Lima Belas

235 14 2
                                    

Taurus - Pensi

*1005 TAURUS*


Pentas seni tahunan akan segera diadakan di Atlantik, beberapa panitia sudah mulai sibuk menyusun beberapa schedule acara, dan semua kelas sudah mulai sibuk men-design kaos kelas mereka, tak terkecuali kelasku.

Kegaduhan beberapa kali terjadi ketika menentukan warna kaosnya, ada yang ingin hijau, hitam, ungu, dan warna-warna lainnya. Dan aku memilih untuk duduk manis di mejaku dengan Delvin duduk di depanku yang tengah tertidur pulas di mejanya.

"Jangan pada bacot apa lu." Omel sang ketua kelas yang sedang berusaha menjadi garang. "Sekarang vote aja, gue akan ngasih nominasi warnanya dan kalian tinggal milih."

Aku melipat tanganku di depan dada dan tersenyum maklum, karna lagi-lagi kegaduhan terjadi, ada yang tidak suka warna ini masuk ke dalam nominasi, ada juga yang memperjuangkan warna pilihannya untuk tetap masuk.

"Udah sekarang kalian tinggal nge-vote." Sang ketua kelas kembali mengomel dan mengusir beberapa siswa yang mengurumuni papan tulis. "Mulai dari lu, lu milih warna apaan?!" Tanyanya galak.

Aku yang melihatnya dari sini hanya bisa terkekeh.

Jarwo-sebutan untuk sang ketua kelas-dengan muka memerah karna kesal menanyakan satu persatu siswa kelasku. Tinggal beberapa lagi siswa untuk sampai ke diriku, aku melihat Delvin masih tertidur di mejanya.

Kakiku menendang kursi tempatnya duduk. Dirinya sedikit mengulet namun kembali tidur. Aku kembali menendang kursinya dan kali ini dirinya langsung terlonjak dan langsung menoleh kebelakang.

Dia menatapku sebal, tatapannya seperti berkata lo-nyari-masalah?

"Bentar lagi giliran lo, jangan buat Jarwo marah."

"Giliran apaan sih?" Tanyanya kemudian menguap lebar.

"Tutup kek, setan masuk aja." Delvin menatapku sebentar kemudian menutup mulutnya dengan tangan.

"Giliran apaan Ta?" Tanyanya lagi.

"Milih warna, warna buat kaos kelas."

"Oh, bilangin aja gua pink." Ujarnya spontan sambil kembali melipat kedua tangannya untuk tidur.

Aku meringis mendengar warna yang sangat perempuan itu disebut Delvin.

"Gak ada pilihannya, liat apa." Ujarku sembari menunjuk papan tulis yang berisi nama beberapa warna.

Delvin menoleh kearah yang jariku tunjuk, dengan memangku dagunya diatas lipatan tangan Delvin sedikit menganalisa warna yang cocok dengannya.

"Lo milih warna apa?" Tanyaku.

Dirinya masih diam, dan sepertinya memikirkan dengan sungguh-sungguh warna yang nantinya akan dipakai kelas kami.

"Gue saranin ijo." Ujarku karna dirinya tak kunjung memberi jawaban.

"Yaudah, gua nyamain lu." Ucapnya pasrah.

Di sela-sela obrolan kami, suara Jarwo yang sudah mulai serak memanggil nama Delvin dengan sekuat tenaga.

"Delvin!" Teriaknya dari depan kelas.

Delvin yang merasa dirinya dipanggil langsung menoleh.

"Lu milih warna apaan?"

"Gua nyamain Tata." Ujarnya sambil menunjuk diriku.

"Yelah, pilih kek warna apaan, gak kreatif banget." Omelnya seperti seorang perempuan. "Tata lu milih warna apaan?!" Pertanyaan Jarwo beralih padaku yang sedang duduk menyender.

1005 TAURUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang