Bab 2: Hujan Pembawa Berkah

89.6K 3.2K 19
                                    

Saya kembali lagi....
Ada yang berniat membaca cerita saya?
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian

Love

Master

Happy reading



♠♠♠


Hujan

Bau tanah yang basah bercampur dengan angin menjadikan udara yang segar. Naina masih berada di toko buku membawa sekantong plastik novel. Mulutnya berkomat kamit membaca mantra penangkal hujan. Tapi hasilnya tetap sama.

" Kenapa harus hujan sih " Gerutuan itu datang lagi yang terdengar frustasi.

Terlihat dipojok taman terdapat cafe bergaya klasik. Naina segera berlari tanpa memperdulikan hujan yang semakin deras mengguyur kota. Rambut panjangnya agak basah tas sekolah yang menjadi penghalau hujan tidak mampu menutupi kepala maupun penghalang buktinya sebagian bajunya basah terkena air hujan.

" Sumpah gue kagak demen dengan hujan " Entah kenapa Naina ingin sekali mengirimi pesan kepada sang malaikat supaya hujannya berhenti sejenak. Satu cangkir coffee latte menjadi penghangat sejenak untuk tubuhnya.

Matanya mengedarkan keseluruh ruangan. Ornamen dinding yang terdapat ukiran kayu. Lukisan yang menjadi pendukung bangunan. Kursi yang ditata melingkari meja bundar. Rasa hatinya mendadak mellow mengingat kejadian satu tahin yang yang saat dirinya dipecat dari pekerjaannya dan terlantung lantung dijalanan. Miris sekali kau Naina Putri Permata.

Sekali tegukan coffee itu langsung tandas. Rasa panas mengalir mulus di tenggorokannya dan mengambil uang yang berada ditas untuk membayar. Tanpa memperdulikan hujan dia menerobos. Titik hujan yang lebat menimbulkan seragam yang dia pakai langsung basah tanpa tersisa. Naina menengadah air matanya jatuh tersamar oleh hujan.

" Hujan teman anak galau. Naina bego " Racaunya keras. Tangannya terkepal erat. Bayangan - bayangan satu tahun lalu menjadi saksi atas hidupnya yang tak ada gunanya. Ingin sekali dia menghilang dari muka bumi tapi banyak orang selalu menyemangati untuk bangkit. Masa lalu tak patut untuk dikenang tapi masa lalu harus jadi pedoman agar tak terjerumus lagi di lubang yang sama yaitu kesengsaraan.

★★★★★★

Klik

Pintu apartemen terbuka. Raut muka Naina yang tadi muram sekarang berubah menjadi cerah. Dia ingin menjadi kuat agar bisa membalaskan dendam.

" Aku pulang "

" Aku kira kamu tidur dikelas " Suara bass itu bernada mengejek. Kaos t-shirt hitam melekat di tubuhnya yang kekar. Rambut yang acak - acakan terlihat sangat sexy. Tato yang berada di lengan kirinya terlihat sangat mandly.

Aku suka itu.

Gelengan kepala Naina membuat lawan bicaranya mengerutkan dahi. Pria tersebut melangkah maju untuk melihat kondisi-nya. Dibawanya tubuh mungil itu kedalam pelukannya. Naina tersentak kaget. Meskipun bukan pertama kali dia dipeluk oleh pria itu tapi tetap saja jantungnya jumpalitan tak terarah. Dia takut jantungnya akan menggelinding jatuh dari tubuhnya. Jangan sampek.

" Kamu hujan - hujan? Cerita sayang? "

Senyumnya terbit tanpa harus memberi tahu pria ini pasti akan tahu jika dia menyembunyikan sesuatu. Naina hanya bisa menggeleng lemah karena dia tak punya tenaga untuk menceritakannya.

" Jangan pernah dipikir lagi. Itu hanya masa lalu. Sekarang disini hanya ada aku dan kamu. Kita sayang " Naina mendongak. Pria ini mampu membuat hatinya tenang dan sakit secara bersamaan. Tenang karena kasih sayang dan sakit karena status mereka.

" Aku akan memasak. Kamu mandilah " Anggukan cepat menjadi jawaban untuk pertanyaan pria tersebut.

★★★★

Suasana remang menerangi kamar bernuansa biru. Dua manusia tengah menutup mata mereka dan bergumul dalam hangatnya selimut. Mereka berpelukan mengurangi hawa dingin meskipun hujan telah berganti rintik - rintik kecil. Dekapan hangat menjalar ketubuh mereka sampai Naina membuka mata dan turun dari ranjang.

" Mas aku ada PR Bahasa Inggris " Pekikan itu membuat Pria tersebut terkekeh. Dilihatnya Naina sedang mengobrak abrik tas selempengnya.

" Mas bantuin kalau tidak besok aku kena hukum Pak Brian " Naina berjalan menuju ranjang sambil membawa buku dan peralatan tulis mencoba meminta bantuan orang yang berada didepannya. Seringai tipis terbentuk diwajah sang pria. 'Sebentar lagi aku akan dapat berkah' pikirnya matang.

Wajah cantik Naina mulai berpikir ekstra pasalnya pria yang ada didepannya tidak mudah di mintai bantuan. Jika dia mau membantu harus ada imbalan yang setimpal untuknya. Dasar licik

" Oke nanti kita tidur gak pakai baju. Hanya ciuman ya mas " Itu salah satu impian pria tersebut. Tidur dengan tidak memakai baju. Hanya baju. Tidak untuk bawahan.

Senyum pria itu merekah. Penawaran yang bagus, tidak boleh disia - siakan. " Sini mana yang gak bisa " Naina hanya mampu menghela nafas frustasi.

Selama sepuluh menit Naina hanya membuka buku tersebut tanpa membaca ataupun mencari arti kata yang tidak dimengerti. Pria tersebut menjadi kesal " Kalau memang gak bisa kenapa tadi ngegosip sama tetangga? " Nada suaranya terdengar dingin dan terdengar marah. Jika berada di dalam kartun pasti terdapat kepulan asap yang keluar dari telinganya.

" Kenapa? Berikan satu alasan sayang? " Masih dengan nada marah

" Naina memang gak suka pelajaran Bahasa Inggris " Jujur dari lubuk hati Naina dia takut jika pria tersebut marah.

" Lain kali jangan ulangi lagi. Aku ingin istriku pintar. Bukan berarti aku harus memprioritaskan pelajaran yang aku ajar tapi aku ingin kamu semuanya bisa. Sekedar bisa juga tak apa. Itu lebih baik "

Yah Naina mengerti sekarang dia sudah berubah. Segi fisik, kemampuan, tata bahasa dan krama, dan satu lagi yang perlu ditekankan statusnya juga berubah. Umur Delapan Belas tahun dia menjadi seorang istri dari seorang Febrian Permata.

Febrian Permata guru baru sekaligus wali kelasnya yang menjadi suaminya. Orang yang telah berjasa menolongnya. Mereka menikah saat Naina baru masuk kelas tahun ajaran baru saat kelas tiga. Statusnya terahasiakan karena mereka menikah satu hari setelah kejadian tak beruntung itu.

" Sayang gak usah dipikir lagi. Udah yuk tidur dan jangan lupa janjimu " Naina tersentak mengerutkan dahi. PR-nya bagaimana? Dilihatnya buku Bahasa Inggris sudah penuh dengan jawaban. Naina terkekeh pelan dan memulai menjalani imbalan yang telah Naina ucapkan. Disisi lain pria itu -Brian- bahagia bukan main karena terwujud sudah impiannya. Tidur tanpa baju.

Malu - malu Naina melepas bajunya dan menutupi tubuhnya dengan selimut. Wajah semerah tomat membuat Brian mengusap pelan pipinya. Dikecupnya bibir merahnya lembut. Tangan kirinya memeluk tubuh kecil Naina mendorongnya pelan agar berbaring.

" Good night honey "

" Good night too "

Pelukan semakin erat menghantarkan rasa hangat dan terlindungi. Naina berharap dia bisa keluar dari lubang masa lalu dan membalaskan dendam atas apa yang terjadi satu tahun yang lalu.

Dan malam ini bersama dengan hujan Naina sedikit demi sedikit mengharapkan Brian bisa mengeluarkannya dari lubang kesengsaraan. Sang suami yang dicintainya.

♪♪♪♪♪♪♪♪

18 Berstatus IstriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang