"KAK XAVIER!" Kaki mungil seorang bocah laki-laki berlari menuruni tangga yang ada di teras rumah. Tangan kecil anak itu merentang, berharap sang empunya nama memeluknya.
Alih-alih memeluknya, Xavier yang saat itu menduduki bangku kelas 1 SMP mengabaikan Resta. Anak itu yang masih mengenakan seragam putih biru berlari ke arah taman selatan.
Anak itu duduk di salah satu ayunan yang dibuat ayah untuknya. Xavier baru saja pulang dari sekolah dan mendapat kabar bahwa Sean dan Gabriel tidak akan pulang dari New York. Dua kakaknya itu memilih sekolah di sana dengan alasan tidak ingin bertemu dengan Resta.
Xavier menghentakkan kakinya. Pelupuk mata anak itu dipenuhi air mata yang menggenang, siap menumpahkan cairan bening itu. "Kalian kenapa pergi tanpa membawaku?!"
Tanpa Xavier sadari, Resta mengikutinya dari belakang. Langkah anak itu perlahan melambat dengan senyum yang semakin memudar.
"Kenapa..." Xavier menghapus air mata yang jatuh menghiasi pipinya. "Bukan hanya kalian saja yang tidak ingin melihat wajah Resta. Aku juga! Aku muak! Aku ingin pergi bersama kalian! Kenapa tidak mengajakku?!"
Xavier meraung-raung. Sedangkan tubuh Resta menegang. Anak itu perlahan mendekati Xavier, membuat Xavier tersentak.
"K-Kau—"
Resta berlutut di hadapan Xavier. Anak itu menunduk dengan bibir yang dilipat ke dalam. Cairan bening menumpuk di ujung pelupuk mata. "M-Maafkan aku kalau aku memuakkan, kak. Maafkan aku jika keberadanku mengganggumu."
Xavier memandang Resta dengan tangan yang terkepal. "Kau kira dengan meminta maaf, kak Sean dan kak Gabriel akan pulang?!"
Tubuh Resta bergetar hebat. Anak itu tak kuasa menahan tangisnya. "M-Maaf..."
"Sialan!" Karena emosi, Xavier mendorong tubuh Resta ke belakang. Anak itu terkejut saat tangannya ditarik paksa menaiki ayunan yang tadi di duduki Xavier.
"Kak—"
"Diam!" Xavier meluapkan kekesalannya dengan mengayunkan ayunan dengan kencang.
Resta memejamkan mata, memegang tali ayunan dengan erat. Jantungnya berdegup kencang.
"Kak, pelan-pelan—"
"Ini semua karenamu!" Xavier terus berteriak penuh amarah. Ia mendorong punggung Resta dengan kencang.
Resta membelalak, pegangannya pada tali ayunan terlepas. Tubuhnya terbang di udara dan menghantam batang pohon yang ada di depannya.
Xavier yang melihat itu mendengus kasar. Berjalan menghampiri adik tirinya itu, dan sengaja menginjak telapak tangan Resta.
"Andai kau keluar dari rumah ini. Maka kak Sean dan kak Gabriel akan pulang!"
Ingatan itu masih melekat di benak Xavier. Itu aksi kriminal pertamanya yang ia lakukan pada Resta. Alasan Xavier masih mengingatnya, karena saat itu ia masih merasa bersalah.
Setelah melakukan hal keji itu pada Resta, Xavier hendak meminta maaf pada adik tirinya itu. Tetapi hal yang mengejutkan, anak itu mengurung diri di kamar sampai berhari-hari. Bahkan saat keluar kamar, Resta tidak ingin memandang wajahnya.
Xavier mengurungkan niat untuk meminta maaf. Ia sangat tahu kelakuannya itu membuat Resta membenci dirinya. Karena saat itu ia masih labil, Xavier membiarkan Resta menjauh darinya. Dan merasa senang kala anak itu menjauhinya.
Namun ternyata, pikirannya salah. Dua minggu kemudian anak itu kembali menempel padanya, berusaha mencari perhatiannya. Itu semakin mebuat Xavier kesal. Di pikirannya mulai terlukis untuk melakukan aksi kriminal yang kedua kalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ERROR [END]
Teen FictionAda seorang gadis yang mengutuk pacarnya karena ketahuan selingkuh. Di hari tahun baru, disaat kembang api mengudara ke langit, suara gadis itu terdengar lantang mengatakan, "Aku bersumpah mengutuk dirimu menderita selama 25 kehidupan!" Pemuda itu h...