Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jeno menghela nafas dalam saat melihat pemandangan yang harus ia lihat beberapa hari terakhir ini.
Ini adalah hari ketiga semenjak kepergian winwin. Kondisi jaemin masih seperti ini, dia sering melamun dengan tatapan kosong dan sesekali akan memanggil bundanya. Dia juga tidak mau makan sampai kemarin harus di infus karena kekurangan cairan.
" Nana, jangan seperti ini dong sayang." Ucap Jeno sambil menghapus air mata jaemin yang masih menetes.
" Bunda." Gumam jaemin
" Nana mau lihat bunda?" Tanya Jeno dengan lembut. Dan itu langsung mendapat respon dari jaemin, dia menoleh ke arah Jeno.
" Dimana bunda, om?"
" Ayo ikut om." Ajak Jeno. Dia membantu jaemin bangkit dari posisinya dan memapah jaemin untuk berjalan menuju balkon kamar tersebut. Jeno menuntun jaemin untuk duduk di kursi yang ada di sana, kemudian dia duduk si bawah dan memegang tangan jaemin.
" Kenapa kesini om?" Tanya jaemin
" Nana lihat di atas sana, dari sekian banyak bintang yang ada disana, ada satu bintang yang paling bersinar." Tunjuk jeno pada salah satu bintang yang ada di langit.
" Dulu, waktu om kehilangan orang tua om, usia om tidak jauh beda dengan Nana. Om juga sama terpuruknya kaya Nana. Tapi, Nana masih beruntung karena ada ayah saat ini."
" Dulu om tidak punya siapa-siapa lagi di hidup om selain om Mark. Tapi tuhan hadirkan bunda di hidup om dan Abang. Disaat keluarga om tidak ada yang peduli, justru bunda yang tidak punya hubungan darah dengan Kamilah yang peduli dengan nasib kami." Jaemin semakin terisak mendengar cerita Jeno. Dan Jeno pun menenangkannya dengan mengelus lembut kedua telapak tangan jaemin yang ada di genggaman nya.
" Saat ini, om juga sama sakitnya dengan Nana. Lagi dan lagi, om harus kehilangan orang tersayang om. Kehilangan bunda, sama rasanya seperti kehilangan ibu dan bapak om." Lanjut Jeno
" Tapi ada satu momen yang selalu om ingat sampai sekarang, dulu disaat keadaan om down dan rindu dengan orang tua om. Bunda selalu bilang sama om, tatap langit di malam hari. Lihat salah satu bintang yang paling bersinar disana. Dan bintang itu adalah orang tua om yang lagi lihatin om. Mereka tidak benar-benar pergi dari hidup kita, mereka masih melihat kita dari sana. Nana bisa menatap bintang itu dan cerita in apa yang mau Nana cerita kan sama bunda, percayalah, Nana akan melihat bintang itu berkedip nantinya dan disaat itu juga, perasaan Nana akan lega. Jika Nana melihat langit mendung di sore hari, percayalah itu menggambarkan perasaan bunda saat itu. Dia merasa sedih saat melihat orang tersayangnya sedang bersedih." benar saja, jaemin mengikuti apa yang Jeno katakan dan kembali meraung saat menatap salah satu bintang yang ada di langit. Ntah pesan apa yang ia sampai kan pada bintang tersebut, tapi saat mendengar raungannya membuat hati Jeno ikut sakit dan teriris.
Jeno bangkit dari posisinya, kemudian ia memeluk jaemin yang sedang menangis pilu.
" Nana boleh lakukan ini setiap Nana rindu sama bunda, tapi jangan sampai drop kaya sekarang ya. Nana masih punya ayah yang harus Nana jaga. Nana sadar tidak, jika beberapa hari ini, langit sore begitu mendung dan juga gerimis. Itu gambaran hati bunda, sayang. Bunda juga sedih ninggalin Nana. Om yakin, bunda juga ga mau tinggalin Nana apalagi harus melihat kondisi Nana sampai seperti ini. Tapi, sayang. Setiap manusia, ketika lahir sudah punya janji dengan tuhan. Saat ini, sudah tiba di masa dimana bunda harus menepati janjinya pada tuhan. Kita tidak bisa melawan takdir na. Apalagi tuhan mengambil bunda dalam keadaan bunda yang sakit parah seperti itu, itu bentuk rasa kasih sayang Tuhan kepada bunda. Tuhan ga mau kalau bunda harus bertahan dengan rasa sakitnya. Sudah saat nya bunda beristirahat dan lepas dari rasa sakitnya."
" Nana ga mau kan, kalau bunda terbebani di atas sana. Kasihan bunda, sayang. Di dunia dia harus sakit dan di atas sana dia juga sakit melihat orang tersayangnya sampai seperti ini saat dia tinggal. Nana harus bangkit lagi ya, Nana kan anak kesayangan bunda. Bahkan sampai di akhir hidup bunda, Nana masih berbakti pada bunda dan membahagiakan bunda juga. Sekarang tugas Nana masih ada, Nana harus jaga ayah juga. Nana ga mau kan, ayah jatuh sakit karena kepikiran melihat kondisi Nana seperti ini. Jadi, ayo sayang. Bangkit secara perlahan, Nana bisa laku in cara seperti yang om bilang ini ketika rindu sama bunda. Tapi Nana berhenti ya, menyakiti diri Nana seperti ini." Jeno terus mengelus pundak jaemin untuk membuatnya sedikit relaks.
Jeno kembali berjongkok di depan jaemin, dia genggam tangan jaemin dengan tangan kirinya dan tangan kanannya menghapus air mata jaemin.
" Sekarang Nana makan ya, om suapi. Ga papa walaupun sedikit, yang penting perut Nana terisi. Kasian ayah, dia juga tidak mau makan karena kepikiran Nana terus. Mau ya sayang?" Ucap Jeno lembut sambil membelai pipi jaemin.
" Bunda." Lagi-lagi jaemin mengagumkan kata itu.
" Iya, nanti habis makan. Kita duduk lagi disini. Kita tatap lagi langit buat liat bunda ya."
" Nana mau disini saja." Jawab jaemin sambil sesegukan.
" Makan dulu ya, nanti Nana masuk angin. Kita makan dulu ke bawah, sekalian kita ajak ayah. Mau ya?"
Akhirnya jaemin menganggukkan kepala dan merekapun turun untuk makan ke ruang makan.
Begitu sampai di ruang makan, jaemin kembali terisak saat menatap kursi yang biasa bundanya tempati.
" Nana ga bisa om." Ucapnya
" Nana harus terbiasa sayang, atau Nana mau duduk di kursi itu." Tawar Jeno.
Jaemin kembali menggelengkan kepalanya
" Gak boleh ada yang duduki kursi bunda." Jawabnya
" Yasudah, kalau gitu kita tunggu ayah ya. Ayah lagi di panggil om Mark."
Tidak lama Mark dan yuta datang dan ikut bergabung di meja makan. Sebelum duduk, yuta memeluk dan mengecup kepala sang anak.
Saat sudah duduk di kursinya, yuta menggenggam tangan sang anak.
" Nana makan ya sayang, biar ada tenaganya. Jangan sampai kaya kemarin, nak. Ayah ga sanggup liat Nana seperti itu, cukup bunda aja yang ninggalin ayah. Nana jangan, ya." Ucap yuta dengan air mata yang terus mengalir.
" Ayah juga makan." Ucap jaemin dengan suara seraknya.
Jeno memberikan jaemin segelas air, dan mulai menyuapi makanan.
Yuta memperhatikan perlakuan Jeno pada jaemin beberapa hari ini, benar yang istrinya katakan, jika Jeno memang orang yang tepat untuk menjaga jaemin. Dia benar-benar sabar menghadapi jaemin.