28 >> ERROR <<

1.3K 223 72
                                    

Gabriel dan Xavier seketika berdiri saat seorang dokter keluar dari ruangan operasi. Wajah mereka pucat pasi, menunggu informasi dari sang dokter.

Mengerti raut wajah kedua orang itu, Dokter Jem tersenyum tipis. "Syukurlah pasien bisa diselamatkan. Apa pasien terluka karena tembakan?"

Gabriel mengangguk.

"Saat melakukan operasi, pelurunya sudah tidak ada. Apa ada yang mengambil pelurunya?" tanya Dokter lagi.

Gabriel dan Xavier saling pandang. Seketika mereka ingat dengan perkataan Resta. "Aku sudah mengambil pelurunya. Penyelamatan pertama."

"Ada, dok," jawab Gabriel lemas.

Dokter Jem nampak antusias. "Berkat orang itu yang mengambil pelurunya bahkan menghentikan pendarahan, pasien berhasil selamat. Operasi berhasil dilakukan dengan lancar. Sekarang pasien akan dipindahkan ke ruang inap."

Gabriel dan Xavier berapas lega. Xavier bahkan terduduk di kursi tunggu, menyandarkan punggungnya, melepas beban yang daritadi dia pikul. Syukurlah...

Sean dipindahkan oleh beberapa suster ke ruang rawat inap. Setelahnya, Gabriel dan Xavier bisa menjenguk pasien. Mereka berdua duduk di kursi yang ada di ruangan itu, menatap mata Sean yang terpejam.

"Kak Sean...," panggil Xavier nelangsa.

Gabriel dan Xavier sontak mendekat kala melihat jari-jemari Sean bergerak. Bahkan kelopak mata Sean yang terpejam bergetar.

"Sean—"

"Genta... Adelardo..."

Gabriel dan Xavier mematung. Mata yang terpejam itu kini sukses terbuka dengan sempurna. Di ujung matanya, Sean menitikkan air mata.

"Kak Gabriel..." Bibir pucat Sean bergetar. "Di mana Genta?"

"Huh?"

"Genta, adik kita."

***

"RESTA!"

Bruk!

Tubuh Abraham menegang saat Resta tumbang di atasnya. Kepalanya menoleh ke samping dengan pelan, menatap anak sulungnya yang tengah memegang pistol dengan tangan bergetar. "Aksa..."

Napas Aksa memburu samar. "Aku—"

DUAGH!

Tubuh Aksa terpelanting saat Sagara menendangnya kuat. Seakan tidak memedulikan bahwa orang yang dia hajar adalah keluarganya, Sagara hilang kendali.

BUGH!

Sagara menginjak perut Aksa, menarik kerah baju Aksa dan kembali membantingnya ke lantai.

DUGH!

"Uhuk!"

"Bangsat!" Rahang Sagra mengeras. Matanya berkilat tajam. Tangannya terayun dengan membabi buta menghantam wajah Aksa. "BRENGSEK!"

BUGH!

"SIALAN!"

BUGH!

"KAU BUKAN KELUARGAKU, BAJINGAN!"

Deg.

Aksa menatap adiknya dengan tatapan nanar. Dia kesulitan bernapas. Sagara bahkan tidak memberi jeda pukulannya, membuat Aksa kesulitan bernapas. "A-Aga..."

"DIAM! MATI KAU SIALAN!"

DUGH!

Aksa menahan perih di perutnya. Seperti dicabik-cabik benda tajam dan mengeluarkan semua isinya. Aksa tidak kuat lagi. Mata itu mulai terpejam dengan tangan yang tergeletak.

ERROR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang