Resta memandang Sean, Xavier dan Gabriel yang menatapnya. Resta menyadari tatapan itu sedikit berbeda dari sebelumnya.
Apa yang terjadi selama aku pingsan?
"Kenapa tetap lari padahal kau sendiri punya penyakit asma?" Sean berjalan menghampiri Resta, duduk di sebelah pemuda itu, kemudian menyodorkan alat yang sering digunakan orang-orang berpenyakit asma.
Resta menatap benda itu dan Sean bergantian. Sialnya, Resta asli tidak memberikan ingatan tentang anak itu yang punya penyakit. Suda tiga hari dirinya masuk ke tubuh Resta, dan ingatan itu muncul secara berkala, tidak semuanya siap ia tampung karena memiliki efek samping yang luar biasa.
Setiap kali Resta mendapatkan ingatan, efek sampingnya adalah muntah, kepala pusing, pingsan, bahkan ada yang sapai mimisan.
Resta menatap benda itu dan Sean bergantian. "Jangan pura-pura peduli."
Resta merampas benda itu dari tangan Sean. Sean bergeming.
"Aku bukannya pura-pura peduli." Sean menyunggingkan senyum tipis. "Kau sudah mencari perhatian sejauh ini. Bunuh diri beberapa kali, pingsan, membuat kekacauan— aku tidak bisa diam saja."
Entah kenapa Resta terganggu dengan ucapan itu. Memang sejak kapan itu dikatakan mencari perhatian?
"Lantas, kenapa baru sekarang kalian peduli padaku?" Resta berdiri, menatap semua orang yang mendongak ke arahnya.
"Disaat aku mencari perhatian kalian dulu, kalian malah mengabaikanku. Tapi disaat aku tidak mencari perhatian, kalian malah menuduhku caper— dan aku katakan sekali lagi, aku sedang tidak mencari perhatian kalian."
Resta berbalik, mematri langkahnya menuju tangga. Langkahnya terhenti di anak tangga pertama.
"Lain kali jangan kepedean jadi orang."
Kalimat pedas itu menjadi penutup percakapan mereka. Sean, Xavier dan Gabriel tertegun.
"Wah..." Sean lebih dulu bersuara, memecah keheningan yang terjadi selama satu menit. "Kenapa aku tertampar dengan kata-katanya, ya?"
Xavier mendengus samar. "Makanya jadi orang jangan kepedean, kak."
Disusul tawa renyah dari Gabriel. "Kata-kata dari Resta 2024. Jadi orang jangan kepedean."
Sean bersungut-sungut. Ia mengambil bantal kecil di sofa dan melemparkannya ke arah Xavier. Xavier dnegan sigap menangkap— seakan sudah memprediksi bahwa Sean akan melakukan itu.
"Kata-kata itu bukan hanya dituju untukku!" teriak Sean, kesal. "Kalian juga bagian dari kata-kata itu!"
Gabriel mengangkat bahu tak peduli, Xavier kembali menyambar bukunya. Sean yang melihat itu berdecak. Namun, apa yang dikatakan Resta benar.
Kenapa baru sekarang ia peduli?
***
Resta bersandar di dinding supermarket. Di mulutnya terdapat permen tangkai milkita. Tidak, jangan salah paham. Itu bukan dirinya yang membeli, melainkan Sagara. Saat Resta hendak membeli rokok, Sean menyusul masuk ke supermarket dan menyodorkan satu kotak permen milkita.
Brengsek.
Resta berdiam menunggu Sagara yang entah membeli apa. Saat hendak pergi ke supermarket sendiri, Sagara mengikuti dari belakang, menawarkan diri untuk menjadi bodyguard nya. Resta sudah menolak keras, tetapi Sagara memutuskan bertanya pada Gaviel.
Dan lebih menyebalkan lagi Resta harus berurusan setengah jam bersama Gaviel. Pria itu yang bersikeras menyuruh membawa lima bodyguard, mau tidak mau Resta menyetujui Sagara yang menjaganya. Itu lebih baik dibanding harus membawa lima orang berbadan kekar.

KAMU SEDANG MEMBACA
ERROR [END]
Teen FictionAda seorang gadis yang mengutuk pacarnya karena ketahuan selingkuh. Di hari tahun baru, disaat kembang api mengudara ke langit, suara gadis itu terdengar lantang mengatakan, "Aku bersumpah mengutuk dirimu menderita selama 25 kehidupan!" Pemuda itu h...