Four

2 2 0
                                    

Keesokan paginya, sinar matahari yang cerah menembus jendela kamar Reyhan, menandai awal hari yang baru. Reyhan bangun lebih awal dari biasanya, perasaan bersemangat membuatnya tidak bisa tidur lagi. Hari ini adalah hari pertamanya kembali ke sekolah setelah lama belajar dari rumah, dan meskipun sekolahnya sederhana, ia sangat antusias.

Diana sudah menyiapkan sarapan di meja makan saat Reyhan keluar dari kamarnya dengan seragam baru yang kemarin mereka beli. Kemeja putih bersih dengan celana abu-abu yang terlihat sedikit kebesaran membuatnya tampak semakin seperti anak sekolah yang bersemangat. Diana tersenyum melihat adiknya yang berusaha rapi dengan seragamnya.

“Pagi, Reyhan! Kamu kelihatan keren sekali dengan seragam baru itu,” Diana memuji sambil menyiapkan piring sarapan.

Reyhan tersenyum lebar, merasa bangga dengan penampilan barunya. “Terima kasih, Kak! Aku nggak sabar untuk mulai sekolah hari ini.”

Setelah sarapan, Diana memastikan bahwa Reyhan membawa semua perlengkapannya — buku, alat tulis, masker, dan hand sanitizer. Mereka kemudian berangkat menuju sekolah dasar lokal di pinggir kota. Perjalanan mereka melewati beberapa jalan sempit dan gang kecil yang berliku-liku. Suasana kota masih terasa sepi, tetapi tidak sesunyi malam sebelumnya.

Ketika mereka tiba di depan sekolah dasar Reyhan, perbedaan pemandangan yang kontras dengan sekolah elit Arafuru yang terkenal segera terlihat. Sekolah dasar ini tampak sederhana, bahkan bisa dibilang kumuh. Cat dindingnya sudah mulai pudar, beberapa jendela terlihat berdebu, dan halaman sekolah yang kecil beralaskan tanah. Tidak ada gerbang megah atau taman indah seperti yang sering terlihat di sekolah-sekolah elit. Namun, suasana penuh keceriaan tampak di sekitar. Anak-anak lokal berlarian dengan penuh semangat, saling bercanda dan bermain meskipun sekolah mereka jauh dari kata mewah.

Reyhan melihat sekeliling, merasakan sedikit ketegangan bercampur dengan kegembiraan. Sekelompok anak-anak berkumpul di sekitar ayunan yang sudah berkarat, tertawa riang. Ada pula beberapa anak yang tampak bermain lompat tali, sementara yang lain bercengkerama sambil duduk di bangku kayu panjang di bawah pohon rindang.

“Wah, ramai juga ya, Kak,” ujar Reyhan sambil memandang ke sekitar. “Mereka semua tampaknya sangat senang kembali ke sekolah.”

Diana mengangguk. “Iya, Reyhan. Meski sekolah ini sederhana, anak-anak di sini tetap semangat belajar. Sama seperti kamu.”

Reyhan menatap Diana dan tersenyum, merasa lebih lega. Ia tahu bahwa yang terpenting bukanlah kemewahan sekolah, tetapi semangat untuk belajar dan berkumpul bersama teman-teman.

Seorang guru wanita dengan rambut diikat rapi dan mengenakan masker berdiri di depan gerbang, menyambut anak-anak yang datang. Diana dan Reyhan mendekati guru tersebut.

“Selamat pagi, Bu,” sapa Diana dengan ramah. “Ini adik saya, Reyhan. Hari ini adalah hari pertamanya kembali ke sekolah.”

Guru itu tersenyum hangat di balik maskernya. “Selamat pagi. Senang sekali melihat anak-anak kembali ke sekolah. Selamat datang, Reyhan. Semoga kamu senang belajar di sini.”

Reyhan mengangguk malu-malu. “Terima kasih, Bu,” jawabnya.

Diana berjongkok agar sejajar dengan Reyhan, menatap matanya dengan lembut. “Kakak akan jemput kamu nanti siang, ya. Jangan khawatir dan nikmati saja harimu.”

Reyhan mengangguk, mengambil napas dalam-dalam, dan melangkah masuk ke dalam halaman sekolah. Diana berdiri sejenak, memperhatikan Reyhan yang mulai berbaur dengan anak-anak lain di sekolah barunya. Meskipun ini bukanlah sekolah impian bagi banyak orang, namun semangat dan keceriaan anak-anak di sini mengajarkan Diana bahwa kebahagiaan bisa ditemukan di mana saja, terlepas dari keadaan.

I Lost YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang