilik rumah itu mengamati Hans sejenak. Wajahnya menunjukkan keraguan awal, tetapi setelah mendengar penjelasan Hans, dia tersenyum ramah. "Kamu masih muda, Hans, tapi dari caramu bicara, aku bisa lihat kamu bertanggung jawab. Jangan khawatir soal pembayaran. Kalau kamu bisa membayar dengan berangsur dan menjaga rumah ini, aku tidak masalah."

Hans tersenyum kecil, merasa lega mendengar jawaban itu. "Terima kasih, Pak. Saya janji akan menjaga tempat ini dengan baik."

Setelah percakapan singkat, mereka sepakat. Hans akan menyewa rumah itu, dan pembayaran bisa dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan Hans. Ini adalah langkah besar bagi Hans untuk memulai hidup mandirinya. Tinggal di rumah sendiri, walaupun masih remaja, memberinya ruang untuk berpikir, berlatih, dan menjalani kehidupan sesuai prinsip yang ia pegang.

Hari itu, Hans merasa bahwa perjalanan barunya baru saja dimulai—sebuah perjalanan menuju kemandirian, tanggung jawab, dan hidup yang penuh tantangan, tapi juga harapan.

I Lost YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang