Taurus - Akhir Semester
*1005 TAURUS*
Ulangan akhir semester kali ini sungguh di luar perkiraan ku. Yang seharusnya dilaksanakan pertengahan Juni di majukan menjadi akhir Mei, dan ini benar-benar membuatku harus bekerja keras merangkum beberapa mata pelajaran yang tidak aku kuasai.
Tapi untungnya Ara yang sangat baik hati, memperbolehkanku mem-fotocopy hasil rangkumannya.
Ruang ujian yang nantinya akan diisi 36 siswa, baru terisi seperenamnya, termasuk tempat dudukku.
Samar-samar dari luar ruangan aku mendengar kedatangan Delvin. Terdengar percakapan singkat antara dirinya dengan Rani di luar.
"Vin, tumben lo udah dateng." Sapa seseorang yang aku sangat kenal suaranya, Rani.
"Lagi gak latihan Ran." Jawabnya santai.
Tak lama, aku mendengar pintu ruangan di buka dan disana Delvin masuk dengan tas reebook bergaris kuning kebanggaannya. Ia berjalan kebelakang, yang dimana disana tertera nomor ujian miliknya.
Mungkin baru menyadari keberadaanku, Delvin diam memandangku dengan tatapan heran.
"Lu nyasar Ta?" Tanyanya sambil menunjuk diriku.
"Enggak."
"Kok disini? Lu nungguin Alma?" Langkahnya mendekat menuju mejaku menjauh dari mejanya sendiri.
"Apaan sih, ruangan gue juga disini." Jawabanku sontak membuatnya manatapku heran, "nih liat." Ujarku sembari menunjukkan kartu ujianku.
Delvin mendekat dan membaca kertas yang sedang ku pegang. Sambil menyipitkan matanya, dirinya mengambil kertas itu.
"Kok bisa?" Aku hanya menaikkan kedua bahuku sebagai jawaban. "Bagus deh."
"Bagus apaan?" Tanyaku heran sambil mengambil kartu ujianku yang ada di tangannya.
"Ada yang bantuin." Ujarnya sambil terkekeh pelan kemudian berbalik ke kursinya.
Entah karna apa, senyumku merekah memandang punggungnya yang sudah membelakangiku, sesuatu seakan menyuruhku untuk beranggapan kalau sebenarnya secara tersirat dirinya berharap akan kehadiranku di ruangan ini.
Tanpa ingin memikirkan sesuatu lebih jauh, aku menjepit kembali kartu ujianku di papan jalan.
Aku membuka resleting kemudian mengeluarkan kisi-kisi PKn lengkap dengan rangkuman yang aku buat di setiap nomornya dari dalam tas.
Tiba-tiba suara buku yang dibanting ke atas meja membuatku sedikit berjengit dan detak jantungku mengalami percepatan yang drastis. Dengan detak yang masih tidak beraturan aku memutar tubuh dan melihat si biang keladi.
Delvin dengan segepok kertasnya-yang tempo hari aku berikan-terlihat sangat serius dan tidak memikirkan efek samping dari bantingan kertas-kertasnya tadi.
Karna melihatnya begitu serius, keinginan untuk membantingnya pun terkubur lagi. Aku kembali ke posisi awalku dan mulai membaca kisi-kisi yang hampir sama setiap tahunnya.
Aku akui, materi ini sangat mudah, jadi aku tidak perlu kerja keras untuk memahami setiap sub-bab yang ada. Tapi mempersiapkan sesuatu dengan lebih matang akan lebih baik.
Tanpa basa-basi, tangan panjang Delvin segera menyambar kisi-kisi ku dan berjalan keluar ruangan.
"Vin, ih kisi-kisi gue."
Namun percuma, dirinya tetap melaju menuju ruang sebelah dan tidak memperdulikan diriku yang sedang mencak-mencak dari mejaku.
Dengan kesabaran yang tak terhingga diriku bangkit dari kursi dan segera mengejarnya yang berlari begitu mendengar omelanku.
♠♠♠
Kantuk tiba-tiba saja menyerangku, kedua mataku benar-benar terasa berat dan sesekali terpejam dengan sendirinya. Aku melipat kedua tanganku dan kemudian menelungkupkan kepalaku disana.
Dengan setengah sadar aku mendengar Alma teman sekelasku-yang kebetulan duduk di belakangku-memanggil namaku dengan berbisik. Sebenarnya malas, hanya saja ini ujian dan diriku harus membantu teman-teman lain yang masih berkutat dengan soal Bahasa Indonesia.
Sekuat tenaga aku membuka mata dan bangkit dari tidurku.
"Apaan?" Tanyaku sembari sedikit menolehkan kepala kebelakang.
"Nomer 49 sama 50 dong Ta."
Setelah nomernya disebut, aku langsung membuka lembar jawabanku perlahan sambil sesekali melihat kearah pengawas yang kebetulan sedang sibuk membaca.
Saat kurasa aman, ku ulurkan tanganku kebelakang dan memberinya kode jawaban.
"Oke thanks Ta." Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.
Entah kenapa rasa ngantuk yang tadi menyerang sekarang hilang sepenuhnya. Sambil memangku dagu aku memandang keadaan sekitar, sebagian kecil sudah tertidur pulas dan sebagian besar masih duduk sambil menggaruk-garuk tengkuk mereka.
Hingga akhirnya pandangan aku dan Delvin bertemu, dirinya juga sama denganku, duduk diam sambil memperhatikan sekitar. Dengan susah payah diriku menelan ludah, kemudian agar tidak meninggalkan kesan canggung diriku menanyakannya sesuatu tanpa suara.
"Udah selesai?"
"Dikit lagi." Jawabnya tanpa suara, aku menangguk mengerti.
"Perlu bantuan?" Tawarku yang kemudian mendapat gelengan kepala darinya.
Aku tersenyum sambil menganggukan kepala-lagi. Aku hampir sangat mengenal dirinya, Delvin orang yang pantang menyerah kurasa, apapun hal yang masih bisa Delvin kerjakan pasti akan dikerjakannya sendiri walaupun hasil yang akan di dapat belum tentu bagus.
Entah apa landasan untuknya hidup di dunia ini, hingga membuatnya benar-benar pantang menyerah. Mungkin karna dirinya seorang atlet yang di tuntut untuk pantang menyerah, sehingga membuatnya berpikir seperti itu juga dalam kehidupan sehari-hari.
Suara pengawas yang menyuruh kami untuk mengumpulkan lembar jawaban, membuatku terbangun dari lamunan singkat barusan.
Dengan kesadaran yang sudah sepenuhnya sadar, diriku membuka penjepit yang ada di papan jalan kemudian mengambil lembar jawaban yang sudah terisi seluruhnya. Membawa selembar kertas itu kedepan kelas dan memberinya pada sang pengawas.
a/n:
Cerita ini sedang dalam proses revisi sebenernya, cuma ga gue publish dulu. Butuh pertimbangan sebenernya buat nge-publish cerita ini yang hasil revisi, takut ga memuaskan hasil revisinya. Tapi semoga aja lebih baik. AMIN.
Selamat berpuasaaa