009

655 62 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Winta melangkah keluar dari rumah dengan langkah yang tenang, bersiap untuk berangkat kerja seperti biasa. Dengan setelan kerja yang rapi dan kacamata hitam bertengger di atas kepalanya, ia berjalan menuju mobilnya yang terparkir di depan rumah. Tapi, pandangannya langsung tertuju pada Karina yang berdiri di samping mobilnya sendiri, tampak frustrasi dan gusar.

Karina terlihat mondar-mandir di sekitar mobilnya dengan wajah kusut. Tangannya sesekali memegang pintu mobil, tapi jelas dari gerak-geriknya bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Winta mengerutkan alisnya sejenak, merasa sedijit ragu untuk menghampiri, tetapi akhirnya dia memutuskan untuk mendekat.

"Kenapa?" tanya Winta dengan nada dingin seperti biasanya.

Karina terkejut sejenak melihat Winta yang menghampirinya. Dia menatap Winta dengan wajah sedikit bingung sebelum akhirnya menjawab, suaranya terdengar sedikit lemah, "Ini mobilku nggak bisa nyala."

Winta diam sebentar, memandangi Karina yang tampak benar-benar frustrasi. Pandangannya beralih ke mobil Karina, menilai situasi. Dia tahu, jika dia harus mencoba memperbaiki mesin mobil ini sekarang, itu akan memakan banyak waktu—waktu yang dia tidak punya karena rapat penting di kantornya. Meskipun Winta sebenarnya cukup ahli dalam urusan mesin, dia memutuskan untuk tidak menyibukkan diri dengan hal itu saat ini.

"Aku anter aja." ucap Winta singkat.

Tanpa menunggu jawaban, Winta langsung berbalik menuju mobilnya sendiri, membuka pintu, dan masuk ke dalam. Karina yang masih terdiam, ragu sejenak. Dia berdiri terpaku di tempat, merasa sedikit tidak enak dengan ide harus satu mobil dengan Winta. Mengingat sikap dingin dan jarak di antara mereka selama ini, Karina tidak yakin apakah dia siap untuk duduk di dalam mobil bersama Winta, apalagi dalam suasana yang mungkin akan terasa canggung.

Tapi, melihat situasi yang tidak memungkinkan untuk mencari alternatif lain, Karina akhirnya mengambil keputusan. Dengan pelan, dia melangkah menuju mobil Winta dan membuka pintu penumpang. Ia duduk dengan hati-hati, seakan takut salah bergerak. Suasana di dalam mobil langsung terasa sunyi. Tidak ada percakapan yang mengalir, hanya keheningan yang menggantung di udara.

Winta memandang sekilas ke arah Karina, tapi tidak mengatakan apa-apa. Dia menyalakan mesin mobil, kemudian melajukannya keluar dari halaman rumah. Sepanjang perjalanan, hanya suara mesin mobil yang terdengar. Karina, yang duduk dengan canggung di kursi penumpang, memandang keluar jendela, berusaha keras untuk tidak terlihat tegang. Ia sesekali menghembuskan napas panjang, seolah berusaha menenangkan pikirannya.

Winta, di sisi lain, tetap fokus pada jalan di depannya. Meskipun sikapnya tampak tenang dan dingin seperti biasa, ada sedikit perasaan aneh yang merayap dalam benaknya.

Mereka melintasi jalanan pagi yang sibuk tanpa sepatah kata pun. Lampu lalu lintas berubah dari merah menjadi hijau, kendaraan lain bergegas melaju di sekitar mereka, tapi di dalam mobil, keheningan tetap mendominasi. Karina sekali-sekali melirik ke arah Winta dari sudut matanya, ingin mengatakan sesuatu tapi ragu. Dia tahu bahwa hubungan mereka jauh dari kata akrab, bahkan bisa dibilang dingin. Tapi, tawaran Winta untuk mengantar dirinya tadi membuat Karina merasa sedikit bersyukur meskipun suasana tetap kaku.

Between Us | Winrina (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang