BAB 13. Hijabku

82 9 0
                                    

"Engkau adalah permata paling berharga yang aku dapatkan."

***

**

*

..................

Saat Azzam berbincang dengan Anggota brave lion tadi, Nazaya lebih dulu pergi ke kamar untuk beristirahat karena Azzam yang memintanya untuk istirahat, Azzam juga tak ingin istrinya itu kelelahan setelah setengah hari penuh berkegiatan.

kini Azzam bergegas menaiki anak tangga menuju Kamar, ia khawatir istrinya menunggunya terlalu lama.

Ceklek
Azzam membuka kenop pintu kamarnya.

"Assalamualaikum..." lirih Azzam saat memasuki kamar.

"Waalaikumussalam," Terdengar pelan sahutan dari dalam kamar.
Azzam agak terkejut ketika mendapati istrinya itu belum tidur, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam.

"Loh, kok belum tidur sayang?" Tanya Azzam sedikit khawatir, ia menghampiri istrinya yang tengah berbaring di atas kasur dan masih menggunakan hijabnya.

"Kamu belum ngantuk Hm?"

Nazaya menggeleng dan mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk. "Aku...masih punya janji kan sama mas? Aku belum bisa tidur tenang gara-gara kepikiran itu."

Azzam mengerutkan keningnya. "Janji? Janji apa ya? Mas lupa sayang." Tanya Azzam sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Bukannya menjawab, nazaya malah berbalik arah dan membelakangi Azzam. Azzam bingung apa yang istrinya itu lakukan.

"Sayang?"

Beberapa saat Setelahnya, nazaya berbalik arah lagi sambil tersenyum ke arah sang suami. Ia mencoba memberanikan dirinya meskipun ada rasa ragu yang menyelimutinya.

"Mas.."

.......

Hening. Azzam terpaku melihat sang istri yang melepas hijabnya tepat di hadapannya untuk pertama kali.
Azzam menatap Nazaya yang perlahan menurunkan hijabnya. Sejenak, suasana menjadi sunyi, hanya ada mereka berdua di dalam kamar itu. Untuk pertama kalinya, Azzam melihat rambut istrinya yang panjang terurai di pundaknya.

Nazaya menatapnya penuh harap, ada rasa gugup di matanya. "Mas, aku pengen kamu lihat aku... apa adanya," ucapnya lirih, suaranya bergetar halus.

Azzam tertegun, hatinya berdegup lebih kencang. Ia tahu, ini bukan sekadar tentang hijab, tapi tentang kepercayaan dan keterbukaan sepenuhnya antara mereka. Azzam mendekat, duduk di tepi kasur, tangannya menggenggam jemari istrinya dengan lembut.

"Masya Allah....Zaujati, Jamilah."

Nazaya menunduk sejenak, air mata mulai mengalir di pipinya. "Maaf ya, mas. Aku baru bisa buka hijab aku untuk kamu. Bukannya apa-apa, tapi...Aku belum percaya diri untuk nunjukin."

Azzam menggeleng pelan, menyeka air mata di pipi Nazaya. "Nggak perlu minta maaf zaujati. Mas ngerti kok." Ujar Azzam sambil menarik Nazaya kedalam dekapannya dengan penuh kasih sayang.

Nazaya membiarkan dirinya tenggelam dalam pelukan Azzam, merasakan ketenangan yang terpancar dari suaminya. Azzam mengusap punggungnya dengan lembut, memberikan rasa aman yang ia butuhkan.

"Kamu nggak perlu ragu sama saya, Nazaya. Mas selalu nerima kamu apa adanya," bisik Azzam dengan suara lembut. "Hijabmu itu simbol, tapi yang lebih penting adalah hatimu. Dan Mas bersyukur bisa jadi suamimu."

Nazaya tersenyum di tengah air matanya, merasa beban di hatinya mulai terangkat. Azzam selalu tahu bagaimana caranya membuatnya merasa dihargai tanpa harus memaksakan apa pun.

"Aku beruntung banget punya kamu, Mas," gumamnya pelan.

Azzam hanya tersenyum, lalu mengecup lembut kening istrinya. "Kita saling melengkapi. Kamu juga anugerah buat Mas."

"Oh iya, mas. Zaujati itu apa? Jamilah itu siapa?" Tanya nazaya penasaran.

Azzam terkekeh kecil, ia lupa memberi tahu istrinya tentang itu. "Zaujati itu dalam bahasa arab, artinya istriku. Dan Jamilah dalam bahasa arab, itu artinya Wanita cantik. Kamu itu Jamilah nya Azzam." Jawab Azzam sembari menjawil hidung nazaya dengan gemas.

"Ohh..gitu. mas dulu santri?" Tanyanya lagi.

"Iya, habis lulus SD mas langsung di masukkan ke pesantren sama Abi."

"Woahh! Yang bener?" Nazaya sangat antusias saat mengetahui bahwa ternyata suaminya itu seorang santri.

"Iya, sayang," azzam mencubit pelan pipi nazaya, ia sangat gemas dengan istrinya itu. "Insyaallah suatu hari nanti mas ajak kamu ke sana. Mau?"

"Mau banget, mas! Dari dulu aku penasaran banget sama pesantren."

"Nanti mas bawa kamu kesana, sekalian mas kenalin kamu sama sahabat mas." Ujar azzam yang di balas anggukan kepala oleh nazaya.

Malam itu terasa lebih tenang dan damai, saat mereka saling berbagi perasaan dengan kejujuran dan kasih sayang yang tulus. Tidak ada lagi yang disembunyikan, tidak ada lagi keraguan.

Setelah beberapa saat kemudian , nazaya terlihat sudah mulai mengantuk, azzam menyadari itu lalu mengajak istrinya untuk tidur. "Ayo, sayang, kita tidur. Sudah larut, besok pasti banyak kegiatan lagi."

Nazaya mengangguk. Ia merasa lebih ringan setelah berbagi perasaannya dengan Azzam. Dia pun meletakkan hijabnya dengan rapi di dekat meja samping tempat tidur.

Azzam membenahi selimut dan mempersiapkan tempat tidur untuk mereka berdua. Setelah memastikan semua nyaman, ia membantu Nazaya berbaring.

"Mas, makasih ya... buat semuanya," ucap Nazaya, matanya mulai mengantuk.

Azzam tersenyum lembut sambil menyelimuti istrinya. "Nggak perlu makasih, sayang. Ini udah jadi tugas Mas sebagai suami. Sekarang, tidur ya... " Ujar Azzam sembari mengelus puncak kepala nazaya.

"Ayo baca doa dulu."

Nazaya hanya mengangguk kecil, lalu Mulai membaca doa sebelum tidur. Ia merasa damai berada di samping orang yang sangat dicintainya. Azzam mematikan lampu kamar, menyisakan sedikit cahaya remang-remang dari jendela. Ia lalu berbaring di samping Nazaya, menggenggam tangan istrinya dengan lembut.

"Selamat tidur, sayang. Semoga mimpi indah," ucap Azzam pelan sambil mengecup lembut punggung tangan Nazaya.

"Selamat tidur, Mas," balas Nazaya dengan suara pelan, matanya mulai terpejam.

***

.

......

Bersambung.....

Tungguin kelanjutannya ya!!

Babay👋👋








Azzam Al-FatihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang