16 >> ERROR <<

3.5K 431 41
                                    

Sagara fokus menatap layar laptop. Lampu kamarnya sengaja dimatikan, hanya ada cahaya remang dari lampu meja belajarnya. Fokusnya buyar saat Aksa masuk tanpa permisi ke kamarnya.

"Sagara, ada yang ingin aku bicarakan."

Pergerakan jari Sagara di atas keyboard terhenti. Ia melirik sekilas, lantas melanjutkan aksinya. "Bicara apa?"

"Kau jangan terlalu obsesi melindungi Resta." Aksa duduk di tepi kasur Sagara.

Kali ini Sagara menghentikan aksinya, memutar tubuh menghadap Aksa. Satu alis terangkat naik. "Kau tahu apa?"

"Aku tahu kau selalu kabur dari latihan hanya demi mengamati Resta." Aksa menatap tajam adiknya.

"Aku melakukannya karena suatu alasan."

"Tapi itu tidak membenarkan sikapmu sebagai bodyguard, Sagara!"

"Memangnya kau tahu apa?!" Sagara menaikkan volume suaranya. "Kau tidak tahu rasanya gagal menjadi bodyguard. Kau tidak pernah tahu bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang ingin kau lindungi."

Aksa terdiam. Tatapan adiknya dipenuhi oleh perasaan bersalah. Entah bersalah pada siapa.

"Kau tidak akan tahu karena Tuan Muda Sean tidak pernah berada dalam bahaya! Sedangkan Resta, dia berbeda. Aku mengenalnya dari kecil. Harusnya kau tahu kenapa aku ingin melindunginya, kak."

Suara Sagara terdengar bergetar. "Karena dia keluargaku. Aku lahir di mansion Dewantara. Kau tahu, setelah kematian ibu karena melahirkanku, Nyonya Cherry berkata bahwa dia sudah menganggapku sebagai anaknya. Ibu kita sangat dekat dengan Nyonya Cherry. Lantas sebelum kematiannya, dia berpesan padaku. Dia berpesan padaku untuk melindungi Resta apa pun yang terjadi."

Deg.

"Aku punya alasan terobsesi melindungi Resta, kak." Sagara kembali menatap layar laptopnya. "Karena itu wasiat terakhir Nyonya Cherry. Disaat Tuan Gaviel dan ketiga anak-anaknya tidak ada di detik-detik kematiannya, dia berpesan padaku yang seorang diri mengunjungi ruang rawat inapnya. Dia mengatakan bahwa Resta tidak salah. Resta layak dilindungi. Dan aku, yang juga dianggap anak oleh Nyonya Cherry— memintaku untuk melindungi Resta apa pun yang terjadi."

Sagara terdiam sejenak. Ia kembali menerawang kejadian yang menyakitkan.

"Resta selalu dalam bahaya. Aku tidak tahu kenapa dia selalu diincar musuh, bukannya Tuan Muda Sean, Gabriel dan Xavier. Malah, mereka hidup tanpa ada ancaman." Sagara menarik napasnya, kemudian menghembuskannya perlahan. "Jadi, aku tidak peduli apa yang kau katakan dan para bodyvuard katakan. Aku terobsesi? Benar. Aku ingin menjaga wasiat terakhir Nyonya Cherry— orang yang sudah aku anggap ibu setelah kematian ibu kandungku. Aku akan menjaganya meski nyawaku taruhannya."

Kata-kata itu sangat meyakinkan. Terlebih kala Aksa bertemu tatap dengan mata elang adiknya, ia yakin Sagara tidak akan berubah pikiran.

Aksa menghela napas berat. "Baiklah jika itu maumu." Pemuda itu berdiri, lantas berlalu pergi dari kamar Sagara.

Bunyi pintu yang ditutup terdengar samar. Kini, fokus Sagara hilang. Ia mengacak rambutnya sembari berteriak frustrasi. "Argh!"

Semua orang tidak akan tahu bagaimana perasaannya saat ini. Dari awal, Sagara gagal menjaga Resta. Resta yang sangat ingin dia lindungi telah mati— dan kini, jiwa asing lah yang menggantikannya.

Sagara tidak tahu harus melakukan apa. Apakah dia harus tetap menjaga wasiat Nyonya Cherry? Atau tidak? Sagara bingung. Jika di situasi ini, apa yang diinginkan Resta asli untuk dia lakukan?

Karena sedari kecil, Sagara selalu menuruti perintah Resta.

***

Di sebuah ruangan, tumpukan kertas dilempar ke wajah pemuda yang berdiri kaku di depan meja kerja seorang pria.

ERROR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang