Enam

460 13 4
                                    

SPECIAL PART (2)
Taurus - Dengan Ara

*1005 TAURUS*


Suara itu terdengar horor karna entah di tujukan kepada siapa dan entah dari siapa. Aku tidak berniat untuk menoleh, anggap saja ia bukan berbicara padaku. Lagi pula ini sudah terlalu siang untuk menakut-nakuti seseorang ataupun makhluk astral untuk berkeliaran.

Tapi aku bisa mendengar langkah kaki nya yang pelan, oke ini sedikit membuat ku takut. Bukan tanpa alasan aku takut, aku kembali teringat dengan sebuah cerita yang beredar di Atlantik sejak lama. Ya cerita horor, for your information aku penakut.

Sedikit lagi sampai, akan aku lihat sesuatu di belakang ku itu nanti ketika sampai di lantai 3.

Tiba-tiba Delvin yang entah darimana, sudah berada di samping ku dan sedikit memukul lengan ku. Aku hanya menyapanya dengan tersenyum.

“Thanks buat tugas bio lu, ngebantu banget.”

“Iya, ternyata ada manfaatnya juga.” Aku sedikit bingung menjawabnya karna aku masih penasaran dengan orang yang tadi menegur ku.

Aku sangat amat yakin itu bukan Delvin. Delvin memiliki suara yang sedikit berat dan khas, kalau suara tadi terlalu berat dan pasaran.

Sesampainya di lantai 3 aku tidak lupa dengan rencana ku tadi, aku sedikit menggeser tubuh Delvin agar sedikit maju dan membuat ku leluasa menoleh ke belakang tanpa di bilang mengintip. Aku buat se-alami mungkin.

Saat aku menoleh, ternyata orang tadi hanyalah Idra dan seketika aku mengingat suaranya. Ia hanya tersenyum dan menatap ku dengan tajam. Mengerikan dan selalu mengerikan.

Aku menghela napas dan sepertinya Delvin menangkap sesuatu yang aneh pada diri ku.

“Lu kenapa Ta?” Aku menggeleng dan tersenyum sebagai jawaban.

♠♠♠

“Eh tadi gue ketemu Idra di tangga, ngeliatin gue horor banget.” Cerita ku pada Ara.

“Terus lo ngapain?”

“Gak ngapa-ngapain, tadi ada Delvin jadi pura pura gak tau aja.” Aku memberikan tanda petik pada kata ‘sapaan’.

Ara hanya mengangguk-anggukan kepalanya dan kemudian terkekeh pelan.

Ara dan aku sedang berada di balkon depan kelas Ara, sebenarnya aku belum terbiasa dengan teman sekelas Ara yang sering berkumpul di koridor depan kelas, yang mana koridor itu merupakan akses untuk aku menghampiri Ara.

“Ara!" Panggil seseorang dari dalam kelas "Lu udah ngerjain tugas ma’am belom?” Ujarnya kemudian bergerak canggung saat melihat setengah tubuhku.

Aku hanya menyapanya dengan biasa—ekspresi datar.

Kalian harus tau siapa dia.

“Udah, ambil aja, di kolong gue ya Zian.”

“Oke.” Ia kemudian tersenyum canggung kepada ku, dan aku tak menghiraukannya dan memilih untuk berbalik badan.

Kalian masih ingat dengan teman sekelas ku dulu itu? Yang aku bilang bahwa aku ‘menyukai’ nya, nah dia orangnya.

Sepertinya Ara melihat perubahan air muka ku sesaat setelah aku berinteraksi secara tidak langsung dengan Zian.

“Masih suka ya Ta?” Tanya nya hati-hati.

Aku menjawab nya dengan mengangkat bahu ku tanpa ekspresi.

“Baru awal kok, nanti kalo lo udah ketemu yang lo suka lagi di kelas paling juga lo lupa sama doi.” Kali ini Ara berbicara dengan sedikit candaan, walaupun itu sungguhan. Haha.

“Kambing.” Aku tertawa dan sedikit mendorong tubuhnya ke samping.

“Nanti pulang bareng ya Ta?”

“Emang gak ada les tante?” Wajah Ara berubah menjadi datar ketika aku memanggilnya dengan sebutan tante, entah kenapa.

“Kayak kak Idra dah manggil gue tante.” Aku hanya menatapnya dengan tatapan meledek. “Wah negatif thinking nih anak.”

“Heh, itu bukan sesuatu yang harus dianggap negatif Ra.” Senyuman jail mulai merekah di wajah ku. “Ini masih awal, nanti kalo udah kenal juga yaaa gitu, udah ya balik dulu udah bel jangan dipikirin nanti mengalir aja kok.” Ara sedikit gondok sepertinya dengan ledekan ku kali ini.

“Kampret.” Ia menarik satu helai dari rambut ku, yang rasanya lebih sakit dibandingkan dengan ribuah rambut yang tertarik.

Sepanjang perjalan ke kelas –yang tidak begitu jauh dari kelas Ara, karna bersebelahan—senyum yang mengembang di bibir ku tak kunjung mereda, entah apa yang membuatn ku seperti ini. Apa aku merasa sudah punya jawaban untuk pernyataan Ara tadi? Eh yang benar saja.

Aku langsung duduk di bangku kesayangan ku di samping Rani, memang tadi pagi Rani minta pindah karna teman sebangku nya memaksanya pindah. Dan sampai sekarang bangku itu masih kosong tak berpenghuni, mungkin Hadgi sedikit penat dengan suara bising Rani.

“Kayaknya Hadgi seneng banget gak duduk sama gue.” Keluh Rani sesampainya di samping ku.

“Kan belom tau yang sebenernya.”

“Iya-iya kenyataan sama perasaan emang gak sejalan tau gue, ibu galau.”

“Gue gak pernah galau.”

1005 TAURUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang