006

664 69 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Setelah perjalanan panjang menuju rumah baru mereka, Karina menatap bangunan besar yang terletak di kawasan elit tersebut. Rumah itu memiliki desain sederhana, dengan cat berwarna putih dan jendela-jendela besar. Meski begitu, Karina merasakan seberkas keraguan dalam hatinya. Apakah ini benar-benar rumah baru bagi mereka?

Winta, yang sudah berada di depan pintu, menarik kopernya masuk. Tanpa banyak kata, Karina mengikuti langkahnya, membawa koper yang cukup berat itu. Di dalam rumah, suasana terasa hampa meskipun terdapat furnitur modern yang mewah. Karina melirik ke sekelilingnya, berusaha mencerna bahwa ini adalah rumah mereka, tempat di mana mereka akan memulai hidup baru-meskipun dia tahu hidup baru itu bukanlah apa yang diharapkannya.

Saat mereka berjalan di dalam rumah, Winta berhenti sejenak di depan sebuah kamar di lantai bawah. Dia memandangi pintu dengan tatapan yang tidak bisa dibaca, lalu berkata dengan suara datar, "Aku mau di kamar itu. Kamu bisa pilih kamar lain." Setelah itu, dia melangkah masuk ke dalam kamar tanpa menunggu jawaban Karina.

Karina merasa seolah disapu oleh angin dingin. Kenyataan bahwa mereka akan tidur terpisah semakin menegaskan perasaan itu. Dia mengangguk pelan, berusaha menerima keputusan Winta. Tanpa berkata sepatah pun, dia mencari kamar lain yang hanya terletak di lantai atas.

Ketika Karina menatap tangga yang curam di depannya, rasa gusar kembali menghampirinya. "Gimana aku bisa angkat koper ini ke atas sana?" keluhnya dalam hati. Koper yang sudah terisi penuh oleh pakaian dan barang-barang lainnya terasa berat di tangannya. Dia menggigit bibirnya, cemas.

Dengan hati-hati, Karina mulai mengangkat koper itu. Setiap langkah terasa berat, dan jari-jarinya mulai gemetar setelah melewati beberapa anak tangga. Dia mengatur napas, berusaha sampai keatas. Namun, ketika dia ingin melanjutkan langkah ke tangga selanjutnya, sebuah suara mengejutkannya.

"Kenapa kamu nggak bilang kalau kamu butuh bantuan?" tanya Winta. Tanpa menunggu jawaban, Winta langsung meraih koper Karina.

Karina mengamati Winta dari belakang, melihat bagaimana perempuan itu melangkah mantap tanpa kesulitan sedikit pun. Ada rasa kemarahan bercampur rasa tidak berdaya yang menyelinap di hatinya. "Kenapa aku lemah sekali?" gumamnya.

Mereka terus berjalan hingga sampai di pintu kamar di lantai atas. Winta membuka pintu dan meletakkan koper di dalam. "Aku mau ketemu temenku dulu," ucapnya, lalu melangkah keluar.

Karina hanya bisa terdiam, menatap Winta yang berjalan menjauh tanpa menoleh. Rasa kesal dan bingung mulai menyelimuti hatinya. Di satu sisi, dia bersyukur Winta membantunya, tetapi di sisi lain, sikap dingin Winta membuatnya merasa terasing. Dia mengambil napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri.

Karina memasuki kamar dan mulai menata barang-barangnya. Dia membongkar koper, menyusun pakaian, dan menata semua barangnya di tempat yang seharusnya.

Setelah semua selesai, dia memutuskan untuk turun ke bawah, menginginkan sedikit suasana baru di rumah baru mereka. Pikirannya masih berkisar pada Winta dan segala ketidakpastian yang mengikutinya, tetapi ia tahu, setidaknya ia harus bisa melupakan sejenak kesedihan itu.

Between Us | Winrina (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang