Fifteen

6 2 0
                                    

Malam itu, Diana, Reyhan, Dony, dan kelompok warga yang mendukung mereka berkumpul di tempat persembunyian yang aman, merencanakan langkah mereka dengan teliti. Para mantan tahanan yang berjanji akan membantu mulai membagikan tugas. Ada yang bertugas untuk mengalihkan perhatian pasukan Adrian, sementara yang lain akan menyusup ke dalam wilayah kekuasaannya. Semua orang tahu, malam ini akan menjadi penentuan nasib mereka.

Diana berbicara kepada kelompok itu dengan tenang namun tegas, "Kita harus bergerak cepat dan tepat. Adrian punya banyak orang, tapi kita punya keunggulan: kita tahu daerah ini lebih baik dari mereka. Jangan meremehkan Adrian, tapi ingat bahwa kita punya sesuatu yang lebih kuat dari mereka-keberanian dan kebenaran."

Reyhan, meski masih muda, merasa semangat menyala di dalam dirinya. Dia tahu pertempuran ini bukan hanya untuk kakaknya, tapi untuk semua orang yang telah dirugikan oleh Adrian.

Di sisi lain kota, berita tentang pergerakan Diana dan kelompoknya akhirnya sampai ke telinga Adrian. Di kantornya yang megah, Adrian duduk dengan ekspresi murka. Salah satu anak buahnya datang tergesa-gesa untuk memberi laporan.

"Tuan Adrian, kelompok itu mulai bergerak. Mereka mengumpulkan warga dan beberapa mantan tahanan. Mereka berencana menyerang markas kita."

Adrian tersenyum dingin, matanya penuh dengan kebencian. "Jadi mereka akhirnya bertindak. Bagus. Aku sudah menunggu momen ini. Siapkan pasukan. Pastikan mereka tidak punya jalan keluar. Jika perlu, kita bakar seluruh distrik kumuh itu. Aku ingin Diana dan Reyhan tertangkap, hidup atau mati."

Anak buahnya mengangguk dan segera bergerak untuk mengatur pasukan. Adrian berdiri dari kursinya, melangkah menuju jendela besar yang menghadap kota. Malam itu, gemerlap lampu-lampu kota tampak tenang, namun di bawah permukaannya, badai besar akan segera terjadi.

Adrian bergumam pada dirinya sendiri, "Mereka pikir bisa melawanku? Mereka tidak tahu dengan siapa mereka berurusan."

Di tengah persiapan perang, suasana tegang menyelimuti kedua belah pihak. Diana dan kelompoknya tahu bahwa pertempuran ini tidak akan mudah. Di tempat persembunyian mereka, Reyhan melihat kakaknya dengan penuh kekaguman. Diana berdiri gagah, tak menunjukkan sedikit pun keraguan.

"Kita sudah sejauh ini, Reyhan. Apa pun yang terjadi, jangan pernah berhenti berjuang," ujar Diana pelan.

Reyhan mengangguk, tekadnya semakin kuat. "Aku tidak akan mundur. Kita akan menang, kak."

Malam semakin larut, dan dua kekuatan besar bersiap untuk bertempur. Pertarungan antara kebenaran dan kekuasaan gelap akan segera dimulai, dan masa depan semua orang bergantung pada hasil pertempuran ini.

Malam itu, suasana di distrik kumuh semakin mencekam. Kedua kubu, baik Adrian dengan pasukannya yang dilengkapi persenjataan berat, maupun Diana bersama Reyhan, Dony, dan para tahanan yang pernah ditahan bersamanya, siap untuk bentrok. Jalan-jalan sepi, hanya sesekali terdengar suara langkah kaki yang bergerak cepat, bersiap untuk menghadapi pertarungan besar.

Diana berdiri di tengah kelompoknya, memberikan instruksi terakhir sebelum mereka bergerak. "Ingat, tujuan kita bukan untuk menghancurkan, tapi untuk menghentikan Adrian dan mengungkap kejahatannya. Kita akan membuatnya sadar bahwa rakyat di sini tidak bisa ditindas begitu saja."

Reyhan mengencangkan genggaman di tangannya, siap menghadapi apa pun yang akan datang. Dony berdiri di sampingnya, wajahnya terlihat tegang tapi penuh tekad. "Ini bukan lagi soal kita bertiga. Ini tentang seluruh distrik ini," kata Dony dengan nada rendah.

Tak lama kemudian, terdengar suara derap langkah pasukan Adrian mendekat. Adrian telah menyiapkan kekuatan besar, tidak hanya dengan senjata, tapi juga dengan taktik yang mematikan. Ia tak segan-segan mengorbankan siapa pun yang menghalangi jalannya.

I Lost YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang