0.6

19.1K 1.5K 14
                                    

❛❛Happy Reading❛❛


"YEY AKHIRNYA MAKANAN NYA SUDAH SEL--- eh

•••

Ekhem

Sepa berdehem canggung, menggaruk tengkuk nya yang tak gatal, sepa bingung harus melakukan apa, lihatlah para pria di depannya ini, mereka menatapnya datar, dan itu membuat nya gugup, siapapun tolong sepa...

" Emm, a-nu makan?," Sepa merutuki dirinya sendiri, padahal dirinya sudah menyusun kata - kata yang perlu ia lontarkan kepada mereka, namun itu sirna dalam sekejap.

Lihat lah ketiga putranya, mereka menatapnya seolah bertanya 'apa maksudmu' begitu pun dengan seorang pria tampan yang ia yakini adalah suaminya sendiri, suami? wajahnya memerah, mengapa ia menjadi salah tingkah? ck sudahlah lupakan hal memalukan ini!

"ah, maksudku, mari kita makan," dan ya, mereka terkejut namun tertutup oleh wajah datarnya, sama halnya dengan si kembar, meski sudah merasa ada yang berbeda dari mommy nya, namun itu tak mengurangi rasa keterkejutan nya, ini terlalu tiba-tiba.

"Apa ini, sebenarnya apa yang aku lewatkan?,"

"Mommy...

" Aku harap, ini awal dari semua,"

"....."

Tanpa menjawab, satu persatu dari mereka, meninggalkan sepa yang saat ini terdiam merasakan denyut di hatinya, mengapa ini sangat menyakitkan?

Sepa tak yakin bisa merubah keluarga kecil ini.

Melupakan rasa sakitnya, kini sepa tengah terduduk sembari memakan masakanya, menatap sekeliling sepa mendengus, seperti nya memang ia ditakdirkan untuk tetap menjadi orang yang kesepian.

"Ck, daripada sedih, mending sepa belanja, heran mereka kan orang kaya, kenapa di dapur cuma ada sedikit bahan masakan? itupun cuma beras sama beberapa bumbu, huh Bahkan peralatan dapur pun cuma sedikit,"

sepa memejamkan matanya heran.

"Selama ini mereka makan apa coba?," Cukup heran, namun sepa segera menyadari, jaman sekarang kan makanan bisa di pesan lewat tekhnologi, lagipun mereka ini orang kaya, bisa makan dimana saja.

bodoh bodoh

"tapi masa iya pesen setiap hari?,"

"Tau ah pusing." diam diam sepa mengutuk phanie, yang hanya memberikan separuh ingatannya, itu pun hanya tentang suami dan ketiga putranya, hanya itu tak ada yang lain.

"Menyebalkan," batinnya kesal.

meninggalkan meja makan, berjalan ke arah dapur dan mencuci piring bekas dirinya makan, dan peralatan lainnya yang kotor, tanpa tau ada seseorang yang memperhatikan nya sedari tadi, orang itu menyeringai,

"Sejak kapan dia mau melakukan itu? ,"

•••

"Kak, lu liat tatapan mommy tadi, bikin hati gua sakit anjir, " ujar xavier, yang tak sengaja melihat tatapan sepa, dan itu membuat hatinya tak nyaman.

"Hm, dia kecewa," Javier pun merasakan itu.

Xavier mengernyit tak suka.

"Mommy kak, bukan dia," Entah mengapa Xavier tak menyukai panggilan itu. dan itu sukses membuat Javier menatap nya datar.

"Why? bukanya dah biasa?," Xavier menelan ludahnya kasar.

"Y-ya emang tapi--,"

"Tapi apa? Lu berharap dia berubah?," Sela Javier, sembari memegang kedua bahu Xavier, menatap lamat kedua mata adiknya yang memancarkan harapan, dan itu membuat dirinya terdiam.

Tanpa kata Javier pun melepaskan pegangan nya di bahu Xavier, dan melangkah kan kakinya, dan itu tak lepas dari pandangan Xavier, mata itu mengernyit tat kalau melihat Javier yang hanya terdiam di ambang pintu kamarnya.

"Jangan terlalu berharap vie," ujar Javier dingin, Xavier terdiam, bagaimana bisa ia tak berharap, sedangkan mommy nya itu terlihat berubah, dari mommy nya yang rela menghampiri dirinya di sekolah, padahal biasanya tidak, mengajaknya makan, itu adalah salah satu impian nya, Xavier ingin seperti keluarga pada umumnya, ia menginginkan itu.
















Hah

Entah berapa kali hembusan nafas itu keluar dari mulut, jeryo saat ini tengah melamun, tidur terlentang sembari menatap langit langit kamarnya.

Memegang jantung nya yang berdetak cepat, menghembus nafas gusar.

"Kenapa dia berbeda," lirihnya yang mengingat kan akan tatapan sepa tadi, dan itu terlihat berbeda dari biasanya.

"Dia berubah?," jeryo terdiam.

"Hahah mana mungkin, itu omong kosong," Jeryo tertawa miris.

"Orang yang sering memukul tanpa henti, mana mungkin berubah secepat itu," Merubah posisi nya terduduk, jeryo menundukan kepalanya.

"Ingat jeryo, dia tak akan berubah," batinnya, ia tak ingin berharap lagi.

Itulah jeryo, dia akan berbicara banyak ketika dirinya sendirian, dan itu menyakitkan, berbicara banyak namun tak ada yang mendengar kan, seperti sedang curhat namun tak di tanggapi.

Mengacak rambutnya kasar, jeryo dengan cepat menyambar jaket kebanggaan nya, dan segera meraih kunci motor, ia perlu pergi untuk menenangkan pikiran nya, di kejauhan jeryo melihat jeynor daddy nya, yang berdiri diam dan matanya yang terus menatap ke arah bawah, entah apa yang jeynor lihat, jeryo mengangkat bahunya acuh, ia tak peduli, namun tak sengaja ia mendengar gumaman jeynor,

"Sejak kapan dia mau melakukan itu? ,"

Tak mau memusingkan hal itu, jeryo langsung saja berjalan melawati jeynor, yang memang sedari tadi berdiri dekat tangga, jeynor mengerut heran.

"Mau kemana?,"

Jeryo yang sedang menuruni satu persatu anak tangga terpaksa berhenti, dan..

"Bukan urusan mu," Ujarnya, dan itu membuat jeynor dongkol, lihatlah putranya itu, berjalan cepat menuruni tangga, tunggu? ada apa dengan putra berandalan nya itu.

Sedangkan jeryo dirinya pun merasa heran, mengapa dirinya terburu buru, entah lah tapi..

"M-Mau kemana?,"

Blushh

Kulit wajah yang tak terlalu putih itu kini memerah, dan itu karna sepa, memang dirinya melihat putra sulungnya ini turun dari tangga dengan sedikit terburu buru, sepa dengan tak yakin bertanya, dan dirinya hanya melihat wajah jeryo yang memerah, ataukah putranya ini sakit?.

Jeryo mematung tak tau harus berbuat apa.

"Mau kemana jeryo?," Jeryo menggeleng pelan, dan langsung berlari kecil meninggalkan sepa yang mengerjapkan matanya heran, kenapa?.





"pfthhh---HAHAHAHHAHA






TBC


Typo tandain!!!

aku penasaran, gimana si menurut kalian tentang cerita kali ini?

komen dong, aku tuh suka salting liat komen an kalian mweheh🤭

bikin aku nya jadi semangat nulis.

Terimakasih 🙏

SEPA [TRANSMIGRASI BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang