Sean berlari kembali ke kamar Xavier. Xavier berdecak, kakaknya itu sungguh mengganggu.
"Apa lagi?!"
"Resta kabur!"
Xavier sontak berdiri dengan mata yang membulat sempurna. Mereka berlari menuruni anak tangga menuju lantai bawah, pergi ke ruang kerja sang Ayah.
Gaviel yang masih berkutat dengan berkas-berkasnya terkejut lantaran pintu ruang kerja terbuka, menampilkan wajah kedua anaknya.
"Ada apa?"
"Resta tidak ada di kamar, Yah!" Sean lebih dulu berbicara. Nadanya terdengar panik.
Gaviel seketika berdiri. "Panggil bodyguard dan lacak keberadaan ponselnya!"
Xavier mengangguk. Anak itu berlari melaksanakan perintah. Sudah ada lima belas bodyguard yang berkumpul di depan teras mansion.
Sean dan Gaviel keluar dari rumah, disusul Gabriel dnegan wajah bantalnya. Sial, ia tertidur dan terpaksa bangun saat Sean mengguncang tubuhnya dan berkata Resta kabur.
Anak itu benar-benar tidak membiarkannya beristirahat.
"Kita berpencar," ujar Gaviel mengomando yang lainnya. "Sudah lacak ponsel anak itu?"
Xavier menggigit bibir, menatap ponsel dengan ragu. "Tanda titik merah ini... berkedip-kedip."
"Apa?" Sean mengernyit bingung. "Kalau berkedip-kedip, bukankah itu artinya ponselnya mau mati?"
"Kita tidak punya waktu lagi!" teriak Gaviel memerintah. "Ayo kita pergi sebelum tanda titik merah itu menghilang."
Gabriel, Sean dan Xavier mengangguk. Xavier dan Gaviel berada di mobil yang sama, berjalan paling depan untuk memandu.
Sedangkan di belakang mereka ada dua mobil yang diisi Gabriel dengan beberapa bodyguard, dan Sean dengan lima bodyguard lainnya.
Tiga mobil itu membelah jalanan kota. Beberapa meter dari mereka ada tiga mobil lain yang menyusul. Itu mobil para bodyguard.
***
Satu, Resta tidak takut mati. Dua, alasannya karena dia sudah sering merasakan mati. Tiga, dan mati itu benar-benar menyakitkan. Empat, meski Resta tidak takut mati, tapi dia tidak ingin mati lagi. Dan lima, jika dia mati sekarang, maka tidak akan ada lagi kehidupan selanjutnya. Ini adalah kehidupan terakhir yang Resta dambakan. Kehidupan tanpa bayang-bayang kehidupan selanjutnya yang terus menghantui.
Brengsek.
Resta merasakan tubuhnya remuk. Ia bisa melihat darah yang mengalir di pelipisnya dari kaca spion motor Kenzie yang hancur sebagian.
Untungnya sebelum mobil itu menghantam motor Kenzie, Resta lebih dulu melompat dalam keadaan tubuh yang condong. Tubuhnya berguling-guling di jalanan aspal, membuat helm nya lepas dan pelipisnya menghantam aspal.
Tapi, Resta bersyukur, dia selamat dari kematian yang ke-25 nya. Dada pemuda itu bergemuruh menahan sesak, tangannya terasa kaku, mulutnya bersusah payah menghirup oksigen.
Samar-samar ia mendengar langkah kaki yang berlari ke arahnya. Resta mendongak, melihat wajah Kenzie yang berteriak khawatir. Namun, teriakan pemuda itu tidak terdengar karena rasanya telinga Resta berdengung.
Suara klakson mobil tadi masih terngiang.
"Woi, Res! Jangan mati!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ERROR [END]
Teen FictionAda seorang gadis yang mengutuk pacarnya karena ketahuan selingkuh. Di hari tahun baru, disaat kembang api mengudara ke langit, suara gadis itu terdengar lantang mengatakan, "Aku bersumpah mengutuk dirimu menderita selama 25 kehidupan!" Pemuda itu h...