Tujuh Belas

205 13 4
                                    

SPECIAL PART (5)
Taurus - Ara Menangis?

*1005 TAURUS*

Aku tersenyum memandang perempuan itu, perempuan yang Ara panggil Umi dan aku panggil Tante sedang berjalan menuju kearahku dengan senyum merekah di bibirnya yang mulai tirus.

Aku menghampirinya dan segera mencium tangan tanda hormatku pada beliau. Umi Ara merupakan satu-satunya orang tua temanku yang dekat denganku. Entah ada apa, tapi antara ibu dan Umi sepertinya memiliki chemistry.

"Gimana Tata, udah ngambil rapotnya?" Tanya Umi dengan suara khas sunda miliknya.

"Belom tante, ibu masih di jalan. Ara nya gak ikut?"

"Lagi nangis di rumah."

"Hah?" Ujarku spontan. Sedikit aneh mendengar Ara menangis.

"Iya, gara-gara di ledekin Akmal."

"Kok bisa di ledekin?" Tanyaku heran.

"Jadi kan si Akmal peringkat satu, terus Ara peringkat dua. Nah yaudah tuh, si Akmal ngeledekin Ara gak berhenti-berhenti di rumah."

Senyum maklum pun merekah di wajahku. Bisa dibilang Ara bukan penyuka kekalahan, ya walaupun pada akhirnya nanti dirinya akan menerima, tapi pasti ada kesedihan yang mendalam jika ia gagal sedikit saja. Buktinya, peringkatnya hanya turun satu dan masih dalam tiga besar saja sudah begini.

Oh ya, Akmal itu adik semata wayang Ara ngomong-ngomong.

"Yaudah, Tata tante ke kelas dulu ya." Pamitnya kemudian melangkah menjauh.

Setelah kepergian Umi, aku kembali di rundung keheningan. Jangan tanya aku peringkat berapa, karna lagi-lagi aku di jadikan kambing hitam yang sangat hitam. Hampir seluruh penghuni kelasku memandangku tak percaya, ya banyak yang mengekspetasikan diriku masuk sepuluh besar bahkan lima besar. Tapi dugaan mereka salah besar. Iya sangat besar.

"Tata!" Seruan itu berhasil menghilangkan hal mengecewakan yang mengerubungi ku.

Aku mendongak dan melihat Rani dengan setelan jeans dan kaos salah satu grupband kenamaan favoritnya sedang berjalan mendekat.

"Rani." Rengek ku. "Lapuk gue kelamaan disini."

"Lagian rajin banget." Ejeknya kemudian menggeser tubuhku.

Aku mendengus, kemudian mendorong tubuhnya yang ramping hingga hampir jatuh.

"Ih Ta." Omelnya sembari memukul lenganku dengan cukup keras. "Ngomong-ngomong, lo gak masuk sepuluh besar?" Tanyanya hati-hati, mungkin takut melukai perasaan ku.

Aku hanya mengangguk kemudian kembali memandang nyalang lapangan yang di penuhi mobil-mobil wali murid. Ya kembali menggalau ria.

"Ta." Kali ini Rani yang merengek sembari mengguncang-guncang lenganku. "Lo marah ya? Astaghfirullah baper banget dah."

Mataku beralih dari lapangan ke wajah Rani yang malah menatap ku sebal. Loh, ini hari terbalik?

"Lo kurangin nonton sinetron deh Ran." Saran ku pada Rani yang sepertinya sudah mulai overdosis dengan salah satu sinetron di salah satu stasiun tv swasta kenamaan.

"Eh apaan sih." Ujarnya sebal karna diriku mengalihkan pembicaraan. "Tapi ya Ta, lo tuh sebenernya pinter loh, jadi lo gak usah frustasi deh."

Siapa juga yang frustasi.

"Nih ya Ran buat informasi lo aja, semua anak kelas yang udah ngambil rapot udah ngomong begitu ke gue." Ujarku kemudian tersenyum sinis-sebenarnya miris. "Semuanya."

1005 TAURUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang