13 >> ERROR <<

3.1K 340 4
                                    

"—biip— tidak akan membunuhku." Bibir pucat itu bergerak dengan pelan. Seringai tipis menghiasi wajahnya. Tak peduli berapa banyak luka di wajahnya, senyum tulus selalu terukir di sana.

"Bodoh." Orang yang berdiri di depan Resta mengepalkan tangan. Wajah orang itu samar, tak terlihat, seakan ditutupi awan. "—biip— menyiksamu seperti ini. Apa namanya kalau tidak membunuh?!"

"Kau tidak tahu tentang apa pun." Resta menunduk, melihat tangannya yang terikat tali. "Jika kau datang hanya untuk menceramahi ku, maka pergilah. Aku tidak membutuhkan pertolonganmu."

Orang itu menggeram. "Kau tahu kalau aku tidak bisa membantahmu." Orang itu berjongkok, melepas ikatan tali di tangan Resta. "Dan kau juga tahu, aku tidak akan pernah membuat dirimu dalam bahaya. Aku ada di sini untuk menyelamatkanmu."

Resta tersenyum tipis. Setelah tali di tangannya terlepas, Resta mengusap rambut orang itu lembut. "Terima kasih, Sagara."

"Hah!" Napas Resta tersengal. Keringat bercucuran di pelipisnya. Matanya mengerjap, berusaha mengimbangi cahaya di sekitar.

Resta melirik pergelangan tangannya yang terdapat bekas cakaran. Rasa sakit saat menerima ingatan Resta asli membuat ia hilang kendali. Termasuk melukai diri sendiri.

Resta mengubah posisinya menjadi duduk. Helaan napas berat keluar dari bibirnya. "Apa hubungan Sagara dan Resta yang diculik?"

Resta mengusap wajahnya dengan gusar. Ia yakin Sagara tahu sesuatu tentang penculikan yang terjadi padanya. Tanpa pikir panjang, Resta berdiri, berlari menuruni anak tangga.

Di ruang tengah ternyata ramai. Gaviel terlihat gusar, Gabriel yang meringis saat dililitkan perban di perutnya, Sean yang mengaduh saat dokter mengobati lengannya, dan Xavier yang diam dengan tatapan kosong melihat luka kedua kakaknya.

Saat mendengar langkah kaki, semua fokus langsung tertuju ke arah Resta. Wajah Gabriel dan Sean terlihat lega kala tidak melihat ada luka di tubuh anak itu. Resta baik-baik saja.

"Resta."

Langkah Resta terhenti. Ia hendak menuju asrama para bodyguard, tetapi Gaviel menahannya. "Apa, Ayah?" tanya Resta datar.

"Syukurlah kau baik-baik saja." Gaviel terlihat lega. "Apa kau ingin diperiksa ulang?"

Resta menggeleng. "Aku ingin menemui Sagara."

Gaviel mengangguk, tak menahan lebih lama. Resta langsung saja berlari menuju asrama bodyguard. Para bodyguard yang sedang berganti pakaian sehabis latihan terkejut mendapati kehadiran Resta.

"Tuan Muda?"

"Di mana Sagara?" tanya Resta tak ingin membuang waktu.

"Dia masih latihan di ruang latihan."

Resta segera berbalik arah. Membawa langkah kakinya menuju ruang latihan para bodyguard. Saat pintu itu didorong dari luar, pemandangan yang Resta lihat hanya ruang latihan yang sepi.

Mata pemuda itu berpendar, dan mendapati Sagara yang sedang duduk di pojok ruangan, meluruskan kaki dengan napas tersengal. Bulir keringat mengucur di pelipisnya hingga lehernya. Kemeja putih yang ia kenakan sudah basah oleh keringat, menampakkan perutnya yang six pack.

"Tuan Muda?" Sagara mendongak, terkejut saat Resta berjalan mendekatinya. Ia segera berdiri. "Apa yang Anda lakukan di sini?"

"Menemuimu," jawab Resta. Ia sedikit mendongak karena perbedaan tingginya dengan Sagara begitu kontras. "Aku punya pertanyaan."

Sagara mengernyit. "Apa pertanyaan itu sangat penting membuat Anda menyusul saya ke sini?"

"Aku tahu kau menyembunyikan sesuatu." Resta menatap netra hitam legam milik Sagara. "Kau pasti tahu siapa yang menculikku selama ini. Jawab, siapa dia?"

ERROR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang